Ketika Usiaku 23 Tahun: Aku Akhirnya Mengatakan Kesiapanku Dengan Mantap

[Pernikahan] Aku ingat, ketika usiaku 23 tahun, aku akhirnya mengatakan kesiapanku dengan amat mantap di depan kedua orang tuaku dan juga.... kekasihku (yang sekarang jadi suamiku). Siap untuk apa? Ini ceritaku. 


Semua berawal ketika aku baru lulus SMA. Ketika itu, aku dan teman-temanku merayakan kelulusan dari SMA kami di sebuah Villa di luar kota. Karena sadar itu adalah saat-saat terakhir kami untuk berkumpul bersama mengingat kami semua diterima di kampus atau bahkan universitas yang berbeda-beda. Dua malam tiga hari, aku habiskan untuk begadang. Semalaman aku main kartu dengan teman-temanku sambil ngobrol macam-macam topik (sedangkan siang kami asyik bermain-main aneka permainan yang meng-akrabkan). 

Pada suatu waktu, tiba-tiba saja kami ngobrol tentang topik tumor payudara. Salah satu temanku bercerita bahwa saudaranya ada yang dioperasi untuk mengambil tumor di payudaranya. Tapi bukannya masalah selesai justru malah timbul masalah baru. Itu diakibatkan dokternya yang ketinggalan plester kecil di dalam. Akibatnya, luka bekas operasinya terus menerus mengeluarkan nanah dan lukanya pun membusuk. Akhirnya terpaksa harus dibuka lagi bekas operasinya lalu plester yang tertinggal diambi dan dijahit ulang. Akibatnya, luka bekas sayatannya menimbulkan keloid yang lebar. 
Arrgh.
Mendengar cerita itu, kami semua (para gadis) menjadi ketakutan.

ini dia penampakan keloid yang aku maksud di ceritaku.  gambar diambil dari sini

Lalu, sepanjang waktu ngeriung itu, bermacam-macam kisah tentang betapa mengerikannya akibat operasi pengangkatan tumor pada seseorang itu, membuat kengerian semakin menjadi-jadi. Dan entah karena sugesti atau apa, ketika mandi di kamar mandi, aku menemukan sebuah benjolan kecil di payudaraku. Kejadiannya tahun 1990 awal (usiaku 20 tahun).  Karena masih dibayang-bayangin ketakutan oleh cerita teman tentang keloid dan kecerobohan-kecerobohan yang terjadi dalam sebuah operasi, benjolan itu aku abaikan. 

Oh iya, waktu SMA, aku dan teman-teman juga pernah menonton film Indonesia yang dibintangi oleh Chintami Atmanegara yang berjudul Akibat Kanker Payudara, Nah, kombinasi film yang pernah aku tonton dan cerita tentang kecerobohan dokter itu, cukup membuatku untuk menyembunyikan apa yang aku temukan dalam diriku. 

Mungkin ada yang belum tahu film itu ya. Akan aku ceritakan sekilas. Jadi, ceritanya nih si Chintami (lupa nama dia di film siapa), kena Tumor Payudara dan itu membuatnya harus mengalami pengangkatan payudaranya sehingga dia pun tidak lagi memiliki payudara. Padahal, dia masih gadis waktu itu. Lalu, untuk menutupi kekurangan bekas operasinya, Chintami memakai busa sehingga meski sudah tidak memliki payudara lagi tapi dia tetap seperti perempuan pada umumnya. Dia tidak menceritakan tentang hal ini pada calon suaminya. Jadi, ketika akhirnya dia menikah, suaminya pas malam pertama itu kaget luar biasa dan marah karena merasa tertipu (kebayang aja kan betapa lebar dan besarnya keloid yang tercetak di atas luka pengangkatan payudara). Akibatnya, suaminya pun menceraikan Chintami keesokan harinya. Bahkan, meski Chintami menghiba-hiba agar tidak diceraikan, tetap saja diceraikan. Ya.. begitu deh isi filmnya.

