Tanda-Tanda Anak Yang Dibully (part 2): Gosipkah?

Kalian termasuk orang yang percaya pada gosip yang mampir di telingakah? Kebetulan, aku termasuk orang yang tidak langsung percaya.
Jadi, jika ada yang datang padaku membawa sebuah berita yang aku sama sekali tidak tahu, reaksi pertamaku biasanya adalah diam dulu. Dalam hati sih alarm "kepo" ku mulai menyala. hahaha. Tapi, aku berusaha untuk jaim biasanya. Jadi, berita itu aku terima utuh dulu, tapi aku belum bereaksi. Paling mencoba untuk menjadi pendengar yang baik. Setelah itu duduk diam tidak sabar menunggu suami pulang dari kantor. Nah, malamnya baru deh heboh di depan suamiku.

"Mas.. mas... masa nih... " hahahaha, ini dialog awal sebuah gosip banget ya biasanya. Tapi ya begitulah. Mulutku ember jika sudah di depan suami. Nyaris semua rahasia yang aku ketahui, suamiku mengetahuinya. Setelah aku cerita panjang lebar, barulah akhirnya kami berdiskusi. hasil diskusinya gimana? Nah... itu yang unik. Karena hasilnya belum tentu juga aku sepakat dengan suamiku. hahahaha...... biasanya aku punya pendapat sendiri dan suamiku juga demikian dan irisan perndapat itu yang menjadi kesamaan pendapat kami berdua. Jadi pendapatku yang keluar itu ada pengaruh dari hasi diskusi kami. 

Nah, di sekolah-sekolah atau daerah di mana anak-anak kita sering bermain, biasanya juga berseliweran yang namanya gosip-gosip. Tahu gak, gosip itu mirip dengan asap. Terlihat membesar, disaksikan oleh banyak orang, melingkupi daerah yang luas padahal sebenarnya asal muasal dari asap itu adalah titik api yang bisa jadi kecil saja. Kita bisa menghilangkan asap dengan menghalau asap itu agar pergi tapi jika titik api masih menyala maka asap itu akan tetap hadir. 

JIKA GOSIP SAMA SEPERTI ASAP YANG BERASAL DARI API, jadi, apakah itu berarti gosip itu mengandung sebuah kebenaran? Hal ini lain lagi ceritanya. 

Mari kita lihat kronologi terbentuknya sebuah asap. 
dari sebuah titik api, asap pun terbentuk. membumbung tinggi menuju langit lepas
(btw, kenapa aku salah nulis tahun pembuatan gambar ini ya? aih.. siwer)

setelah tiba di langit yang luas, asap tersebut bertemu dengan asap-asap yang lain, terkontaminasi dan berbaurlah dia
(nah, ini baru bener nulis tahun pembuatan gambarnya. eh.. malah dibahas .. hehe)
Dan demikianlah pula gosip. Bisa jadi, asal muasal dari gosip itu adalah sebuah fakta. Tapi, karena dia bergerak dari mulut ke mulut maka ada penambahan versi ketika fakta itu berpindah dari mulut seseorang ke telinga orang lain dan orang lain itu menyampaikannya lagi telinga orang yang lain lagi. Hasilnya: fakta itu menjadi sesuatu yang berbeda. Ada sisi faktanya tapi sudah berubah bentuknya. Disinilah semua orang hendaknya bijak ketika mendengar sebuah gosip yang mampir di telinganya.

Bijak dalam arti, tidak menolaknya sama sekali tapi juga jangan percaya bulat-bulat kebenarannya. Selalu Tabayyun alias cek dan ricek.

Lalu, bagaimana jika sebagai orang tua tiba-tiba mampir sebuah gosip ke telinga kita bahwa anak kita dibully di sekolahnya?
"Jeng.. jeng... memangnya anakmu itu ...."
Nah... jika mendengar gosip tentang anak kita, semenyebalkan apapun gosip itu,  jangan cepat-cepat marah-marah dulu. Mari kita cek kebenarannya.

Ada beberapa pihak yang harus kita hubungi dalam hal ini:
1. Anak kita sendiri.
Selalu tanya baik-baik ke anak kita, Benar gak dia seperti yang digosipkan itu.
2. Tanya ke teman-teman dekat anak kita.
3. Tanya ke kalangan ibu-ibu yang menyebarkan gosip itu, itu gosipnya awalnya dari mana.
4. Tanya ke guru.

