Tips Menanamkan Gemar Membaca Pada Anak

Kemarin aku ceritanya ikutan GIVE AWAY SEMUA TENTANG DONGENG ANAK (bisa baca di [Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng dan datang beberapa komen yang kalau aku balas satu-satu, lalu dikumpulkan bisa jadi sebuah tulisan baru. Jadi, aku tulis saja dalam postingan khusus disini.

abaikan gambar ini. Ini aku pasang biar tulisannya gak sepi aja kok. hahahaha

1. Pertanyaan dari Mugniar:
Mmm ini nih kesulitan saya. Pada dasarnya saya orang yang tidak suka fiksi (tapi sesekali bisa baca fiksi) dan tenggorokan saya suka sakit kalo banyak ngomong (saya sering kena faringitis, tapi amandel saya sudah gak ada, sudah operas. Eh ini kenapa bahas amandel yak?) ... jadi utk urusan dongeng, saya pas.
Suami saya sebenarnya yang bisa mendongeng tapi anak2 malas dengarnya soalnya intonasinya flat hahaha.
Nah... buat Mugniar atau semua emak-emak sekalian (ini saya memberi jawaban bukan karena saya tahu; tapi kebetulan karena saya sudah melewati masa pengasuhan anak kecil. Anak saya sudah ada yang sudah besar, usianya bulan beberapa bulan lagi insya Allah 20 tahun).

Anak yang masih kecil-kecil, sebut saja balita, bahkan bagi mereka yang masih berusia di bawah sepuluh tahun (istilahnya baluta boleh gak ya?) tidak menuntut kok orang tua harus memiliki kemampuan bercerita dengan suara yang bisa diubah-ubah sesuai dengan karakter tokoh yang sedang diceritakan. Seperti misalnya jika menceritakan tentang raksasa maka suaranya diubah jadi sepertu suara yang berat dan menyeramkan... lalu suara nenek sihir itu melengking dan pasti ada suara tawa "hihihihihi"... atau suara kancil harus suara dengan intonasi mendayu-dayu.

Tidak. Para "baluta" tidak menuntut hal ini bisa dilakukan oleh orang tuanya. Meski jika ternyata orang tua bisa melakukannya otomatis akan menambah poin tersendiri. Anak jadi berasa lagi dengar suara "sandiwara radio" dan itu pasti menyenangkan. Tapi, kedekatan tubuh kita dan tubuh mereka ketika sedang bercerita, mereka mendengar suara nafas kita, mendengar seksama alunan suara kita, sesekali kita menyentuh mereka (baik untuk menggelitiki atau mengejutkan dia karena ada kisah kejutan di akhir cerita atau peragaan gerakan dalam cerita), merupakan hal-hal yang membuat anak menjadi merasa dekat dengan kita. Mereka tahu bahwa kita amat memperhatikan dan menyayangi mereka dan pengalaman ini luar biasa berkesan buat mereka. Insya Allah akan terkesan dan tertanam hingga mereka dewasa kelak.

Jadi, bercerita dengan suara flat, datar saja, ceritanya juga gak banyak variasi (karena gak semua orang tua suka dengar dongeng dan tahu dongeng), anak-anak "baluta" tetap suka kok mendengarnya. Karena sebenarnya yang mereka inginkan itu adalah masa-masa kebersamaan dan kedekatan dengan orang tuanya itu tadi.

Aku sendiri, pada putri bungsuku dulu ketika dia masih "balita" masih suka bercerita tentang dongeng khayalanku sendiri (ngarang aja sekenanya); tapi setelah dia beranjak besar dan usianya sekarang sudah 8 tahun, aku mulai jarang bercerita dongeng. AKu lebih sering bercerita tentang cerita seputar kehidupan nyata. Biasanya ceritaku aku sisipkan ketika aku mendampingi dia menonton televisi atau ketika dia selesai membaca buku.

Kenapa? Karena yang namanya anak-anak di bawah 10 tahun itu, jalan pikiran mereka masih amat sederhana. Dan pengalaman hidup mereka juga belum banyak. Sehingga, jika mereka melihat sesuatu, maka pemikiran sederhana mereka akan menerima dan mencernanya dengan sederhana juga. Nah, jika informasi yang masuk tidak sempurna, bisa terjadi hal-hal yang di luar harapan kita. Misalnya, jika dia melihat perilaku "remaja smp yang pacaran di sinetron" mereka langsung mencernanya bahwa "pacaran itu boleh jika sudah memakai seragam SMP". Itu misalnya.

Nah. itu yang harus diluruskan.
Bagaimana caranya? Dengan membiasakan diri untuk menjalin komunikasi dengan anak sedari mereka berusia dini. Salah satunya melalui kegiatan bercerita.  Jika sejak usia mereka dini kita tidak pernah mendekatkan diri kita pada mereka, maka tunggu saja, ketika remaja mereka pun akan menjauh dari kita.
Duh. Naudzubillah min dzaliik.

2. Pertanyaan dari Kania Ningsih
.mba..anakku syg kecil suka sobek2 buku dongengnya bahkan yg hardcover..heuheu gimana ya? Eh ko malah nanya.ide bagus besuk anak kasih buku...

Jawab: Nah, buku yang dibelikan pada anak itu, harus disesuaikan dengan usia mereka. Berapa usia anak mak Kania?

Pada anak-anak batita (bawah tiga tahun) yang umumnya belum bisa membaca banyak-banyak dan lebih menyukai buku dengan gambar yang lebih banyak ketimbang tulisan, berikan buku Picture Book. Buku-buku Picture book itu umumnya didesain dengan lembar kertas yang tebal, dan tahan banting bukunya. Jadi mau digigit-gigit, dibanting, diompolin, disiram air panas, ketumpahan air dingin, kena muntahan makanan, diolesin lepehan makanan dari mulut, dilempar, di-ojog-ojog, dia tetap bisa bertahan (meski mungkin kalau dia bisa ngomong dia akan berteriak "gue nyeraaaahhh" sambil mengibarkan bendera warna putih... hahahaha).

Ini nih bukunya seperti ini biasanya:
gambar buku ini aku comot dari blognya Lidya Fitrian tanpa seijin beliau tapi aku yakin beliau baik hati untuk mengijinkannya (maksa.com).
atau... buku yang terbuat dari kain dan teksturnya empuk seperti ini:

kalo gambar buku yang ini dagangan buku  orang sih yang aku ambil. 
3. Komentar dari Rina Rinz:
wah, seru....
penge juga ah, beli kontainer untuk buku-buku si kecil...
Makasih mbak Ade, inspirasinya :)
Jawab: Kenapa akhirnya aku memilih untuk meletakkan buku-buku anakku di sebuah boks plastik bukan di dalam lemari buku? Karena:
a. Di lemari buku itu letaknya harus disusun tegak-tegak berdiri gitu. Padahal, usia putri bungsuku ini dia akan membaca suka-suka dia. Dia suka mencari buku dengan tergesa-gesa seperti ini:.

