Cara Mendidik Anak A la Rasulullah SAW

[Parenting]: Dalam mengasuh dan mendidik anak, maka ada 2 hal yang harus diperhatikan.
1. Tugas pertumbuhan dan kebutuhannya.
2. Tugas perkembangan dan kebutuhannya.

Apa bedanya pertumbuhan dan perkembangan?

Pertumbuhan itu meliputi pada bentuk fisik seorang anak. Seperti tinggi badan, berat badan, keliling lingkar kepala, lingkar dada, dan sebagainya. Termasuk disini ketajaman melihat, berkembangnya ke 5 indranya.

Untuk memenuhi tugas pertumbuhan seorang anak ini, maka orang tua punya kewajiban untuk memberi anak makanan, minuman, istirahat, dan pola hidup sehat. Ini termasuk dalam hak-hak anak.


Sedangkan Perkembangan itu meliputi perkembangan psikologi dan kognitif pada anak-anak. Seperti cara anak bersikap, perubahan perilaku tertentu, pemahaman aspek-aspek keagamaan, etika, sopan santun, proses belajar, berpengetahuan, dan sebagainya.

Karenanya, dalam rangka memenuhi tugas perkembangan anak ini maka orang tua punya kewajiban untuk mengajarkan anak-anak mereka, mendidik anak-anak mereka, mengarahkan dan memberitahu anak nilai-nilai universal yang dianggap benar dan nilai-nilai spiritual yang harus diikuti oleh anak. Termasuk disini mengajarkan anak sopan santun, etika, cara berperilaku, dan sebagainya.


Karenanya, dalam urusan mendidik dan mengasuh seorang anak, ingatkan kedua perbedaan istilah ini.
Jangan mentang-mentang sudah memberi makan yang enak-enak, menyediakan tempat tidur yang nyaman, dan pakaian yang indah-indah lalu kita sebagai orang tua bisa serta merta meng-klaim:
Aku sudah berhasil menjadi orang tua yang baik.
Eits. Belum tentu loh.
Karena, perilaku-pendidikan-pengasuhan juga harus diperhatikan.

Ini sama saja dengan kita tidak bisa meng-klaim, bahwa anak gemuk itu pasti sehat.
Atau meng-klaim, bahwa anak kurus itu pasti tidak bahagia.
Atau meng-klaim, bahwa anak orang kaya pasti anak yang bahagia.
Karena anak punya hak untuk mendapatkan pendidikan bukan hanya dari sekolahnya saja tapi juga dari kedua orang tua dan lingkungan keluarganya.

4 Tahap Mendidik Anak A la Rasulullah SAW

Untuk urusan mendidik anak, maka usia anak haruslah diperhatikan.
Mengapa? Karena cara mendidik seorang anak memang tidak bisa disama-ratakan pada setiap tahapan usia mereka. Lebih dari itu, cara mendidik anak pun ternyata harus disesuaikan dengan zaman ketika anak itu dibesarkan.

Berikut ini adalah 4 tahapan mendidik anak mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w.  Menurutku sih ini lebih bersifat universal untuk diikuti ketimbang metoda mengikuti cara mendidik anak yang lain.