Kembali ke ceritaku lagi ya. Setelah menemukan benjolan kecil itu, aku berusaha melupakannya. Hingga di usia 22 tahun, ketika iseng aku memeriksanya lagi di kamar mandi, ternyata benjolan itu sudah tumbuh lebih besar ketimbang ketika aku menemukannya pertama kali di usia 20 tahun. Jika dulu waktu usia 20 tahun kita harus mencari-cari dulu baru ketemu, di usia 22 tahun itu, sambil iseng saja sudah terpegang karena sudah cukup besar.  Dan aku mulai merasa sakit jika kebetulan tertekan atau terhimpit (berada di dalam kereta api yang ramai atau bis kota yang penuh, itu sudah merupakan himpitan yang tidak menyenangkan sakitnya). Tapi, aku masih takut. Masih terbayang dengan cerita teman-temanku dulu dan film yang menyeramkan buatku itu. Hingga akhirnya aku iseng mengeluh di hadapan seorang sahabatku, Namanya Sarah. 

"Ih, aku bingung nih, ada benjolan nih di dadaku."
"Hah? Eh, sama De. AKu juga ada. "

(lalu dengan kepolosan sesama gadis remaja akhir, kami saling memeriksa. Ternyata, besar benjolan yang kumiliki sama besarnya dengan yang dia miliki).

"Kita cek dokter yuk, Sarah."
"Ah, takut ah."

Aku bertemu dengan sesama teman penakutku. Lalu, sebelum mengaku pada kedua orang tuaku, kami berdua bergerilya mencaria tahu sendiri tentang benjolan itu pada orang-orang yang sekiranya tahu. Hasilnya: rata-rata mereka semua sudah mengalami operasi pengambilan tumor dan hasil operasinya... fiuh... persis seperti yang diceritakan oleh teman-temanku dulu. 
Aduh duh duh duh.
Bahkan, seorang teman ada yang baru saja dioperasi di RS xxxx dan memperlihatkan bekas operasinya yang mengalami infeksi. Itu asli mengerikan sekali. Luka bekas operasinya menganga dan bernanah! Aduhh. Aku dan Sarah makin ketakutan.

"Gimana nih jadinya? Kita ke dokter gak ya, Sarah?"
"Aku gak deh. Aku mau minum obat-obat tradisional aja deh. Benjolanku kan beda De dengan benjolanmu. Aku gak ngerasa sakit sama sekali. Kalau kamu kan emang sakit."

Iya benar. Aku sudah merasa kesakitan dan itu mulai menggangguku. Akhirnya, ketika usiaku menjelang 23 tahun, aku pun menghadap kedua orang tua dan berterus terang pada mereka apa yang sedang terjadi. Kedua orang tuaku langsung terperajat. Ibu yang paling kaget dan cemas. Rupanya dia juga sama denganku, takut dengan rumor yang beredar dan terbayang dengan Film-nya Chintami itu.  Tapi, ayah lebih rasional. Ayah langsung menyuruh  aku untuk cek ke dokter.

"Ke dokter. Langsung ke dokter spesialis. Cari dokter yang sudah tua dan berpengalaman. Mereka yang mengalami kegagalan itu mungkin dokternya muda dan belum berpengalaman. Gak masalah kita harus nambah bayar juga."

Nah, kebetulan, ketika itu aku punya pacar. Setelah kedua orang tuaku, maka orang kedua yang aku beritaku tentang penyakitku adalah pacarku. Terus terang, hal ini perlu aku lakukan. Dulu, sebelum aku menjalin hubungan dengan pacarku ini, aku dekat dengar seseorang. Ketika hubunganku dengan dia mulai semakin serius, aku jatuh sakit dan harus diopname cukup lama. Nah, seseorang ini ternyata tidak bisa menerima kondisiku yang penyakitan dan itu dia katakan langsung padaku ketika dia akhirnya memilih untuk mundur dari rencana menseriuskan hubungan kami.

"Terus terang Ade. Aku gak siap jika ternyata kita serius dan lalu menuju pernikahan, gak tahu nya aku harus punya istri yang penyakitan. Aku punya rencana karir di masa depan, dan dalam rencanaku itu aku pingin didampingi oleh istri yang sehat, kuat dan tidak lemah. Jadi... hubungan kita, kita akhiri saja ya."