"Bu.. jam berapa sekarang?"
"Jam tiga. Kenapa?"
"Jam setengah empat aku mau nonton disney channel. berarti aku masih ada waktu buat baca buku ceirta."

Lalu dia tergopoh-gopoh memanfaatkan waktu setengah jam yang dimilikinya untuk mencari buku, menariknya begitu saja dan karena asal tarik jadi buku yang ada di sebelah buku yang dia tarik ikut tertarik dan terjatuh.. akibatnya.. berantakan deh susunan buku di rak buku.
Nah... di dalam kontainer boks plastik, dia bisa menarik buku yang dia inginkan sesuka hati dia. Tidak takut ada yang terlempar ke luar... Lagipula jika pun berantakan, maka tutup boks plastik itu bisa ditutup dengan mudah jadi sisi berantakannya tidak terlihat oleh Publik (kecuali jika si ibunya pingin pamer di facebook betapa berantakannya anaknya... hahahahahaha.... ini aku banget nih, untung saja suamiku rajin ngingetin "emang penting, De?"... xixixixii.

ini boks bukunya sama dia ditarik di depan tv. Jadi, kalau lagi ada iklan, dia baca buku, kalau acaranya mulai lagi dia nonton. dan boks ini bisa jadi tempat duduk juga sih buat badannya yang belum seberat badan ibunya... hahahahha


b. Karena ada roda di boks plastik ini, jadi dia bisa mendorong boks "harta karun" (ini sebutanku untuk boks bukunya Hawna) kemana saja sesuka hati dia. Di depan tv atau ke dalam kamar. Tergantung kebutuhan. Karena, membaca buku itu repot kalau harus gotong-gotong beberapa tumpukan buku. Dengan boks plastik itu dia bisa leluasa memilih buku yang akan dia baca dimana saja. Dan bisa menyortirnya dimana saja juga.

c. a dan b benar (ishhh.. penting ya nulis poin c?)

oke yes ya teman-teman?

 4. Komentar terakhir seputar putra sulungku yang ganteng... hmm... gak usah dibahas deh. hehehe (apa sih? Ngapain ditulis disini kalau gak mau dibahas? Aih).

ini foto timeline facebook putra sulungku itu yang aku suka aja lihatnya. 


[Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng

Waktu masih kecil aku tuh penyakitan orangnya. Tubuhku memang ringkih. Banyak alerginya sehingga penyakit Asma bolak balik kumat. Sepanjang duduk di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, nyaris setiap tahun ada saja bulan dimana aku pasti dirawat di rumah sakit. Jadi, para dokter dan suster di rumah sakit waktu itu sudah seperti saudara. Nyaris semuanya sudah hafal denganku.

"Eh... Ade. Datang lagi. Mau kamar yang biasa ya?"

hahahaha. Aku memang punya kamar kesukaan, yaitu kamar dengan tempat tidur yang menghadap jendela. Tempat tidurku berbentuk boks dengan jeruji besi di sekelilingnya. Jadi, jika sedang tidak ada yang besuk, aku hanya berdiri di pinggir pagar tempat tidur sambil menikmati pemandangan langit biru dan keramaian lalu lintas di luar rumah sakit (dulu selalu dirawat di RSPP, Jl. Kyai Maja Jakarta). Hanya beberapa kali aku harus masuk ruang isolasi, yaitu ketika Bronchitisnya kumat. Dan karena Bronchitis itu menular, maka aku ditempatkan di ruang isolasi. Yaitu ruang dimana hanya punya satu buah dinding sedangkan selebihnya adalah kaca-kaca lebar mirip Aquarium. Semua pengunjung bisa melambaikan tangan, menunjuk-nunjuk,berbisik, tertawa, dan sebagainya di luar "aquarium"ku. Suara mereka tidak bisa kudengar. Tapi, buah tangan mereka bisa selamat sampai di pangkuanku. Ada buah, mainan dan mainan. Mainannya banyakkkk sekali. Karena aku nyaris jatuh sakit setiap beberapa bulan sekali. Jadi, sebelum mainan itu rusak, aku sudah jatuh sakit. Lalu diopname lagi, dan pengunjung membawa mainan baru sebagai buah tangan mereka. Karena banyaknya mainan, sampai sekardus televisi, maka oleh ibuku semua mainan itu dibagi-bagikan ke tetangga, juga dikirim ke Palembang dan Dusun ayahku di Bumi Ayu, yang ada di pinggir Sungai Musi, Sumatra Selatan.

Akhirnya, suatu hari, ayah, yang memang punya banyak kenalan yang bersimpati atas penyakitannya putrinya tersebut (yaitu aku) akhirnya membuat sebuah kebijaksanaan.
"Tanpa mengurangi rasa hormat. Bagaimana jika yang berkunjung tidak usah membawa makanan, buah atau mainan. Tapi, bawakan saja anak saya buku cerita."

nih.. buku cerita macam ini nih, bisa jadi sahabat yang amat baik bagi anak-anak.
Ini adalah buku kumpulan dongeng anak karya Hastira Sukardi


Dan... dimulailah masa perkenalanku pada hobbi membaca buku cerita, khususnya dongeng.
Tahu sendiri kan, jika sedang sendirian di rumah sakit (terutama jika sedang berada di ruang isolasi), tidak ada yang bisa aku ajak bercakap-cakap. Semua orang tidak boleh mendekat soalnya. Jadi, aku benar-benar merasakan seperti "lonely fish in Aquarium". Kedatangan buku-buku cerita yang dijadikan buah tangan untuk mengunjungi anak yang sedang sakit itu, benar-benar sebuah hiburan yang luar biasa.

Ada beberapa alasan kenapa buah tangan berupa buku cerita dongeng memiliki kelebihan bagi anak yang sedang sakit:
1. Karena, kita tidak pernah tahu apa saja pantangan makanan yang ditentukan oleh dokter. Lagian, orang sakit suka gak doyan makanan. Jadi, buah tangan makanan biasanya dimakan oleh keluarga si sakit. Bukan si sakitnya.
2. Mainan itu asyik. Tapi, mainan sering menjadi sesuatu yang membosankan dan merupakan barang yang usianya tidak panjang. Aku pernah merasakan bosan sekali dengan mainan yang terus bertambah. Buat apa mainannya banyak jika tidak ada teman yang bisa diajak bermain?
3. Buku cerita dongeng itu bikin imajinasi anak jadi berkembang dan ini bisa mengusir rasa bosan bagi si sakit. Imajinasi yang berkembang bisa membuat anak menjadi kreatif insya Allah.
4. Yang terakhir, otak dagangku mulai bekerja dengan baik. Jadi, ketika aku sehat, buku cerita yang aku miliki bisa aku sewakan ke anak-anak tetangga. hehehehehe.

