Harapanku untuk group Be A Writers


Sejak kecil sebenarnya saya tidak pernah bercita-cita ingin menjadi penulis. Sejak kecil, saya bercita-cita ingin menjadi seorang .... wah. Cita-cita saya ternyata macam-macam.

Saya ingat, waktu kelas lima (5) sekolah dasar, saya bercita-cita ingin menjadi seorang gubernur untuk wilayah DKI Jakarta. Gara-garanya sederhana saja; saya terpilih jadi dokter kecil, lalu dalam sebuah kompetisi dokter kecil tingkat kecamatan, saya terpilih menjadi dokter kecil  teladan hanya gara-gara saya menulis tentang "RENCANA BESAR JIKA SAYA MENJADI SEORANG DOKTER KECIL YANG MENGEPALAI SELURUH DOKTER KECIL YANG ADA DI SEKOLAH." Waktu itu, kebetulan, adik bungsu saya yang waktu itu usianya baru 1,5 tahun atau kurang dari 24 bulan, terantuk kepalanya di pinggiran kepala tempat tidur sehingga pangkal hidungnya robek dan berdarah hebat dan harus menjalani operasi kecil hingga 5 jahitan di bagian pangkal hidungnya tersebut. Saya, yang waktu itu baru berusia 11 tahun, ikut mengantar dan mengamati semua kepanikan, tindakan pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan hingga ketika masalah selesai. Adik saya pulang kembali ke rumah dengan jahitan di pangkal hidungnya. Saya menulis pengalaman "ketika mengalami kecelakaan di rumah"  sebagai contoh langkah-langkah P3K pada kecelakaan yang terjadi di rumah. Tidak tanggung-tanggung, saya menulisnya dalam beberapa lembar halaman folio dan DENGAN TULISAN TANGAN KHAS SAYA (sekedar info dan oot sebentar: tulisan tangan saya jelek sekali. Mungkin, ayam saja bakalan protes jika disamakan bahwa cekernya mirip tulisan tangan saya. Dulu, waktu kuliah, tulisan tangan saya yang super duper jelek ini pernah dijadikan hukuman bagi mahasiswa baru yang akan dikerjai. Jadi, jika mereka tidak bisa membaca apa yang saya tulis, maka para mahasiswa baru ini akan menerima hukuman).



Dan masih kisah adik kecil saya tersebut. Ketika dia baru belajar naik tangga, dia kembali jatuh dari tangga hingga berguling-guling dari tangga rumah kami. Seram sebenarnya. Tapi, kembali saya mengamati dan merekam semua adegan mulai dari panik, pengobatan, dan masa-masa tenang yang kembali diperoleh setelah masa pengobatan selesai. Semua saya tulis dalam rangkaian P3K yang bisa dilakukan di luar rumah, jika terjadi kecelakaan jatuh dari tangga. Nah, semua tulisan itu dibundel dalam satu laporan dan diberi nama "Diary Dokter Kecil". Bukan hanya pemberian P3K di rumah saja, saya juga rajin menulis hasil pengamatan saya terhadap perilaku sehat teman-teman saya di sekolah. Saya juga menulis di Diary tersebut, apa yang sudah saya lakukan pada teman-teman tersebut sehubungan dengan menegakkan perilaku sehat. Diary inilah yang membawa saya terpilih mewakili sekolah.

Lewat Diary ini saya lalu terpilih untuk mewakili kota madya Jakarta Selatan untuk menerima lencana Dokter Kecil teladan dan bertemu langsung dengan gubernur Cokropranolo di Balai Kota. Wah. Senangnya. Itu tahun 1981. Tapi saya sama sekali tidak tahu bahwa sesungguhnya minat dan mungkin bakat saya adalah menulis. Melihat Pak Gubernur, saya malah pingin jadi Gubernur DKI Jakarta. Dan mulailah saya belajar apa saja sebenarnya tugas seorang gubernur tersebut. Hahahaha.