Kebetulan anakku sempat dibully oleh temannya.
Suatu hari, anakku tiba-tiba bertanya padaku:

"Bu, aku ganti tas ya."
"Loh? Kenapa ganti tas? Kan.. masih baru tasnya."
"Gak papah. Pingin ganti ajah."

Tapi, karena anakku itu alhamdulillah-nya adalah anak yang tidak mau menyusahkan orang tua, jadi setelah aku katakan bahwa tasnya masih bagus jadi pakai tas itu saja dia pun menurut. Hanya saja, beberapa hari kemudian, tiba-tiba seorang ibu-ibu di sekolah anakku menghubungiku.

"Jeng.. jeng, jeng tahu tidak bahwa anak jeng itu tidak punya teman di kelasnya."
"Hah? Nggak punya teman?" (padahal selama ini aku selalu merasa yakin bahwa anakku adalah anak yang amat supel dan cukup disayang oleh teman-temannya)
"Iya. Dia dimusuhi oleh teman-temannya."
"Kenapa?"
"Nggak tahu. Tapi ibu-ibu lain pada ngomongin tuh. Kata mereka kasihan ya si xxx sekarang jadi anak yang dikucilkan di kelasnya."

Oke. Belum boleh panik dan belum boleh khawatir dulu. Itu reaksi pertamaku ketika pertama kali mendengar gosip perihal anakku. Selanjutnya, aku pun mengajak anakku ngobrol.

"Eh, di sekolah tadi, kamu main apa aja?"
"Banyak bu. Aku main kejar-kejaran sama z, b, a, c."
"Oh ya? Seru nggak?'
"Seruuu..."  Lalu meluncurlah cerita keseruan permainan yang dialami oleh anakku. Sepanjang dia bercerita aku memperhatikan perilakunya. Tidak ada yang berubah. Dia tetap lincah seperti biasanya, tetap menyenangkan hatiku juga, tidak terlihat murung, tetap bersemangat dan ceria. Hmm... jadi gosip yang mampir ke telingaku itu benar atau tidak sih?

Besok-besoknya, mulailah aku lebih intensif datang ke sekolah. Duduk-duduk bersama para ibu dan terlibat dalam obrolan dengan mereka. Dan mulai mencari tahu perihal gosip yang aku dengar. Para ibu tetap berkeyakinan bahwa anakku dikucilkan di kelasnya.
Berarti ada dua fakta yang aku terima:
1. Anakku dikucilkan di kelasnya (ini fakta yang aku dengar dari gosip ibu-ibu di sekolah).
2. Anakku tidak ada masalah apapun dengan teman-temannya (ini fakta yang aku dengar dari anakku sendiri)
Keduanya saling bertolak belakang.
Jadi.. mana yang benar?

Langkah berikutnya, aku pun mulai melakukan pengamatan di sekolah. Agak sulit karena akses untuk masuk ke dalam lingkungan sekolah itu tidak mudah. Sekolah steril dari lingkungan luar ketika jam pelajaran dimulai. Tapi, ketika saat makan siang dan shalat dhuhur tiba, gerbang sekolah dibuka untuk mereka yang ingin membawakan makanan untuk anaknya. Hanya ada waktu setengah jam tapi lumayanlah. Dari hasil pengamatan itu aku mendapat fakta baru. Yaitu:
1. Ternyata benar anakku tidak ada masalah apapun dengan teman-temannya. Dia tetap bermain dengan riang gembira dengan teman-temannya. Teman-temannya masih banyak.
2. Teman-teman anakku itu berasal dari luar kelasnya. Jadi dari kelas lain. Loh? Kemana teman-teman kelasnya? Ternyata, di kelas, anakku hanya punya dua orang teman.
Berarti dua fakta yang aku terima di atas ada benarnya.

Oh. Tidak. Itu berarti anakku benar dong dikucilkan di kelasnya. Kenapa? Kenapa?

Aku kembali mengajak anakku berbicara empat mata. Berbagai macam cara aku gunakan untuk mendekatinya agar dia mau bercerita tanpa merasa sedang diinterogasi. Level rasa ingin tahu dalam hatiku benar-benar melonjak tinggi tapi aku berusaha keras untuk terlihat tenang dan santai. Karena sekali saja aku terlihat "mau tahu banget" aku takut anakku malah jadi berusaha untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.