Karena sering mengisi waktu dengan membaca buku cerita, maka nyaris semua cerita anak jaman dahulu atau cerita anak klasik sudah aku hafal di luar kepala (maklum, ketika dokter mengatakan aku harus masuk rumah sakit, maka pesanku pada ibu hanya satu: "Tolong bawain ade buku cerita ya."... Ibu sering asal saja membawa buku ceritanya dan karena aku tidak ada pilihan, jadi ada beberapa buku yang aku baca berulang kali ceritanya hingga beberapa hafal deh ceritanya.  Nah, ingatanku pada jalan cerita di buku cerita dongeng inilah yang ternyata membawa berkah tersendiri padaku ketika kini sudah memiliki anak.

Anak-anakku, sejak kecil memang aku tularkan kegemaran untuk membaca. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menceritakan pada mereka sepenggal dua penggal cerita dongeng yang aku ingat ketika kami sedang berbaring bersama-sama di kamar. Aku tidak memerlukan buku cerita dongeng karena aku hafal banyak cerita dongeng; jadi lampu kamar bisa dimatikan. Biarlah imajinasi masing-masing berkembang mendengar cerita dongengku. Nah, setelah mendengar cerita dongengku, anak-anakku yang dari kecil selalu punya rasa Kepo yang tinggi, akhirnya jadi penasaran dengan ceritaku. Jadilah mereka mencari buku ceritanya. Dan itulah awalnya anak-anakku gemar membaca semua.

semua buku cerita milih Hawna aku masukkan ke dalam kontainer plastik. Pulang sekolah putri bungsuku ini selalu membuka kotak  harta karunnya tersebut dan akhirnya.. asyik membaca buku cerita dongengnya

Kegemaran membaca buku cerita dongeng sejak kecil itu ternyata menjadi pembuka kegemaran anak-anakku untuk membaca. Setelah mereka tidak lagi kecil, mereka bisa betah membaca buku setebal apapun. Itu sebabnya pada banyak orang tua lain, aku selalu memberi saran: tidak perlu membatasi bacaan dongeng pada anak-anak. Yang perlu itu adalah memberi ruang bagi mereka untuk berdiskusi dan menceritakan kembali apa yang mereka baca dan cerna. Dengan begitu, kita bisa melakukan pelurusan jika ternyata ada imajinasi yang melenceng dari misi kebaikan yang ingin disampaikan oleh buku cerita dongeng yang mereka baca. Jika anak-anak sudah sampai di usia yang lebih matang, mereka insya Allah bisa kok membedakan mana yang "cuma ada di cerita negeri dongeng aja" dan mana yang "terjadi di dunia nyata".

ini putra sulungku yang sudah berusia 19 tahun lewat beberapa bulan. Dulu dia pernah menjadi anak kesayangan guru Biologinya karena kegemarannya membaca buku biologi yang tebalnya kayak Yellow Pages itu. Awal kegemaran membacanya karena waktu kecil dia punya koleksi buku cerita dongeng yang banyak sekali
Membaca itu adalah jendela pengetahuan bagi dunia yang amat luas.

----------------------
Tulisan ini diikut sertakan dalam [Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng yang diadakan oleh Mamah Tira dalam event GIVE AWAY SEMUA TENTANG DONGENG ANAK

Satinah dan Hukuman Mati

Dulu, waktu aku ikut mendampingi suamiku belaar di Sydney, Australia selama beberapa kurun waktu, aku sempat mendengar beberapa selentingan kabar tentang kebijakan Pemerintah Australia terhadap warga pendatang mereka. Australia memang terbagi dua sikap masyarakatnya terhadap warga pendatang. Ada yang menyambut semua warga pendatang dengan tangan terbuka dan ada yang tidak begitu menyukai warga pendatangnya. Perbedaan sikap ini juga terlihat di Parlemen mereka. Itu sebabnya ada yang terlihat sedikit rasis ada juga yang kebalikannya.

Tapi, dalam pemahamanku sih sikap "unwelcome" masyarakat Australia itu lebih karena kekhawatiran bahwa lahan pekerjaan mereka cepat atau lambat akan ditempati oleh para warga pendatang. Maklum, ada standar gaji yang harus diterapkan dan standar itu cukup tinggi bagi pengusaha. Cara cepat untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menerima warga pendatang untuk dipekerjakan karena hanya warga pendatang yang mau menerima diberi upah di bawah standar dan mereka ini umumnya tidak berani protes atau melakukan demo penolakan. Kenapa? Karena, ada banyak warga pendatang yang sebenarnya adalah pendatang gelap. Mereka datang ke Australia dengan Visa Turis atau Visa ikut kursus kilat; ketika masa tenggata waktu Visa mereka habis, mereka tidak segera pulang ke negara asalnya lagi. Ya, karena memang niatnya ingin menjadi warga negara Australia. Jadi, Visa yang mereka kantungi itu lebih semacam "karcis masuk ke Australia" saja. Jika sudah masuk, mereka tidak mau keluar lagi. Sudah diniatkan dari awal. Nah, karena posisinya adalah pendatang gelap, maka mereka tidak berani macam-macam. Asal bisa dapat uang untuk makan, bayar sewa rumah dan nabung, ya sudah (oh ya, di Sydney itu, tagihan listriknya murah sekali dan listriknya tidak dibatasi pemakaiannya. Tarif telepon pun demikian, murah sekali. Yang mahal hanya biasa berobat saja sepertinya, dan potongan pajak yang tinggi)

Pemerintah Australia tentu saja tahu perlaku para pendatang gelap ini. Itu sebabnya mereka akhirnya menerapkan kebijakan "reward dan punishmen" untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu, barang siapa yang mengetahui dan mau melaporkan dimana terdapat pendatang gelap ini, maka pemerintah akan memberikan uang jasa untuk informasi yang diberikan. Aku gak tahu besarnya sekarang berapa, tapi ketika dulu besarnya adalah $100 untuk satu kepala. Hm... lumayan kan buat yang butuh duit?

Gara-gara kebijakan ini makanya sesama warga pendatang gelap haruslah kompak dan hidup rukun dan "tahu-sama-tahu-saja-tolong-dirahasiakan".

Suatu hari, kebetulan seorang kenalanku yang memang aku tahu posisinya adalah pendatang gelap dan sudah bertahun-tahun bekerja di Sydney, terlibat keributan dengan rekan kerjanya di pabrik yang kebetulan berasal dari Vietnam. Bedanya, si Vietnam ini sudah resmi menjadi warga negara Australia. Akibat ribut ini, maka si Vietnam ini sakit hati pada kenalanku itu. Sekejap, dia pun melayangkan laporan keberadaan kenalanku itu pada pemerintah. Dan... kehebohanpun dimulai. Suatu hari, kenalanku itu digerebek di tempat kerjanya, digelandang ke tempat penampungan dan hanya diberi waktu beberapa hari untuk membenahi segala sesuatu yang dia miliki karena dia akan segera dikirim balik ke Indonesia dengan: kapal laut. Wah. Heboh. Jangankan untuk melakukan garage sale untuk semua perabotan rumah tangga yang dia miliki, mengepak barang pun dilakukan dengan buru-buru. Lalu meminta surat pengatar dari sekolah anak-anaknya. Lalu mengirimkan beberapa barang lewat paket ekspedisi ke tanah air. Dan tidak sempat meminta uang gaji terakhir dari pabrik tempatnya bekerja. Menyedihkan memang.