Dan demikianlah cita-cita saya terus berganti-ganti dipengaruhi oleh "dengan siapa saya dekat saat itu". Saya pernah ingin menjadi seorang model, lalu berubah pingin jadi peragawati, lalu berubah pingin jadi seorang polisi wanita, lalu berubah pingin jadi seorang pengusaha wanita, bahkan pernah ingin jadi Presiden RI,  hingga akhirnya pingin jadi seorang penulis. Ya. Cita-cita terakhir ini dicetuskan oleh guru BP saya di SMA. Gara-garanya, saya tertangkap basah menerima order pembuatan makalah untuk teman-teman yang kesulitan menulis makalah karena.... mereka merasa tidak ada bakat menulis yang berkombinasi dengan rasa malas dan tidak ingin capek.

Jadi begini ceritanya: jika seorang guru memberi tugas membuat makalah, maka setelah makalah itu selesai,  tiap anak akan diminta untuk mempresentasikannya di depan kelas; makalah itu akan diuji oleh teman-teman kelasnya. Jika presentasinya berhasil, maka si anak akan mendapat nilai baik. Nah. Kebetulan, saya adalah seorang yang amat gemar menulis, membaca dan jalan-jalan ke perpustakaan untuk membaca apa saja. Dulu saya hafal jika ingin mencari buku anu di perpustakaan mana dan di bagian mana. Maka, anak yang mendapat tugas membuat makalah tersebut, bisa datang pada saya.

"De, buatin gue makalah tentang kenakalan anak dong."
"Kenakalan anaknya yang mau difokusin sebelah mananya?"
"Bla..bla..bla... Buat pelajaran anu, yang ngajar si anu."

Nah. Informasi ini sudah cukup bagi saya untuk mulai mencari bahan tulisan, lalu menyusunnya jadi tulisan, makalah. Lengkap dengan menyisipkan kelemahan yang akan memancing diskusi jika dipresentasikan di depan kelas nanti.

"Nih, sudah jadi. Kalau elo presentasi nanti, bagian ini bacainnya agak lamaan ya. Biar orang-orang pada denger. Nanti mereka pada nanya bagian ini deh. Nah, ini jawaban elo nanti kalo ditanyain bagian yang ini. " Atas jasa saya tersebut, saya menerima uang sekedarnya atau hadiah apa saja dari teman yang saya bantu tersebut.

Nah. Kegiatan inilah yang tertangkap basah oleh guru BP (bimbingan penyuluhan; jaman dulu nih, mungkin sekarang mirip dengan guru pembimbing untuk masalah-masalah pribadi siswa), karena ternyata, gaya menulis saya punya karakter yang sama dan guru-guru mulai curiga. Hukumannya? Saya harus membuat ratusan soal berikut jawabannya untuk dari lima kelas. Masing-masing 500 soal dan jawab dan gak boleh sama pertanyaannya!  Wah. Rasanya tangan ini mau putus!!!! (tapi kabar baiknya, soal saya ini dipakai untuk test kecil teman-teman satu sekolahan loh).

Ketika sedang menulis di ruang bimbingan penyuluhan tersebut (ya, saya bahkan keluar dari kelas dan belajar sendirian di ruang BP!!)  guru BP bertanya pada saya.

"Apa cita-citamu?"
"Gak tahu. Pinginnya sih jadi pengusaha. Juga gubernur DKI Jakarta. Juga peragawati."
"Menurut saya, kamu punya bakat jadi penulis. Kenapa gak jadi penulis saja?"
"Tapi saya pingin terkenal, punya kekuasaan untuk mengatur orang lain dan lingkungan, kaya raya dan hidup enak bu. Jadi penulis gak bisa seperti itu."

Hahahahaha... lihat... betapa matrenya saya dahulu. Dan demikianlah saya tidak ingin sama sekali menjadi seorang penulis. Hingga sebuah kejadian luar biasa terjadi dan itu mengubah seluruh cara berpikir saya terhadap masa depan. Mungkin, ini yang disebut hidayah. Entahlah.