4 tahap bagaimana mendidik anak mengikut sunnah Rasulullah s.a.w adalah :
1)   Umur anak-anak 0-6 tahun. Pada masa ini, Rasulullah s.a.w menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yg tidak berbatas. Berikan mereka kasih sayang tanpa membedakan anak sulung maupun bungsu dengan bersikap adil terhadap setiap anak-anak. Tidak boleh dipukul sekiranya mereka melakukan kesalahan walaupun atas dasar untuk mendidik.
Sehingga, anak-anak akan lebih dekat dengan kita dan merasakan kita sebagai bagian dari dirinya saat besar, yang dapat dianggap sebagai teman dan rujukan yang terbaik. Anak-anak merasa aman dalam meniti usia kecil mereka karena mereka tahu anda (ibu bapak) selalu ada disisi mereka setiap masa.
2)   Umur anak-anak 7-14 tahun.  Pada tahap ini kita mula menanamkan nilai DISIPLIN dan TANGUNGJAWAB kepada anak-anak. Menurut hadits Abu Daud, “Perintahlah anak-anak kamu supaya mendirikan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun dan asingkanlah tempat tidur di antara mereka (lelaki dan perempuan). Pukul itu pula bukanlah untuk menyiksa, cuma sekadar untuk mengingatkan mereka. Janganlah dipukul bagian muka karena muka adalah tempat penghormatan seseorang. Allah SWT mencipta sendiri muka Nabi Adam.
Sehingga, anak-anak akan lebih bertanggungjawab pada setiap suruhan terutama dalam mendirikan sholat. Inilah masa terbaik bagi kita dalam memprogramkan kepribadian dan akhlak anak-anak mengikut acuan Islam. Terserah pada ibu bapak apakah ingin menjadikan mereka seorang muslim, yahudi, nasrani ataupun majusi.
3)   Umur anak-anak 15- 21 tahun. Inilah fasa remaja yang penuh sikap memberontak. Pada tahap ini, ibubapa seeloknya mendekati anak-anak dengan BERKAWAN dengan mereka. Banyakkan berborak dan berbincang dengan mereka tentang perkara yang mereka hadapi. Bagi anak remaja perempuan, berkongsilah dengan mereka tentang kisah kedatangan ‘haid’ mereka dan perasaan mereka ketika itu. Jadilah pendengar yang setia kepada mereka. Sekiranya tidak bersetuju dengan sebarang tindakan mereka, hindari menghardik atau memarahi mereka terutama dihadapan saudara-saudaranya yang lain tetapi gunakan pendekatan secara diplomasi walaupun kita adalah orang tua mereka. Sehingga, tidak ada orang ketiga atau ‘asing’ akan hadir dalam hidup mereka sebagai tempat rujukan dan pendengar masalah mereka. Mereka tidak akan terpengaruh untuk keluar rumah untuk mencari kesenangan lain karena memandangkan semua kebahagian dan kesenangan telah ada di rumah bersama keluarga.
4)   Umur anak 21 tahun dan ke atas. Fase ini adalah masa ibu bapak untuk memberikan sepenuh KEPERCAYAAN kepada anak-anak dengan memberi KEBEBASAN dalam membuat keputusan mereka sendiri. Ibu bapak hanya perlu pantau, menasehati dengan diiringi doa agar setiap tindakan yang diambil mereka adalah betul. Berawal dari pengembaraan kehidupan mereka yang benar di luar rumah. InsyaAllah dengan segala displin yang diasah sejak tahap ke-2 sebelum ini cukup menjadi benteng diri buat mereka. Ibu bapak jangan lelah untuk menasihati mereka, kerana kalimat nasihat yang diucap sebanyak 200 kali atau lebih terhadap anak-anak mampu membentuk tingkah aku yang baik seperti yang ibu bapak inginkan.



Kebetulan, salah satu dari 3 anak saya adalah seorang yang berada pada usia 15-21 tahun.  Remaja putri.
Menghadapi anak remaja ini berbeda dengan ketika saya berhadapan dengan anak yang bungsu yang masih SD, juga berbeda dengan ketika berhadapan dengan anak yang sudah lebih dewasa (di atas usia 21 tahun. Iya... jarak usia anak-anak saya memang jauh-jauh, itu sebabnya anak-anak saya alhamdulillah bisa mewakili beberapa perbedaan usia perkembangan anak).

Kembali ke anak remaja saya.
Saya selalu menempatkan diri sebagai seorang teman ketika sedang bersama dengan anak saya ini. Kami sering hang-out bersama, ngobrol, nonton drama korea, atau shopping bareng. Dengan begitu, anak saya jadi lebih mudah bercerita dan memberitahu saya tentang apa yang ada di dalam kepala dan hatinya.

Seni mendekati remaja itu tidak mudah. Karena, ketika kita bersikap nge-bossy alias bersikap seperti orang tua beneran (dalam arti ngasi nasehat dan perintah) mereka malah menjauh dari kita. Jika diperintahkan melakukan apa-apa, in Sya masih dilakukan. Tapi setelah itu mereka akan menutup diri dari kita. Siapa temannya, apa yang sedang dihadapinya, punya masalah apa, sudah berteman dengan siapa saja sudah tahu apa saja, semua bakalan dirahasiakan dari kita.

Jadi, yang kita temui sehari-hari hanya fisiknya saja. Selebihnya, kita tidak tahu apa-apa.
Nah... itu sebabnya kita harus menempatkan diri sebagai seorang teman dan sahabat ketika sedang menghadapi remaja.

Seperti kemarin. Kebetulan, remaja saya tidak bisa diajak pergi karena sedang sibuk menghadapi ujian akhir semester di sekolahnya. Padahal, saya tahu pasti dia suka diajak pergi shopping bareng.