Tapi demikianlah, meski menyedihkan kesalahan tetap harus dihukum. Bagi Australia keberadaan warga pendatang ini memang merugikan. Karena, mereka tidak pernah membayar pajak (kecuali jika mereka membeli barang-barang yang sudah terkena pajak otomatis). Mereka juga tidak memberi tamabahan bagi arus uang berputar bagi kas negara tersebut (karena biasanya penghasilan yang mereka terima langsung ditransfer ke keluarganya di negara asal). Dan yang lebih tidak menyenangkan bagi pemerintah Australia adalah kenyataan bahwa ternyata kejahatan banyak terjadi di wiliayah yang ditempati oleh mayoritas warga pendatang. Entah apa korelasi antara warga pendatang dan tingkat krimininalitas yang terjadi. Tapi aku pikir sih karena "kemiskinan itu lebih mendekatkan seseorang ke arah kekafiran". Artinya, karena situasi yang amat sulit, orang jadi lupa pada norma-norma kebaikan dan terpuji. Yang ada adalah, gimana caranya agar bisa makan hari ini. Dan gimana caranya agar tidak diganggu ketika sedang berusaha mendapatkan makanan.

Nah.... beberapa hari yang lalu, di wall facebookku hadir sebuah ajakan untuk membantu Sutinah dari seorang teman.

ini potongan status facebook yang dishare di wallku itu

Begitu dapat share-an ini, aku sebenarnya langsung menuliskan komen yang panjang. hahahaha.... ini namanya komen gak pake mikir. Intinya sih, aku menulis kenapa harus bingung menjelaskan apa itu hukum pancung. Karena buatku sendiri, kasus Sutinah ini:

1. Ini adalah penerapan dari hukum Islam. Pada beberapa orang penerapan hukum Syariat Islam memang mungkin terkesan sadis dan kejam dan jika dilihat begitu saja, tampak seperti bertentangan dengan penerapan penghormatan pada hak-hak asasi manusia. Tapi, sesungguhnya penerapan hukum Islam itu membawa keadilan dan memiliki efek jera yang cukup efektif bagi pelaku tindak kejahatan. Tapi kalau dikomentari bahwa ternyata di Arab Saudi sendiri tetap saja yang namanya pelaku tindak kejahatan tidak berkurang, itu sih kembali pada pilihan manusianya sendiri. Sudah jelas terlihat hukumannya ini dan ini, tapi kok nekad melanggar. Jadi... pilihan si penjahatnya kan?. 
Nah, salah satu penegakan hukum Islam itu adalah hukuman mati bagi pembunuh. Menghilangkan nyawa orang lain itu sebuah perilaku kejahatan yang tidak bisa dipandang ringan. Tapi... hukuman mati ini bisa ditunda jika:
- Salah satu atau seluruh ahli waris korban pembunuhan masih di bawah usia untuk menghasilkan pendapat apakah dia ingin memaafkan pelaku atau tidak. 
- Selurh ahli waris bersedia memaafkan pelaku.
Jika mereka sudah memaafkan, maka berlakulah hukum Diyat; yaitu uang darah; uang yang harus dibayar untuk mengganti rasa sakit akibat kehilangan. (korban pembunuhan, biar bagaimanapun pasti meninggalkan anggota keluarga yang membutuhkan dia. Jika korban seorang ibu, maka ada anak-anak yang butuh kehadiran ibu mereka. Jika dia bapak2, maka ada keluarga yang kehilangan sosok pencari nafkah. Dan jika dia seorang pemuda atau pemudi, maka keluarganya kehilangan sosok yang akan menjadi pelindung dan membantu mereka di masa depan, ketika orang tua mereka sudah uzur). Jadi... uang darah itu adalah uang untuk menerapkan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan. Tidak ada istilah "menjual nyawa" seperti yang dipersangkakan oleh orang-orang yang tidak mengerti. 

2. Ini kasus kejahatan serius loh. Pengadilan di sana itu kan pengadilan yang cukup adil. Mempertanyakan proses keadialn di ruang pengadilan sana itu, sensitif banget. Rasanya tidak masuk akal jika kasus yang terjadi tahun 2007 (jadi bukan kasus yang terjadi baru-baru ini saja), mengalami proses pembukaan fakta-fakta yang sembrono dan akhirnya menghasilkan keputsan yang sembrono juga. Pasti ada fakta-fakta di pengadilan. Dan fakta-fakta keadilan disana adalah: Satinah mengakui telah membunuh dan merampok majikannya. Dan itu dilakukan oleh Satinah dengan sebuah perencanaan dan kesengajaan. Beritanya bisa dibaca disini, disini dan disini juga disini. 

gambar ini aku ambil dari Tempo.co.id
3. Para TKI itu benar adalah pahlawan devisa kita. Ini aku akui. Puluhan triliun telah disumbangkan oleh para TKI kita dari luar negeri (TKI disini bukan hanya untuk para Blue Collar tapi juga para White Collar). Tapi, ketika mereka melakukan kejahatan di negara lain, maka penting bagi kita untuk merenung kembali ... "apakah nasionalisme itu menepis kejahatan yang terjadi?" 
"Apakah nasionalisme itu berarti membaurkan yang hitam dan putih agar bersatu tanpa memandang perbedaan di antara mereka?"

Berusaha membela kemanusiaan harus ditegakkan. Aku setuju. Tapi, ganjaran bagi pelaku kesalahan tetap harus dilakukan. Karena, seperti yang penyair Rumi katakan: 

"Penting bagi Raja untuk menggantung orang yang bersalah di hadapan orang banyak karena sesungguhnya orang banyak akan melihat itulah akibat yang akan mereka terima jika melakukan kejahatan"
Eh.. jadi aku mau ngomong apa ya? hehehe... (jujur, aku takut salah ngomong sih sebenarnya).
Intinya sih, yang terancam terkena hukuman mati itu sebenarnya bukan hanya Satinah loh. Tapi ada banyak. Ratusan malah jumlahnya (baca ini di koran tempo: 265 TKI terancam hukuman mati). Dan jika semua harus ditebus oleh pemerintah semua ya... sulit sih (baca deh ini  Pemerintah Sulit Bayar Uang Tebusan TKI di Arab). 