Pendek kata, saya pun tidak ingin bercita-cita menjadi seorang yang kaya raya, punya kekuasaan untuk mengatur orang lain dan lingkungan. Tidak. Sama sekali tidak. Saya malah berdoa agar dijauhi dari gambaran "kaya raya, diberi kekuasaan untuk mengatur orang dan lingkungan, hidup enak terus, terkenal."
Saya akhirnya mulai menekuni kembali bakat yang mungkin sudah ada sejak kecil tersebut: menulis. Satu-satunya profesi yang akan menjauhkan saya dari gambaran situasi yang ingin saya jauhi di atas itu.
Saya mulai menekuni menulis itu ketika tinggal di Sydney. Memulainya dengan mengirim cerpen anak ke majalah Bobo. Lalu meningkat dengan memberanikan diri ikut lomba-lomba menulis. Beberapa kali hanya memperoleh posisi penghargaan saja. Tidak pernah juara. Setelah kembali tinggal di Indonesia lagi, saya mulai berkenalan dengan website MyQuran.com, dan menemukan keasyikan menulis "no name" di internet. Jadi menulis tapi tidak mencantumkan nama sendiri, melainkan nick saja. Sayangnya, saya terjangkit kebutuhan untuk beraktualisasi . Entah kapan dimulainya, tapi semakin lama mulai muncul keinginan untuk diakui punya kemampuan yang sesuai dengan bidang yang saya kuasai. Dan itulah awal saya mulai mencantumkan nama saya pada setiap tulisan saya di internet.  Saya ingin orang-orang mengakui kemampuan saya. Dan itu ternyata asyik.

Sebuah pengakuan akan mendatangkan peluang untuk mengembangkan kemampuan kita menjadi lebih besar lagi. Ternyata, sebuah pengakuan melahirkan sebuah kebutuhan lain dalam diri saya, yaitu kebutuhan untuk naik ke level selanjutnya dalam menulis.

Akhirnya, saya mulai merasakan nikmatnya menjalankan sebuah tantangan. "Oke, orang lain bisa, berarati aku juga bisa." Dan ini asyik sekali, karena hidup jadi terasa amat bergairah ketika kita bisa mengalahkan kemalasan diri sendiri yang selalu berlindung di balik berbagai alasan yang bisa mengerdilkan kemampuan diri sendiri.

Ya. Satu-satunya musuh yang harus dikalahkan jika ingin menjadi seorang pemenang adalah kemalasan diri sendiri.

Demi untuk menggairahkan hidup agar tidak terasa rutin dan membosankan, saya menggunakan kemampuan saya dalam menulis untuk rajin terus menulis. Dan untuk itulah saya perlu sebuah wadah, sebuah komunitas yang bisa membantu saya menghidupkan gairah tersebut. Dari sini saya tahu, bahwa saya harus aktif mencari komunitas yang memilki minat yang sama dengan saya. Dari komunitas dengan minat dan visi yang sama ini, kita akan terhubung dengan banyak hal yang akan memberi kontribusi untuk perkembangan cita-cita kita tersebut.  Sebuah jaringan atau networking yang akan terus memperkaya pengalaman dan peluang untuk kita mengembangkan kemampuan.

Saya mulai bergabung dengan banyak komunitas; banyak group. Lompat dari satu group ke group lain. Pada group yang mendatangkan kenyamanan dan saya merasa ikut berkembang kemampuan saya di sana, saya mencoba untuk bertahan. Sedangkan pada group komunitas dimana saya merasa tidak nyaman dan justru merasa mereka mengkerdilkan kemampuan saya, saya mundur perlahan lalu menghiilang dari hadapan mereka.

Dan di antara beberapa group dimana saya mencoba agar bisa terus bertahan di dalamnya adalah group BAW (Be a Writer, yang dipelopori oleh Leyla Imtichanah alias Leyla Hana; dengan tiga orang mentor di dalamnya yaitu Riawani Elyta, Eni Martini, Leyla Hana sendiri).