"Jadi gimana? Ada yang mau dititipin di ibu nggak?"
"Ada sih... ibu tahu nggak, di lantai dasar depan pintu keluar mall, ada toko kaus kaki?"
"Oh, iya. Kaus kaki. Mau dibeliin?"
"Iya, aku mau nitip kaus kaki sebenarnya. Cuma aku ragu selera ibu sama selera aku kan beda kalau milih kaus kaki."

ini 3 selera kaus kaki yang berbeda.
remaja, wanita dewasa dan anak-anak. beda banget kan?

"Nah... iya. Itu dia. Ibu sukanya model apa, kamu sukanya model apa."
"Nggak cuma itu. Yang ibu anggap lucu, buat aku kadang kurang lucu."
"Ish... nggak cuma kaus kaki itu mah. Model baju juga."
"Iya bener. Model baju juga gitu. Selera kita beda. Ah... seleraku banyak bedanya sama selera ibu deh kayaknya. Makanya aku nggak pernah nitip sesuatu sama ibu."
"Iya... cuma selera yang satu itu saja kita sama."
"Hah? Di bagian mana selera kita sama?"
"Itu....selera bahwa ayah cukup lumayan untuk disukai." (lalu kami sama-sama melihat lelaki yang ada di hadapan kami, suamiku dan ayah putri remajaku. xixixix... lelaki itu sedang asyik dengan gadgetnya. Pasti sedang menjawab aneka pertanyaan yang dikirim orang-orang lewat gadgetnya).

"Iya.. itu sama Aku sayang sama ayah dan merasa ayah cukup lumayan penampilannya untuk disukai. Untuk yang satu ini, seleraku sama dengan selera ibu." (lalu kami toss berdua. Putriku terlihat berseri-seri wajahnya).

Ah. Remaja.
Benar kan seni mendekati remaja itu ada seninya?
Dan sebagai seorang ibu, bisa dekat dan akrab dengan remaja itu.... boleh dong ditulis sebagai prestasi tersendiri? heheheh.

16 komentar

  1. Pagi2 baca ini bikin adem. Saya baru tahu mba Ade udah punya anak remaja. Senang sekali ya bisa selalu dekat.

    Terkadang saya suka sedih, kalau lihat anak yg suka di bentak dan dipukul sama orang tuanya mba. Padahal itu bukan mendidik dgan baik ya.

    BalasHapus
  2. mba ade keren bisa menerapkan aturan ini sama anak2, jadi mereka deket sama ortunya ya. kadang ada ortu yang mengekag justru di saat anak sedang bertumbuh.

    BalasHapus
  3. Wuaaahhhh aku baru di atahap pertama aja udah kelabakan kaya' gini. Bawaannya pingin marah dan mukul mulu. Makasih sharenya Mbak Ae.
    BTW, saya sudah follow blognya, ya? ^^

    BalasHapus
  4. setuju Mbak, mendekatkan diri dengan anak-anak ada seninya. Seni musik seni lukis, seni karawitan...eeeh. Kalau saya sama Faiz seiya sekata ketika sedang bernyanyi. Mungkin kami akan mengeluarkan duet nyanyi, nich..hehee

    BalasHapus
  5. walau gak satu selera kdg aku paham selera org lain spt apa. Kayak mertuaku, memang aku gk satu selera tp klo beli apa2 biasanya pas di hati mertua

    BalasHapus
  6. Jaman sekarang bnyk remaja yg geje slh satunya krn slh didik jg prihatin

    BalasHapus
  7. Belajar dari pengalaman mbka ade, sharing terus ya mbak

    BalasHapus
  8. Mm jd ngebayangi nti anak2 udah rwmaja hrs bisa jadi teman mereka ya..

    BalasHapus
  9. senengnyaaa, dpt ilmu parenting lg ala rasulullah pula, makasih mak ade

    BalasHapus
  10. Waaahh... Sosok Ayah sangat berperan sampai sang putri sepakat eh satu selera dgn ibu.

    Tfs, mbak. Memang tak mudah mengasuh remaja, tetapi dgn pendekatan tepat san nyaman, hasilnya akan ok banget.

    BalasHapus
  11. kedekatan dengan anak remaja harus di mulai sejak anak-anak ya biar mereka terbuka sama kita

    BalasHapus
  12. Setuju mbak ... semakin besar anak itu semakin perlu banyak perhatian orang tua sebenarnya... sayangnya banyak orang tua justru merasa kalau semakin anak besar maka tanggung jawab mengasuh anak semakin mudah

    BalasHapus
  13. Ngadepin anak abege emang harus banyak sabar. Tapi kalo diperlakukan sbg sahabat mereka kelihatan lebih enjoy

    BalasHapus
  14. MasyaAllah, terima kasih banyak mak

    BalasHapus