Jadi.... karena ini kasus sensitif dan kayaknya teman-teman banyak yang sensi mendengar pendapat yang berseberangan, akhirnya komenku aku hapus lagi. hehehehehe.... 
Tapi penayangan status yang berkali-kali dari teman-teman di facebook bikin aku gatel untuk bersuara. Jadi.. aku tulis saja deh pendapat pribadiku disini. 
Mohon maaf jika ada di antara kalian yang tidak berkenan atau tidak sependapat denganku.
Aku hanya ingin mengingatkan saja, "Sudah benarkah pilihan kita ketika sedang memihak dan membela seseorang?"

Aku selalu berdoa agar Satinah dan semua TKI kita senantiasa diberi yang terbaik dan jika pun mereka yang bersalah diberi pengampunan dan kebebasan, semoga ke depannya mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

Bingung Milih Pemilu 2014 nanti (part 2) : Jangan Golput

Kemarin pas naik taksi aku dengar tanya jawab di radio Am yang disiarkan di taksi tersebut.
"Pak.. gedein dikit dong." (ujarku pada pengemudi taksi. Si supir taksi langsung gedein dan kami pun mendengarkan bersama siaran radio tersebut).

Ada beberapa point yang aku setuju dengan tanya jawab tersebut. Yaitu:

1. JANGAN GOLPUT.

Hmm, aku tuh termasuk orang yang selalu mengatakan pada banyak orang bahwa aku bukan orang partai. Posisiku netral. Itu sebabnya selama beberapa waktu, sesudah dan sebelum Pemilu atau Pilkada, aku selalu menolak untuk mengatakan AKU MILIH APA atau SIAPA.

Makanya beberapa kali ada teman yang memasukkan aku ke dalam group-group yang berafiliasi ke partai tertentu, aku selalu menolak untuk dimasukkan ke sana. Dan itu tegas aku katakan alasanku: yaitu bahwa aku ingin berdiri di luar saja. Tidak ingin masuk ke dalam lingkaran partai tertentu.

Ada beberapa keuntungan posisi netral yang aku jalani tersebut. Yaitu:
a. Aku tidak terikat kewajiban untuk mendukung calon yang diajukan oleh partai tertentu.
b. Karena tidak ada kewajiban untuk mendukung, maka aku juga terbebas dari kewajiban untuk mempublikasikan calon yang diusung oleh partai tertentu agar orang lain bisa ikut mendukungnya.
c. Karena terbebas dari kewajiban untuk mempromosikan calon tersebut, aku punya kesempatan untuk melihat kekurangan dan kelebihan dari tiap-tiap calon yang diusung oleh semua Partai Politik.
d. Karena bisa melihat kekurangan dan kelebihan dari tiap-tiap calon, maka aku tahu bahwa ketika aku menjatuhkan pilihanku di bilik suara nanti, pilihanku itu lahir bukan karena orang lain tapi karena olah pikir dan kesadaranku sendiri.
e. Alasan terakhir di atas itu bikin aku: PUAS DAN LEGA. Jadilah aku bisa melaksanakan LUBER dengan benar. hehehehe.

Nah... Kenapa aku tidak memilih untuk GOLPUT? 
Karena aku tahu, bahwa ketika aku GOLPUT maka itu berarti:

1. Aku menyerahkan begitu saja kepada orang lain untuk menentukan siapa yang akan mewakili suara orang banyak nanti untuk memimpin negeri ini. OH... TIdaaaakkk..

Aku tidak percaya dengan pilihannya si Mawar (cuma nama samaran) yang (maaf) pendidikannya lebih rendah dari aku. Atas dasar apa dia memilih seseorang nanti? Jangan-jangan cuma berdasarkan fisik belaka saja. Aduh.. duh... Nggak deh. 
Aku juga tidak percaya pada pilihannya si Melur (cuma nama samaran) yang (maaf) mata duitan banget jadi dia akan mendukung siapa saja yang berani memberi dia duit yang banyak. Cuih. No Thanks.
Aku juga tidak percaya pada pilihannya si Anggrek (cma nama samaran) yang jika diberi pilihan selalu memilih berdasarkan lubang kancing saja. 

Nah.. karena aku tidak mau orang lain mewakili suaraku, maka aku pun memilh untuk TIDAK GOLPUT.

2. GOLPUT itu membuat kesempatan untuk si curang memanfaatkan suaramu yang tidak terpakai. Jadi, kertas suara itu kan sudah dijatah-jatahin nih berdasarkan jumlah peserta pemilu. Nah, jika ada kertas suara yang kosong, maka bisa saja terjadi kecurangan. Yaitu, si curang berhasil memanfaatkan kertas suara yang tidak terpakai itu untuk diisi dengan nama yang ingin dimenangkan. 

KARENA MENCEGAH KEMUNGKARAN ITU LEBIH DIPRIORITASKAN KETIMBANG MENEGAKKAN KEBAJIKAN, MAKA JANGAN GOLPUT DEH.

3. Kita harus terlibat dalam memilih siapa yang akan memimpin kita. 
Jadi, kita tahu dan sadar siapa yang pantas untuk memimpin kita. Syukur-syukur sih kita tahu sosok orang yang kita pilih tersebut.

Jika kita GOLPUT, memang benar sih kita bisa mengembangkan dalih: "GUE GAK IKUT-IKUTAN LOH. KAN LO YANG MILIH DIA, BUKAN GUE.", tapi kita tidak memberikan output apapun sebenarnya dalam hal ini.
Jadi sama seperti, kita teriak-teriak, "Gue gak suka Mawar... Mawar bau kaki."
Tapi, pas ditanya, " Ya udah, kita gak usah milih Mawar. Terus, elu ada saran gak siapa yang harus dipilih buat gantiin Mawar?"
dan jawaban lo adalah: "GUE GOLPUT AJE."
nah.. berarti jika ternyata si Melati yang menang, padahal Melati bau ketiak, maka elo gak bisa nyalahin teman lo. Karena GOLPUT itu sama artinya dengan TERSERAH ELU, GUE NGIKUT AJE. 

Kalo udah begini, ya sudah, dinikmati deh bareng-bareng suasana bau ketiak yang semerbak. hehehehehe.

Oke. Jadi, kalo golput dilarang terus, kalau pilihan yang ada jelek-jelek gimana? Nah.. mari kita amati lebih dalam lagi. Di antara yang jelek-jelek menurut kamu itu, siapa yang jeleknya paling mendingan? Karena, gak mungkin semua rata jelek semua. Pasti ada yang paling mendingan. Nah... mungkin si yang paling mendingan ini bisa kalian pilih.
Gimana? Setuju?



--------------
AKU BUKAN ORANG PARTAI
AKU NETRAL TAPI AKU TIDAK GOLPUT

Bingung MIlih Pemilu 2014 Nanti? (part 1)

[Lifestyle] Hayoo ngaku siapa yang masih bingung mau milih siapa tanggal 9 April 2014 nanti? Tulisanku ini tidak iklan atau kampanye atau review titipan dari partai manapun nih. Aku menulis karena aku merasa pingin menulis sesuatu jelang Pemilu 2014 ini.