Di Group BAW ini, saya merasa nyaman untuk belajar tentang apa saja yang berhubungan dengan kepenulisan. Dan teman-teman disana pun ternyata membantu saya untuk berkembang. Saya pertama kali tahu bagaimana cara ikut lomba BLOG itu ya di BAW ini. Sebelumnya, blog saya hanya kumpulan arsip tulisan-tulisan saya yang lampau saja. Blog saya perlakukan sebagai external memory bagi tulsian-tulisan saya karena saya sering bergonta ganti komputer. Dari BAW saya mulai memperlakukan BLOG sebagai lahan untuk beraktualisasi. Ikut lomba, aneka lomba yang mensyaratkan penulisnya harus memiliki blog.
Lomba Blog pertama saya yang saya ketahui informasinya dari BAW adalah lomba pojok pulsa. Karena masih tergagap-gagap menggunakan BLOG, saya melakukan kesalahan fatal yang amat memalukan bangsa dan negara Indonesia (hahahaha). Ketika mengisi formulir pendaftaran, saya memasukkan alamat rumah lengkap di kolom pertanyaan "alamat URL".

Aduh duh... memalukan banget jika ingat ini (saya tidak putus-putus tertawa ketika menyadari kesalahan tersebut. Membayangkan betapa para admin di Pojok Pulsa sedang tertawa sakit perut ketika membaca alamat lengkap saya tercantum di alamat URL yang mereka minta. "Duh, mak, mau kemenong? Emang kudu ke alamat rumah situ buat ngeliat tulisan di blog?"

Beruntungnya tulisan saya terpilih masuk 5 besar tulisan terbaik, jadi rasa malunya segera terobati. Dan kemenangan ini ternyata membuat rasa ketagihan untuk ikut aneka lomba lainnya. Dan informasi tentang lomba blog di group BAW amat sangat menggiurkan karena rajin diupdate.  Jika saya suami saya tidak mengingatkan saya agar "pilah pilih ikut lomba, jangan semua diikuti hingga membuat gaya tulisan 'diary' mu berubah menjadi 'advertising" tidak dia ucapkan terus menerus, bisa jadi isi blog saya mungkin melulu berisi tulisan dalam rangka ikut lomba.

"Ade, jangan ikut lomba terus. Kapan membuat tulisan yang mencerahkan dan berkontribusi pada pertambahan pengetahuan orang lainnya kalau nulis untuk lomba terus. Lagian, kasihan yang mampir ke blogmu atau wall facebook jika isinya cuma pemberitahuan kamu ikut lomba ini itu. Kamu saja sering mengeluh bosan melihat temanmu yang ngasi pengumuman itu, kenapa kamu sekarang malah ngelakuin itu?"

Saya bisa menerima protes dari suami saya ini. Lagipula, keseringan ikut aneka lomba, membuat niat saya dalam menulis jadi sedikit melenceng. Saya jadi merasa "nafsu" mengejar kemenangan dan materi. Aduh. Gaswat. Saya mulai merasa tidak nyaman dengan "nafsu" tersebut. Tapi di sisi lain, setiap kali melihat pengumuman ada lomba atau audisi, hati saya bergejolak dengan gemanya "Hei hei hei. Ada tantangan baru nih. Kesempatan untuk gali kemampuan."

Ugh. Dilema. Galau.

Ya. Harus kembali ke niat awal dalam menulis.

1. Menulis adalah sarana untuk aktualisasi diri.
2. Menulis adalah sarana untuk menjalankan misi "menyebarkan kebaikan dan pencerahan bagi orang lain."
3. Menulis adalah sarana untuk melatih kesabaran.
4. Menulis adalah pekerjaan yang ditekuni bukan untuk meraih ketenaran, kekayaan dan mendapatkan kekuasaan. 