BUG!!! Kejujurannya itu cukup meninjuku amat sakittttttttttttttttttt. Nah, belajar dari pengalaman pahit masa lalu ini, maka setelah kedua orang tuaku, tentu saja pacarku adalah orang yang harus aku beritahu tentang penyakitku. Aku tidak mau dia menyesal kelak dan aku kian merasa sakit karena pasti jika sudah amat serius hubungannya, rasa sakitnya itu pasti lebih terasa sakit lagi ketimbang rasa sakit yang lalu. Dan Subhanallah, pacarku ini tetap menerimaku apa adanya. Malahan, dia mendukung rencanaku untuk ke dokter. Bukan hanya mendukung rencanaku untuk ke dokter, pacarku malah menguatkan rencanaku itu sekaligus juga menyatakan bahwa dia... ingin meminangku.

waaaaaaaaaaaaaaaa.... it's too much for me. Alhamdulillah.
Jadilah sebelum maju ke dokter, pacarku ini menghadap kedua orang tuaku untuk meminangku langsung di hadapan kedua orang tuaku. Ibuku sampai menangis terharu mendengar permintaan pinangannya. Terharu karena ibu sudah khawatir penyakitku itu bikin aku jadi.... heheheh... susah dapat jodoh.

Jadi, ketika usiaku 23 tahun, aku akhirnya menyatakan kesiapanku dengan mantap untuk melakukan dua hal penting dalam kehidupanku, yaitu :
1. Siap dioperasi.
2. Siap untuk menikah.

Akhirnya, aku pun dioperasi di bulan agustus 1993. Lalu, bulan Januari 1994, aku menikah.
Aku dua kali dioperasi, pertama bulan agustus 1993 (dan calon suamiku ikut menunggu di ruang tunggu bersama kedua orang tuaku dengan kedudukan sebagai pacarku), dan kedua di bulan Januari 1994 (beberapa hari setelah aku menikah) dan calon suamiku sudah resmi menjadi suami dan menungguiku di ruang tunggu dan kamar tidurku dengan setia. 

Adapun sahabatku Sarah, lima tahun kemudian, akhirnya meninggal dunia karena kanker payudaranya sudah tidak bisa tertolong lagi. Innalillahi wa innailaihi rajiun. Ketika meninggal dunia, Sarah sudah menikah dan mengangkat seorang anak. Suaminya amat setia, dia menunggui Sarah dengan penuh cinta tanpa mengeluh.



Ini tipsku untuk kalian para perempuan: sesekali, cobalah untuk periksa payudara kalian. Karena mencegah ketika dia masih kecil itu lebih baik ketimbang terus menerus dilanda keraguan dan akhirnya kondisi sudah amat terlambat untuk melakukan tindakan penyelamatan.




Pita Pink
Pita Pink: peduli untuk cegah kanker payudara

Buat   : Selamat ulang tahun ya, semoga dengan semakin bertambah usiamu semakin kreatif dalam menulis dan berkarya (selalu suka tulisan FF-mu yang lincah dan kadang tak terduga itu). Semoga kesuksesan senantiasa menyertai semua kegiatan dan cita-citamu. aamiin. Dan juga semoga segera mendapatkan jodoh yang akan membawamu senantiasa merasa bahagia dunia akherat selamanyaaaaaa.




23 Tahun giveaway

24 komentar

  1. Membaca kisah mbak tentang cowok yang tidak menerima keadaan kita krn penyakitan membuat saya ingat dengan cowok2 yang pernah knal dg saya, mba beruntung menemukan suami yang menerima keadaan mba apa adanya. Saya juga penyakitan, saya juga pesimis apa ada cowok yang mau dg cewek lemah seperti saya.kisah yang sangat menguatkan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih.. Jika ada cowok yang gak bisa menerima kita apa adanya, jangan pernah ragu untuk melepasnya cepat cepat dan segera melupakannya.