Nah, kali ini aku mau ngasih tahu biar kalian tidak bingung menentukan siapa yang harus dicoblos tanggal 9 April 2014 nanti.
Ingat ya, yang kita pilih tanggal 9 April itu adalah calon Anggota DPR, DPRD dan DPD. Mereka yang akan jadi wakil kita ceritanya untuk duduk di gedung MPR/DPR sana. Dan konon, akan membawa suara aspirasi kita (tentu saja suara yang ditampung lewat  suara Partai yang mereka wakili ya).

Perempuan Emas bernama Srikandi Merah Putih

[Lifestyle] Pernah gak suatu hari kalian membenci sesuatu dan mengajukuan protes? Aku pernah.
Pernah gak suatu hari kalian membenci sesuatu dan ingin menjauhinya saja sejauh mungkin? Aku pernah.

Aku pernah membenci orang-orang Indonesia. Persoalannya sepele saja, karena aku rajin mengikuti berita di media cetak dan televisi yang terus-menerus mengangkat sisi negatif dari rakyat di negara kita ini. Bapak yang memperkosa anak kandungnya sendiri, ustad yang mencabuli anak didiknya, ibu yang membunuh anak kandungnya, nenek-nenek yang sudah tua diperkosa secara brutal oleh gerombolan pemuda pengangguran, penipuan disana sini, kejahatan disana sini, pertengkaran dimana-mana, perkelahian yang terjadi di banyak tempat, perseteruan yang menjadi hal yang amat biasa terjadi, WUAAA.... semua bertumpuk, menggumpal dan akhirnya:

Tidak Berguna Yang Berguna: Teman

Manusia itu makhluk sosial kata Aristoteles. Artinya, dia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Bahkan meski untuk sesuatu hal yang tidak berarti sekalipun, tetap saja keberadaan orang lain di sisinya dibutuhkan. Itu sebabnya jika ada orang yang menyendiri, lalu menolak kehadiran orang lain di dekatnya, dan benar-benar menolak keterlibatan siapapun di sisinya, bisa dikatakan bahwa orang tersebut sedang mengalami kondisi "tidak sehat" jiwanya.

Karena kebutuhan akan kehadiran orang lainlah maka sebuah pertemanan pun dijalin dengan berbagai macam niat dan alasan.
Kehadiran seorang teman itu lebih berarti bahkan ketimbang harta yang berlimpah. Bersama teman, kita sebagai manusia bisa membagi beban hidup yang berupa beban pikiran. 
Kehadiran disini, tidak mesti harus berupa wujud harus dalam sebuah pertemuan fisik bahkan (meski kehadiran fisik tentu selalu memberi nilai tambah yang positif). Dan ini adalah ceritaku tentang seorang teman yang hanya bisa aku jumpai dalam untaian sms ketika kami berkomunikasi karena ada jarak tempat yang memisahkan kami yang cukup jauh (sebelumnya, ini aku tulis jadi status facebook). 

Seorang teman beberapa minggu lalu selalu mengirimiku sms yang berisi curhat kekesalannya karena kondisi kehidupannya yang memprihatinkan. SMS-nya panjang kali lebar kali tinggu hingga berubah menjadi volume yang amat besar. Banyak. Dan aku hanya membalasnya dengan satu kata saja: bersabarlah.

- Anakku sakit. Tapi aku tidak punya uang sepeserpun.
- Astaga. Uang di dompetku hanya cukup untuk membeli beras dan sepotong ikan saja hari ini, tapi di tengah jalan tadi ada orang yang merampokku dan memaksaku untuk menyerahkan uang tersebut. Padahal anakku masih sakit dan belum makan dari pagi. Aku ingin menangis saja rasanya kak. Teganya orang tersebut.
- Duh, hari ini ternyata ada bazar murah hingga tidak ada seorang pun pembeli yang mampir untuk membeli daganganku.

Lalu temanku itu terus mengirimiku sms dan sms dan sms yang isinya kurang lebih sama, keluhan dan kekesalan dan kekecewaan. Dan balasan smsku selalu sama, hanya satu kata : bersabarlah.Akhirnya, dia berhenti mengirimiku sms.
Hidup memang berisi persoalan dan persoalan yang tiada pernah berkeputusan. Ketika sebuah persoalan hidup yang satu selesai, maka muncul persoalan hidup yang lain. Pada beberapa orang, kemunculan persoalan hidup yang tidak berkesudahan itu tentu saja membuat hidupnya menjadi begitu sibuk. Dan pada akhirnya, membuat lelah. Aku tahu pasti, temanku itu pasti merasa lelah dengan persoalan hidupnya yang terasa tidak ada akhirnya. Dan aku tahu dia pasti kesal dengan nasehatku yang selalu sama. Tapi... memang itulah pilihan jawaban atas semua persoalan hidup yang dia hadapi saat ini menurutku. 

Sabar itu, memang hanya sebuah kata. Tapi makna yang terkandung di dalamnya amat berat untuk diterapkan. Padahal, jika saja sabar itu sukses di terapkan, maka yang lahir kemudian di dalam hati seseorang adalah perasaan IKHLAS. Ikhlas menerima persoalan hidup yang datang menerpa sebagai bagian dari proses kehidupan itu sendiri. Ikhlaslah yang kelak akan melahirkan sebuah rasa bahwa di balik semua kesulitan selalu diiringi dengan kemudahan. Tidak pernah dan tidak akan pernah Allah SWT memberikan sebuah kesulitan pada makhluk ciptaan_Nya tanpa bekal kemudahan di balik kesulitan tersebut. Dan .... aku percaya bahwa temanku tersebut sedang dituntun untuk mendapatkan kemudahan untuk mengatasi persoalan hidupnya. 

dan tiga malam lalu, (akhirnya) dia kembali menulis sms kepadaku:
"jujur nih, aku sebenarnya kesal karena balasan smsku selalu kakak balas dengan satu kata saja. Kenapa sih kakak tidak memberi balasan yang panjang? Kakak bosan ya dengan keluhanku? kakak tuh.... " (kembali mengomel dan marah2 dan curhat keluhan yang panjang).
Akhirnya, aku pun membalas semua smsnya tidak dengan satu kata lagi:
"Tidak. kakak tidak kesal. Hanya saja, jika kamu mengeluh dan kakak tanggapi, nanti kamu jadi senang hati dengan keluhanmu itu. Dan karena senang lalu keluhanmu akan semakin berkobar melebar. Pada akhirnya, karena mendapat dukungan, kakak takut kamu jadi menyalahkan Tuhan."
Lalu dia membalas: "Itu sebabnya aku benci kakak." Aku diamkan saja smsnya. Tidak membalas apa2. Dia berhenti mengirimiku sms.
Sepi.
Handphoneku tidak lagi bergetar oleh notif dari dia.
Dan aku pun tidak berusaha untuk menghubunginya. 
Aku percaya pada apapun keputusan yang akan diambil oleh temanku itu. Jika dia merasa berteman dengan ku tidak membawa manfaat, maka aku tidak akan memaksanya untuk terus berteman denganku. Jika dia merasa bahwa kehadiranku mengganggunya, maka aku akan memaafkannya. Dan jika dia memutuskan untuk tidak akan menghubungiku lagi dengan sms-sms-nya. 
well.
Apa boleh buat. Aku hanya bisa mendoakan agar dia baik-baik saja. 