Yang terakhir ini adalah pagar yang selalu saya pasang sebagai bagian dari kisah masa lalu saya, karena saya tetap tidak ingin meraih ketiganya. Dan ini klop dengan point nomor 3 di atas. Akhirnya, saya pun membuat batasan, hanya ikut lomba dua bulan sekali saja. Jadi, jika sudah ikut lomba selama dua bulan berturut-turut, maka bulan ketiga dan (mungkin) ke empat, harus stop. Atau selang-seling, jika bulan ini ikut lomba atau audisi maka bulan depannya tidak boleh ikut lomba atau audisi lagi. Berlatih kesabaran dan tawadhu harus dimulai dari sini.

Dari BAW, lalu jaringan yang saya telusuri terus berkembang. Ada beberapa figur yang saya kagumi, lalu diam-diam saya coba telusuri  dan ikuti jejaknya. Seperti saya menyukai kegigihan Rini Bee yang rajin memberi tantangan bagi dirinya sendiri (luar biasa semangatnya euy), hingga saya pun ikut-ikutan dia ketika dia aktif di komunitas menulis Flash Fiction (oot lagi ah sebentar: menulis Flash Fiction adalah kekurangan saya; karena saya sulit menulis pendek tapi saya mau belajar dan mencoba). Itu sebabnya saya ikut dalam komunitas menulis FF seperti yang diikuti oleh Rini Bee. Hobbi dia menulis FF ternyata menulari saya (meski awalnya karena suara berdentam-dentam dalam kepala saya "asyik tantangan baru, asyik tantangan baru).

Saya juga rajin memantau blognya Binta al mamba, Mugniar, windi teguh, ila ridzi dan layla hana, karena mereka rajin ikut lomba blog dan audisi kepenulisan (kepala saya selalu bersorak jika mereka menshare keikut sertaan mereka dalam ajang lomba "hei.. tantangan baru.. tantangan baru.").

Saya juga sering membaca tulisan dari  blognya Marisa (saya selalu suka dengan gaya dia menulis; entah mengapa. Padat, ringkas tapi selalu ada kejutan), dan menyukai tulisan nyeleneh dari Arul (hehehe, jujur saja, bisa dikatakan saya beranjak dari penulis artikel; jadi membaca tulisan nyeleneh itu asyik sekali karena saya jadi belajar untuk berimajinasi); dan senang dengan semu resep masakan yang dishare oleh Anik nuraeni (dengan catatan: cari yang rendah kolesterolnya. Hahaha, anik ini koki yang amat mencintai makanan; tapi saya, mungkin karena usia, amat pilah pilih makanan. Itu sebabnya, rasanya saya yang paling cerewet bertanya macam-macam pada anik untuk resep masakan yang disharenya).  Dan satu lagi blog yang sering saya kunjungi karena ingin belajar karakter lembut (sebuah karakter yang sepertinya tidak saya miliki secara pribadi), yaitu blognya Shabrina ws. Oh, satu lagi, bukan blog, tapi status facebook, saya amat suka memantau status facebook dari Dhani Pratikno yang selalu puitis (ah, satu lagi yang saya belum bisa membuatnya; bikin puisi. Itu sebabnya saya rajin mengamati puisi-puisinya DHani Pratikno. Bahkan, saya menggandeng tangan dia untuk mengerjakan proyek duet yang pernah tercetus di baw karena berharap suatu hari nanti saya bisa menelurkan puisi seperti dirinya. Sayangnya, kesibukan saya dan dia membuat proyek ini berjalan tersendat, cenderung agak jalan di tempat malah).

