Benci Tapi Sayang Pada Teman, Bagaimana Menghilangkan Rasa Bencinya?

kafemuslimah.com Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya punya seorang teman yang secara fisik cukup menarik dan dia sadar akan kelebihannya itu, berasal dari keluarga biasa biasa saja. Saya menyayanginya karena dia sudah tidak beribu sejak kecil, saya berharap dia mau menganggap saya sebagai kakaknya atau apa.


Dia punya watak yang keras dan pendiriannya amat teguh. Gaya hidupnya seperti anak orang kaya, kadang saya melihat dia menganggap rendah teman-temannya, cita-citanya ingin menikah dengan orang kaya, sehingga tidak perlu kerja keras lagi untuk hidupnya. Keinginannya terkabul, dia telah bertunangan dengan seorang laki-laki yang cukup mapan.

Dari teman-temannya saya tahu kalau dia semakin sombong, bahkan dia sudah mengundurkan diri dari tempat dia bekerja tanpa berpamitan dulu dengan saya atau teman temannya yang lain. Saya bukan mengharap dia mengingat saya atau mengharapkan balas budi atau ucapan terima kasih, kadang hati saya marah meski tidak sampai keluar, saya yakin dia tidak akan mau mendengar nasihat dari siapapun, teman-temannya juga bilang begitu.

Saya sayang sekaligus benci padanya, mBak Ade. Adakah do'a untuk membersihkan hati saya dari rasa benci. Saya takut ibadah saya rusak karena ada noda-noda dari rasa benci saya itu, saya ingin jadi orang yang ikhlas, saya tahu manusia tidak sempurna, dia ataupun saya sama-sama mahluk yang tidak sempurna, mungkinkah saya benci padanya karena saya iri atau dengki padanya.

tolong bantu saya mBah Ade, saya ucapkan banyak terimakasih, bila mBak Ade mau mmbaca sekaligus membalasnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jawab:

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Cita-cita seorang anak manusia itu bisa bermacam-macam. Sering kali, sebuah cita-cita yang dimiliki oleh seseorang itu, terinspirasi dari keadaan yang memang pernah dia alami sebelumnya. Seperti seseorang yang bersemangat untuk menjadi dokter, karena cintanya pada sang ibu yang dia lihat sering sekali menderita penyakit tapi sebagai seorang anak dia kala itu tidak dapat berbuat banyak untuk membantu meringankan penderitaan sang ibu. Atau ingin menjadi polisi karena merasa pernah gagal melindungi adik kesayangan dari gangguan para preman. Untuk menebus kegagalan yang pernah dibuat tersebut, maka lahirlah keinginan untuk menambah kemampuan dan punya kekuasaan untuk melindungi mereka yang lemah (seperti adik kesayangannya dahulu) dengan menjadi seorang polisi; sosok yang dalam kerangka angannya adalah sosok yang mengayomi dan melindungi masyarakat dari kejahatan para pelaku kejahatan. Masih banyak lagi contoh-contoh lain. Bisa jadi apa yang dicita-citakan oleh temanmu itu, merupakan obsesi dia yang terinspirasi dari kondisi yang pernah dia jalani selama ini (seperti yang kamu katakan di e-mailmu: “cita-citanya ingin menikah dengan orang kaya, sehingga tidak perlu kerja keras lagi untuk hidupnya”).
Saya pikir, selama apa yang dia cita-citakan itu tidak melanggar akidah Islamnya dan tidak ada hubungannya dengan segala perilaku yang masuk ke dalam kelompok dosa-dosa besar, kita harus menghormati pilihannya tersebut. Dan sebagaimana sebuah cita-cita pada umumnya, maka seseorang akan berusaha untuk mencari jalan guna mencapai apa yang dia cita-citakan. Tampaknya, hal inilah yang sudah dilakukan oleh temanmu itu.

Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa bergaul dengan tukang kompor akan tercium bau minyak tanah dari badan kita; bergaul dengan tukang minyak wangi akan tercium bau minyak wangi dari badan kita. Artinya, dimana kita bergaul maka lingkungan tempat kita bergaul itu akan memberi kontribusi besar dalam pengumpulan potensi berpengaruh bagi diri kita. Dari lingkungan tempat bergaul tersebut, akan diperoleh masukan ilmu baru yang menambah cara kita berpikir; dari lingkungan tempat bergaul tersebut, akan diperoleh sumbangan pemikiran lain yang memperluas cakrawala pandangan kita; tanpa disadari kita akan meniru cara memandang kepantasan berpakaian, bersikap, berjalan, berbicara dan sebagainya. Bahkan terkadang pilihan-pilihan teman yang bisa diajak untuk menjadi pasangan hidup.

Bisa jadi, ini yang dirasakan oleh teman-temanmu. Barangkali dalam benaknya, jika dia terus bergaul dengan teman-teman dari (maaf) “kelas menengah ke bawah”<>/i> maka dia akan tertular untuk bergaya seperti umumnya yang terjadi di masyarakat kelas ini dan bahkan kemudian dia akan bertemu dengan jodoh yang berasal dari kelompok masyarakat kelas ini.