Tapi semalam dia kembali mengirimiku sms: "Aku benci kakak. Tapi aku kangen pingin curhat lagi sama kakak. Masih boleh kan kak aku curhat dan marah2 gaje ke kakak? Aku benci kakak, tapi setelah lama tidak menyapa kakak, aku jadi tahu bahwa aku sayang banget sama kakak. Aku sayang kakak karena Allah. Maafin aku ya kak."Akhirnya, aku jadi senyum sendiri dan tanpa terasa.. jadi terharu sendiri.

 Lalu dia kembali mengirimiku sms dengan berbagai keluhan, curhat, kekesalan, kekecewaan dan balasan smsku padanya tidak banyak kata. Tapi kali ini ada tambahannya, yaitu aku menambahkan icon senyum di ujungnya.
Dan ini sms balasan dia yang terakhir:

bebn pikrn ku sdkt berkrng jk mencertkn nya dg kakak trmks kakak membc sms dn membc keluh kesah ku,walau smua mashh tak berkurng tp k lega aja

 hehehehe.... Bantuanku bagi dia pasti tidak berguna dan tidak membantu apa-apa. Tapi, kehadiranku sebagai teman untuknyalah yang berguna.
Namanya juga makhluk sosial.
Iya gak?

gambar diambil dari sini

Masa Kecil yang Bahagia

Masa kecil itu.... selalu luar biasa ya. Aku alhamdulillah memiliki masa kecil yang bahagia. Berbagai macam permainan sudah pernah aku coba, meski semua permainan sederhana. Bukan permainan yang mahal-mahal seperti yang dimiliki oleh anak-anak keluarga berada di perkotaan (penekanannya perkotaan karena aku memang lahir dan besar di kota Jakarta).

Orang tuaku dulu memang memberi kebebasan pada anak-anaknya untuk bermain dengan siapa saja dan dengan apa saja (bahkan). Pada prinsipnya, ada sebuah nasehat yang ayah sering utarakan padaku ketika aku masih kecil dahulu, "boleh main apa saja, dengan siapa saja, asal jangan sampai merugikan dirimu dan merugikan keluargamu. Titik." Karena pengalaman bermain yang luas tersebut maka alhamdulillah aku merasa sudah melalui masa kecil yang bahagia.

Sekarang, aku sudah ibu-ibu. Dan anak-anakku ada yang masih kecil, ada yang remaja dan ada yang sudah besar. Tentu saja aku ingin mereka pun bisa melalui masa kecil yang bahagia. Itu sebabnya kemarin ketika menjemput putri bungsuku pulang dari sekolahnya, di anak tangga sekolah, putriku tampak sedang berkutat dengan sesuatu di tangannya. Teman-temannya sedang mengerubungi dia.

"Mamanya Hawna.. mamanya Hawna... lihat deh, Hawna masa gak bisa niup balon tiup."

Aku pun melirik ke arah Hawna. Dia tampak sedang berusaha untuk melilitkan cairan alot seperti jelly dari tube kecil agar bisa melilit di pucuk sedotannya. Lalu dia mulai meniup ujung yang tidak ada jellynya. Pipinya gembung. Wajahnya memerah. Tapi tidak ada balon yang keluar.

Aku dulu menyebut ini "Kelembungan" tapi anak2 sekarang menyebutnya balon tiup. Gambar diambil dari sini
Seorang temanku, sesama ibu-ibu segera menegurku.
"Ish.. anakmu itu loh. Main gak karuan seperti itu. Itu ngapain coba buang-buang uang beli kayak gituan. Habis ditiup juga nanti dibuang. Aku sudah marahi anakku. Sana.. marahi anakmu juga."

Aku pun mendekati putri bungsuku ini. Dan diam memperhatikan kesibukannya.
"Bisa nggak nak?"

Putriku akhirnya berhenti meniupnya. Dan menatapku dengan wajah memelas.
"Susahhh.. nggak bisa aku niupnya."

Aku memang tidak ingin memarahi anakku. Meski apa yang dia beli dengan uangnya ini adalah sebuah benda yang sia-sia dan jika dipikir-pikir membuang-buang uang, tapi.... ini memang bagian dari masa kecil dia. Dia berhak mencoba berbagai macam permainan. Dan sejauh itu tidak membahayakan nyawanya, aku lebih permisif.  Itu sebabnya alih-alih menuruti saran temanku, aku pun meletakkan tas belanjaan di atas lantai dan membantu Hawna memahami seni melilit jelly di ujung sedotan agar jelly itu bisa mengembang dan mengggelembung seperti balon ketika ditiup.


Akhirnya... wajah serius Hawna pun berubah menjadi wajah yang ceria dan bahagia ketika dia berhasil membuat sebuah balon. Tentu saja setelah mengorbankan sebuah sedotan kecil... (hahaha, karena dia selalu menggigit ujung sedotan sehingga ujung sedotan itu pecah.
Gak papah deh. Yang penting Happy ending.
Semoga ini semua kelak menjadi kenang-kenangan masa kecil yang bahagia buat Hawna.

Dua Bola Mata

Seorang saudaraku, menderita kebutaan sejak lahir.
Dia hafal Al Quran. Beberapa kali terpilih untuk mewakili MTQ bagi Tuna Netra untuk daerahnya.

Ketika masih kecil dahulu, aku sering main ke rumahnya dan tidur-tiduran di kamarnya yang selalu temaram. Tidak pernah ada lampu disana. Sehingga, kita yang bisa melihat harus hati-hati berjalan disana. Tapi, bagi saudaraku, dia hafal seluruh jengkal isi kamarnya dengan amat baik.

"Kenapa sih tidak dipasang lampu saja?"
"Untuk apa? Toh aku tidak bisa melihat. Sama saja bagiku, Ade."

Aku hanya bersungut-sungut. Bagi dia memang sama, tapi tidak bagiku. Bagiku kamarnya itu terlalu temaram dan aku bahkan kesulitan untuk menemukan ujung dipan tempat tidurnya sehingga tulang kering kakiku sering menabrak ujung dipan tempat tidurnya yang keras. Meski demikian, semangat dia untuk belajar dan bergaul tidak pernah ada bedanya denganku. Dia bisa berceloteh tentang apa saja. Juga hafal lagu-lagu banyak sekali. Dan spesialnya adalah:
Dia hafal Al Quran.
Sedangkan aku yang bisa melihat, masih terbata-bata membaca Al Quran-nya.
Itu sebabnya dia mengajar mengaji dan bahkan bisa melakukan bisnis kecil-kecilan yaitu berdagang.