Seorang anak baru di BAW yang merupakan senior di dunia kepenulisan juga membuat saya memberi tanda bintang di komputer saya (jadi saya tandai sebagai website paforit) untuk blognya. Dia adalah orang yang telah berjasa memperbaiki blog saya yang awalnya amburadul menjadi lebih enak untuk dikunjungi dan lebih enak dilihat, yaitu blognya Yeni Mulati (jujur saja, saya baru tahu bahwa dia ternyata seorang penulis ngetop baru-baru ini saja loh..... hahahahaha.... payah memang, ngakunya suka menulis dan membaca tapi tidak hafal nama-nama penulis ngetop. Yeni Mulati ini adalah pemilik nama pena Afifah Afra. Tapi, jujur lagi ah, saya memang punya kelemahan untuk mengingat nama orang-orang. Jika tidak diulang-ulang, maka saya cenderung untuk lupa. Untuk ingat nama ibu-ibu yang jadi teman arisan RT saja saya susah, padahal mereka tetangga. Jadi, mohon maaf jika lupa nama).

Ada banyak keunikan pada masing-masing anggota BAW yang tidak bisa diurai satu persatu dimana tiap-tiap keunikan ini membuat saya belajar tentang hikmah kehidupan dan semangat belajar menulis.  Cerita tentang hidup yang penuh tantangan atau cerita tentang hidup yang penuh warna dari Yusi Rahmaniar, Santi Artanti, nengVita, Afin Julia, Fardelyn Hacky, Mells Shalihah, Mariana Janis, Nyi PD, Zukhruf, AriNur Azizah,  Andri Husain, Arya Aditya, Atik Herwening, Eonnie,  (anak baru yang teman lama), Mubarok (wartawan yang unyu-unyu), Yogi, Hairi Yanti (anak baru yang teman lama),  Ida Robbit, cowie edogawa,  you nwesari yulianti; atau terkagum -kagum dengan prestasi yang ditoreh oleh Fauzia Fachra, Eni Martini, Leyla Hana, mamah ghulam itu Linda, Windi Teguh, Aida mas'alamah, Lina Sasmita, Naqiyyah Syam, Ar Ryan, Ocie YM, RachmaChemist, dan semua yang terus menerus berprestasi dengan karyanya. Wah. Ada 100 orang lebih anggota BAW dan semua punya cerita tersendiri yang unik-unik.

Tentu saja, yang namanya bertemu dengan banyak orang, artinya bertemu dengan banyak isi kepala dan sifat yang berbeda-beda. Saya pernah mengalami kejadian tidak enak di group ini. Tapi, berhubung pada dasarnya saya orang yang easy going dan pemaaf (ini serius loh; saya bukan pendendam dan gak pernah mikirin sampai serius), maka kejadian itu pun berlalu. Perbedaan itu biasa. Karena perbedaan itu, maka kita jadi belajar bagaimana harus menyesuaikan diri. Dan yang penting, belajar untuk melatih kesabaran.  

Dan demikianlah bagaimana BAW, yang merupakan group yang menjadi wadah sebuah komunitas penulis menempati tempat spesial dalam hari-hari saya (jika buka facebook, inilah group yang pertama kali saya kunjungi setiap hari; bahkan meski Cuma jadi silent reader jika kebetulan saya sedang ada pekerjaan. Mengamati denyut kehidupan di sana saja sudah asyik). Dan satu lagi yang saya suka dari BAW adalah: dia adalah group tertutup dan orang-orangnya lumayan seperti keluarga sendiri; jadi kita bisa curhat atau menyampaikan uneg-uneg di sana tanpa khawatir akan merusak Image kita di luar  group (hehehe, jaim di facebook itu penting loh. Makanya cuma di BAW saya sering nyampah uneg-uneg. Makasih buat semua yang mau menerima keluh kesah dan 'sampah curhat' dari saya serta mau membantu ke-gaptekan saya selama ini).

Semoga BAW ke depannya semakin bersinar dan senantiasa membawa kenyamanan bagi para anggotanya. Aamiin.