Dari hasil obrolan ibu dan anak itu aku jadi tahu bahwa semua masalah ini bermula dari permintaan anakku yang ingin berganti tas.
OMG.Dulu kenapa aku gak curiga ya?

Jadi, ada sekelompok anak di dalam kelas, yang kebetulan memiliki kemampuan untuk memobilisasi pendapat orang lain (ini kayaknya emang bakat-bakatan dan kebetulan anak itu dikaruniai bakat itu) dan kebetulan sekelompok anak itu adalah anak-anak yang TIDAK SUKA DENGAN FIGUR PRINCESS. Padahal, anakku itu amat sukaaaa (pake banget) dengan figur Princess. Itu sebabnya tas yang dia pakai ke sekolah gambarnya adalah gambar Princess.
Karena kesukaan yang bertolak belakang ini maka sekelompok anak-anak itu mengancam anakku jika tidak menuruti kemauan mereka maka anakku tidak akan ditemani oleh teman-teman sekelas.
NAH. Itu sebabnya di kelas anakku hanya punya 2 orang teman (setianya).

"Terus... kamunya kasihan dong jadi nggak punya teman."
"Nggap papah bu, kan aku masih bisa berteman dengan teman-teman dari kelas lain."

Ah. Syukurlah (aku langsung mengecup pipi anakku ketika dia mengatakan hal ini).

Tapi.. tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan bukan? Lalu bagaimana cara penyelesaiannya? Bersambung ke bagian ke tiga saja ya. Soalnya kepalaku pusing nih.  Sekalian nati aku cerita solusi untuk menghadapi Bullying di sekolah insya Allah. 

8 komentar

  1. bullying itu memang sesuatu yang menakutkan, kalau si anak betul2 kuat iman dan mental, hal sekecil itu tidak akan jadi masalah, tapi kalau si anak tidak kuat mentalnya haduh bisa bahaya. Bisa mengganggu perkembangan kejiwaan bahkan fisik anak..
    "Komentar dari orang yg pernah jadi korban bully, karna ga ngasih contekan.. :D"

    BalasHapus
  2. Analogi yang pas antara gosip dan asap: berawal dari hal kecil hingga menyebar luas seantero angkasa. :)

    BalasHapus
  3. anak sekarang kok kelakuannya kayak begitu ya...hanya karena tidak suka figur princess yang ada di tas teman,,,lalu mengajak satu kelas menjauhi......entah bagaimana kalau mereka sudah dewasa dan jadi pemimpin negeri ini.......,Keep happy blogging always…salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
  4. Dalam dunia intelijen,kebenaran sebuah informasi diberi label A1 s/d F6. A1 artinya keteranganya benar dan sumber informasinya bisa dipercaya sepenuhnya. Sedangkan F6, informasinya tidak benar dan sumber informasinya tidak dapat dipercaya.

    Saya dulu juga kena bully, ngasih uang 0,50 rupiah tiap hari. Selama 3 tahun. Saya takut sama dia terutama kalau kasti. Waktu saya sudah pangkat kapten dia saya tilpon, kataya gemetaran ha h ha ha ha. Padahal saya hanya tanya kabarnya karena waktu itu sama-sama bekerja di Kalimantan.

    Yang bagus memang punya teman banyak yang satu kelas. Nggak enak kan kalau teman sekelas jumlahnya 30 yang mau berteman hanya 2 orang.

    Perlu pendekatan lebih intens lagi Jeng

    Terima kasih artikelnya

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  5. Harus lebih intensif lagi pendekatannya, mbak.. kasihan anaknya.. kalo kena bully terus, bisa jadi down mentalnya.. terus kasih semangat n motivasi..

    BalasHapus
  6. Wah.. Ini ibu hebat banget bener-benar deh.. ga ada jarak gituh dengan Putranya sudah serasa Teman saja.

    BalasHapus
  7. "Karena kesukaan yang bertolak belakang ini maka sekelompok anak-anak itu mengancam anakku jika tidak menuruti kemauan mereka maka anakku tidak akan ditemani oleh teman-teman sekelas." > dari pengalaman pas kecil, atau pas ngajar, kadang2 anak2 kalau lagi ngambek2an bisa ajak2 teman2nya untuk ikutan ngambek juga sama teman yang lain, tapi kalau berlebihan nggak bagus ya, soalnya bisa menjurus ke bully.

    BalasHapus
  8. keren bangat informasihnya semoga bermanfaat ya!!!

    BalasHapus