"Oi, De. Aku memang buta, tapi badanku sehat; otakku masih bisa dipakai untuk berpikir. Dan semua yang ada di aku ini dalam kondisi sempurna. Di dunia ini tidak ada orang bodoh, yang ada hanya orang malas. Kau tuh malas."
Aku hanya bisa nyengir mendengar teguran (sindiran tajam) nya.

Di tempat lain, aku juga mengenal seseorang yang juga mengalami kebutaan, tidak dari lahir. Tapi, dia amat berbeda dengan saudaraku itu. Sepenuhnya dia merasa bahwa kebutaannya itu benar-benar sesuatu yang membuatnya tidak bisa melakukan banyak hal. Itu sebabnya dia hanya bisa duduk diam, hingga tiba-tiba dia sudah melakukan profesi sebagai peminta-minta yang duduk mengharapkan sumbangan dari orang-orang yang lewat. Hari-harinya dilalui dengan duduk bersila, punggung tegak, dan mulut terkunci rapat.

"Kasihani saya bu, saya buta. Saya tidak bisa melakukan apa-apa karena kebutaan saya."

Saudara saya yang lain, yang juga mengalami kebutaan setelah dia dewasa, pandai memainkan Akordion. Gloukoma yang dideritanya ketika dia berusia 30 tahun, dan membuat kedua matanya tidak dapat melihat lagi, tidak membuatnya patah semangat. Sedih, itu pasti. Dia menghabiskan waktu satu tahun untuk menangisi nasibnya yang dirasakan malang tersebut. Bagaimana tidak sedih karena ketika dia buta, dia sibuk menangis dan lupa bahwa kehidupan terus berjalan meski dia bersedih. Suaminya tetap harus pergi ke ladang (saudaraku itu tinggal di dusun yang ada di tepi Sungai Musi); anak-anaknya terus tumbuh dengan berbagai macam keperluannya. Sementara kehidupan di dusun tidak terbiasa memiliki pembantu rumah tangga seperti halnya kehidupan di perkotaan. Akhirnya, atas kesepakatan seluruh keluarga, suaminya menikah lagi. Kesedihan saudara saya itu bertambah.

Tapi jangan pernah membayangkan kehidupan poligami yang penuh dengan intrik persaingan seperti halnya gambaran rumah tangga poligami yang digambarkan oleh banyak tulisan dan sinetron. Rumah tangga poligami yang dibangun oleh saudara saya itu aman tentram. Istri muda membantu keluarga suaminya dan sekaligus menghibur istri tua suaminya. Saudara saya yang buta tersebut dilatih untu menjadi mandiri. Bahkan anak pertama dari pasangan suami dan istri muda tersebut, sejak kecil dilatih untuk membantu saudara saya yang buta tersebut. Sehingga, ketika anak pertama tersebut berusia 5 tahun, anak tersebut sudah seperti anak sendiri. Melayani saudara saya yang buta ini, melatihnya, membantunya sekaligus menghiburnya (karena anak-anak memiliki hati malaikat yang mampu menghibur orang lain). Akhirnya, saudara saya tersebut bisa menjadi pribadi yang mengagumkan seperti sekarang. Dia hafal Al Quran dan selalu mengisi waktu luangnya dengan mujarobah (melantunkan hafalan Al Quran). Serta bermain musik. Dia pandai sekali memainkan akordion.

ini pemain akordion dan akordionnya yang sering berkeliling di Eat n Eat Gandaria City, Jakarta Selatan

Lagu-lagu melayu tempo dulu dia hafal di luar kepala. Dia juga akhirnya bisa kembali menjadi ratu di rumahnya sendiri. Dengan ceria dia akan melayani semua tamu yang berkunjung ke rumahnya. Memasak, mengambil sesuatu, berjalan kesana kemari. Lincah. Anak tirinya bahkan dengan ikhlas melayani semua kebutuhan yang tidak bisa dia lakukan karna kebutaannya karena dia memang sudah tidak pernah lagi mengeluhkan kebutaannya dan tidak ingin membuat orang ikut gusar lagi dan susah hati karena kebutaannya. Itu sebabnya banyak orang yang akhirnya sayang padanya.

Waktu berjalan-jalan di Kuala Lumpur, Malaysia, aku sering sekali bertemu dengan rombongan Tuna Netra yang ceria dan bisa terus beraktifitas dalam berbagai profesi. Negara Malaysia memang memberikan fasilitas berlimpah berupa kemudahan bagi orang cacat yang ada di negaranya. Jadi, jangan heran jika di kampus, mall, perkantoran, taman, ada banyak orang cacat yang bisa beraktifitas normal dan berbaur dengan orang lainnya.

Hmm.
Cerita-cerita di atas, tiba-tiba saja jadi muncul di benakku setelah tanpa sengaja aku melihat video di bawah ini. Tonton deh. Sehabis menonton video ini, aku jadi bersyukur. Alhamdulillah aku dilahirkan dalam kondisi sempurna.
Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan kesempurnaan pada kita semua. Aamiin.


l

Model Rumah Panggung Untuk Mengatasi Banjir di Perkotaan

[Lifestyle] Masih ngomongin seputar model rumah nih ceritanya dakuh. Setelah sebelumnya aku ngomongin tentang bentuk rumah Limas Palembang yang diabadikan di  duit kertas Rp10.000, maka aku mau cerita bahwa sekarang ada sebuah trend yang memang belum naik daun saat ini, yaitu trend mendirikan model rumah Limas Palembang di perkotaan.

Rumah Palembang di Duit Rp10.000

[Lifestyle] Dari pagi, aku ngutak-ngatik video maker karena memanga berniat untuk membuat video trailer untuk keperluan promo novelku "Yang Tersimpan Di Sudut Hati" (eh, jangan lupa ya teman-teman, hari sabtu besok tanggal 15 maret 2014 pukul 14.00, ada acara bedah novelku di TM Bookstore, Depok Town Square). Nah... ketika keasyikan ngutak ngatik runut jalan ceritanya, aku bertemu dengan gambar rumah limas asli yang lukisannya ada di uang atau duit kertas cebanan atau Rp10.000.

ini dia nih rumahnya. Sama kan dengan bentuk rumah yang ada di duit Rp10.000-an. Foto ini aku dapat dari sini

Bedah Novelku kelak tanggal 15 maret 2014

Alhamdulillah.. akhirnya, aku dapat juga kesempatan insya Allah untuk membedah novelku di hadapan publik. Sekalian promo lagi.
Datang ya.. datang ya...