------------------------
Tulisan ini diikut sertakan dalam Give Away Launching blog Be A Writers


animated gifs

27 komentar

  1. subhanallah, terima kasih mbak telah menyebut namaku semoga kita selalu mengambil kebaikan dan saling mendukung, maju bersama BAW:)

    BalasHapus
  2. Mbak ade aq ijin copas quote mark twain nya yaa utk calon bukuku, makasih:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan riawani...dengan senang hati, akunjuga dapat dari teman kok

      Hapus
  3. Mbak ade ini ternyata rajin banget nulisnya euy.. saya sampe kalah, hhehe
    Blognya juga udah lama mbak, dan update secara berkala, saya suka blog yang hidup (up date maksudnya).
    Saya dr kecil juga kegandrungan nulis, tp di diary aja, bru sewaktu kuliah kepikiran membuat blog dan mulailah up date dan up grade, rajin ikut opini mahasiswa di media online atau cetak, iseng2 jg ikut lomba menulis lainnya.
    fastabiqul khoirot ya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaaa... mungkin karena aku emang hobbi nulis. kalo sepekan gak nulis kayaknya ada yang kurang gitu.

      Hapus
  4. aku banyak belajar dari Bunda Ade yang suka nulis panjaaang tapi nggak mbosenin. Karena aku sukanya pake bahasa yang irit bikin mata menyipit "Apa maksud nih anak? He.. He.. he..

    BalasHapus
    Balasan
    1. he eh... ambigu.. jadi sukanya yang panjang atau yang pendek nih?

      Hapus
  5. ...hihihi, ada namaku di atas lho, makasih mba ade, aku suka gaya menulis mba ade yang renyah dan kadang2 lugu bin polos, *jadi inget status ridho rhoma* :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha... aduh.. kenapa banyak yang terngiang dengan status gak jelas bin memalukan itu.. hahaha

      Hapus
    2. hehehehe :D semoga cepet sembuh yagh mba ade, kangen status2nya di fesbuk, sdh lama update status yang renyah seingatku sejak dek Hawna sakit disusul mba Ade jg sakit, pokokx istirahat yg banyak biar cepet sembuh :D

      Hapus
  6. Mbaaak.. maaaf.. aku ketawa ngakak pas baca bagian lomba blog pojok pulsa.. etapi, sakit perutku malah jd sembuh.. haha.. :D

    BalasHapus
  7. ah, ada nama yanti ditulis. Jadi terharu :)
    Selalu ada sesuatu yang baru didapatkan kalau baca tulisan mbak Ade. Baru tau kalau mbak Ade pernah punya cita2 jadi Gubernur DKI :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo diteruskan cita cita itu mungkin aku didampingi ahok jangan Jangan.

      Hapus
  8. hihi, ada namaku, walo salah ketik. :D makasih, mba ade. aku suka kalo mba ade nulis. tulisannya dari hati banget :') kadang aku mewek sendiri abis baca tulisan mbak, apalagi pas mbak sakit itu. semoga cepet sembuh ya, mba. biar tetap bisa nulis ya :)

    BalasHapus
  9. asik asik ada namaku disebut :p

    BalasHapus
  10. Ternyata kita punya sedikitnya dua kesamaan mba hihihi. Yang pertama soal pernah bikinin makalah buat temen ga tanggung2 itu adalah tugas akhir (bukan skripsi) yg kalau ga bikin itu ga bisa ikut sidang S1. Dengan cara yang sama yaitu memberi celah pertanyaan dalam slide presentasi :D yang kedua soal susah menghapal nama orang. Ya ampuun bagi seorang guru itu adalah kelemahan luar biasa, saya jadi harus sering ngabsen :D Klo soal ngikut quiz ngeblog ataupun lomba nulis lainnya, buat sy lebih ke mendorong ajah, soalnya sy klo nulis biasa suka ga teratur gitu (ga sungguh2), klo ngikut lomba, temanya jelas, poin2nya jelas dan berusaha nulis yang bagus. Menang seneng bangeet, ngga ya gpp :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya aku juga kadang sebel sendiri ma diriku kenapa susah inget nama orang

      Hapus
  11. panjang banget uneg-unegnya :-)

    BalasHapus