      Hapus
    2. Saya juga penyakitan lho mbak, pernah kena stroke ringan jaman lajang. Itu juga yang membuat orang tua khawatir ngga bisa dapet jodo, hehehe. Alhamdulillah, Allah memberi saya suami yang mau menerima saya apa adanya.

      Hapus
    3. Yup... Jangan pesimis... Mereka yang mundur itu berarti emsng bukan jodoh kita. Ayo optimis mbak agustin, semua akan indah pada waktunya kok

      Hapus
  2. Subhanallah, ujian njenengan berbanding lurus dengan kekuatan mba Ade. Semangat mbak ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya insya Allah aku selalu semangat dan optimis memandang kehidupan

      Hapus
  3. Subhanallah .. terharu sekali mbak Ade. Walau fisik mbak Ade - maaf - mengutip kata mantan tak jadi itu sebagai "penyakitan", tapi psikis mbak Ade kuat, siap mendampingi suami dalam keadaan apapun. Mudah2an laki2 itu bertobat dan menyadari bahwa yang paling penting dari seorang istri adalah ketahanan psikisnya. Karena psikis yang tangguh justru bisa mendukung fisik untuk tetap kuat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah dia sudah menemukan jodoh seperti yang diinginkannya. Bukankah semua orang akan diberi kemudahan sesuai niat masing masing

      Hapus
  4. bener2 keputusan yg besar ya.. dan alhamdulillah mba mngambil keputusan yg benar.
    inspiratif bgt..
    makasih udah berbagi & mengingatkan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, waktu pertama kali diberitahu kabar bahwa Sarah meninggal dunia karena kanker payudaranya, aku tercenung dan merasa amat bersyukur Allah memberiku ilham berupa keberanian mengambil keputusan berobat ke dokter, bukan ke alternatif atau terus berprasangka dengan ketakutanku sebelumnya. Alhamdulillah

      Hapus
  5. Terharu banget bacanya, semoga kita semua selalu kuat ya mbak ..

    BalasHapus
  6. Teman saya juga seperti itu Mak. Operasi di jaman kuliah ditunggui pacarnya, yang skrg jadi suaminya. Bahkan ortunya tdk diberitahu smp sekarang krn takut panik. Turut berduka untuk Sarah. Hidup sejatinya memang hadiah dari Allah. Kita harus bersyukur :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahhh... Aku mana bisa begitu karena masih tergsntung secara ekonomi psda kedua orang tuaku. Kan buat operasi dan biaya berobat gak sedikit duitnya

      Hapus
  7. subhanallah, perjalanan hidupmu selalu penuh ibrah loh mba. aku suka membaca kisahmu. selalu menginspirasi. kuat dan sehat selalu mba. juga semoga keluarga mba ade samara senantiasa:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Allahumma aamiin .terimakasih Sarah.

      Hapus
  8. Subhanallah mabk, say asampe menangis bacanya. syukur alhmadulillah suami mbak pasti orang yang sangat tulus dan mulia hatinya.. semoga keluarga Mbak selalu dilindungi Allah..
    Terima kasih mbak sudah berbagi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, alhamdulillah beliau memang seorang yang sangat tulus dan mulia hatinya. alhamdulillah.

      Hapus
  9. Subhanallah.. kisah yg menakjubkan. Bisa dibikin novel. Punya penyakit yg sama dgn sahabat, menikah dgn lelaki yg mau menerima apa adanya, dan riwayat penyakit yg tidak main-main. Luar biasa, mba Ade.

    BalasHapus
    Balasan
    1. suatu hari nanti pinginnya sih ditulis emang. Insya Allah suatu hari nanti

      Hapus
  10. Terharu saya membacanya mbak, semoga banyak orang yang jadi kuat menghadapi semua cobaan setelah membaca ini

    BalasHapus
  11. Ini sebuah cerita yang menginspirasi, saya merinding membacanya mbak

    BalasHapus
  12. Subhanallah~ tiada kata yang bisa saya ucap..

    BalasHapus
  13. Aku terharu, Mbak bacanya. :') Tapi memang yang penting optimis, Mbak. Tidak ada yang mustahil. Alhamdulillah, Mbak bisa sembuh.

    BalasHapus