Dia tidak bersedia, jelas tidak bersedia.
Hal ini tidak sesuai dengan apa yang menjadi cita-citanya. Dia ingin lebih dari itu. Dia ingin masuk ke dalam kelompok masyarakat dari kelas menengah ke atas. Hanya saja, ada satu kenyataan yang baru saja dia temui berkenaan dengan keinginannya tersebut. Yaitu kenyataan bahwa walaupun kelompok-kelompok masyarakat tersebut tinggal di satu daerah yang sama, berasal dari nenek moyang yang sama, beragama sama, tapi kedua kelompok ini tidak dapat berbaur begitu saja. Ada sebuah tabir yang menghalangi kedua kelompok ini untuk dapat berbaur begitu saja. Tabir inilah yang memisahkan antar kelompok masyarakat. Dimana jika dia memilih salah satu kelompok untuk dimasuki maka dia terpaksa harus berpisah dengan kelompok masyarakat yang lain. Dan dia sudah memilih untuk masuk ke salah satu dan meninggalkan yang lain. Tabir yang saya maksud disini adalah harta dunia.

Sekali lagi, karena ini berhubungan dengan pilihan hidupnya sendiri, yang dia pilih dengan penuh kesadaran maka kita tidak dapat berbuat banyak dan memang tidak berhak sih. Lalu sebenarnya apa yang dibolehkan dalam Islam pada kondisi seperti ini?

Islam sebenarnya menyamakan kondisi kaya atau miskin yang disandang oleh ummatnya. Karena keduanya sama-sama ujian dari Allah untuk menguji kadar ketakwaan hamba-Nya. Orang kaya bisa menjadi mulia jika dia orang yang tetap rendah hati, tidak sombong dan semakin dalam imannya karena kekayaan tersebut. Tapi dia juga bisa menjadi hina jika dia menjadi tinggi hati, sombong dan kecintaannya pada dunia dan kesenangan yang dia peroleh dari harta dunia ini melebihi cintanya pada Allah, Rasul dan negeri Akhirat. Yang perlu diingat disini adalah, bahwa takwa itu adalah sebuah proses yang bisa dicapai secara bertahap.

”Dan Allah telah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan.” (Qs Asy Syam: 8)

”Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah, sesungguhnya petunjuk yang harus diikuti ialah petunjuk Allah.” (Qs Ali Imran: 73)

Dari ayat-ayat di atas tersirat bahwa kita harus senantiasa mengikuti petunjuk yang Allah gariskan, yakni dengan bersungguh-sungguh mencari hidayah Allah, sebab hanya dengan begitu seseorang akan memperoleh kebaikan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Apabila Allah menginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama.”” (HR Bukhari)

Perjalanan dalam meniti proses tingkatan takwa ini berlaku pada siapa saja, baik mereka yang kaya maupun yang miskin, mereka yang pintar juga yang bodoh, dan mereka yang kita sayangin juga kita benci. Untuk itulah selalu dibutuhkan keikhlasan yang bermula dari membersihkan niat dalam melakukan apa saja dari berbagai macam niat selain Allah dan prasangka buruk. Kita kembalikan niat kita dalam beramal semata karena Allah semata.

”Milik Allah semata semua yang ada di langit dan bumi.” (Qs Al Baqarah: 284)

Termasuk dalam hal ini apa yang ukhti rasakan pada teman ukhti.
Sudah.
Tidak usah dipikirkan tentang cita-citanya. Tentang kelakuannya yang menurut ukhti menjengkelkan. Tentang pilihannya yang menyebabkannya berubah sikap. Karena kalau ukhti sibuk memikirkan semua sepak terjangnya selama ini, maka ukhti akan melupakan satu hal yang justru lebih penting dari itu semua. Yaitu, ukhti jadi lupa pada kekurangan dan kejelekan yang ukhti sandang dalam diri ukhti sendiri. Yang semula hanya harus memperbaiki prasangka buruk saja, kini sudah bertambah menjadi harus memperbaiki juga sikap iri hati, sikap benci tanpa alasan dan kelak bisa jadi akan muncul perilaku buruk lain di dalam diri ukhti, seperti sikap mulai menyebarkan kejelekan dia pada orang lain semata karena rasa tidak ingin dia selalu memperoleh kesuksesan. Semoga kita dijauhkan Allah dari semua itu. Aamiin.

Serahkan semua pada Allah karena seperti yang sudah saya katakan di atas, sebenarnya semua kondisi baik kaya atau miskin, pintar atau bodoh adalah sama kedudukannya, yaitu sama-sama merupakan ujian dari Allah untuk menguji ketakwaan seseorang. Mari belajar untuk ikhlas.
Jika teman yang ukhti sayangi itu memperoleh kesenangan, ucapkanlah Alhamdulillah dan kirimi dia doa agar semua kesenangannya itu tidak membuatnya melupakan Allah dan agar Allah juga memberikan tambahan rasa bersyukur dalam diri kita agar kita bisa memperoleh kesenangan yang lebih nikmat dan memasukkan kita ke dalam golongan orang yang pandai bersyukur. Bukankah dengan rasa syukur yang selalu hadir di dalam diri maka kita akan senantiasa merasa tercukupi kebutuhan kita dan merasa kaya dengan semua yang kita miliki?

”Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-MU yang atelah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmat-MU ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.” (Qs An-Naml: 19; lihat juga qs Al Ahqal:15)

Jika teman yang ukhti sayangi itu memperoleh kemalangan, ucapkanlah innalillahi wainnailaihirajiun. Bantu dia dengan apa yang bisa ukhti bantu dan kirimi dia doa agar Allah mengangkat kesukaran yang dia hadapi dan memberi ganti yang lebih baik. Juga berdoa agar Allah melimpahkan sikap sabar pada kita semua dan memasukkan kita ke dalam golongan orang yang pandai bersabar. Dengan demikian, apapun kondisi yang kita akan hadapi, insya Allah kesabaran itu akan menuntut kita agar kita tidak mengkufuri nikmat Allah.

”Ya Allah, tidak ada yang mudah selain yang Engkau mudahkan, dan Engkau jadikan kesusahan itu mudah jika Engkau menghendaki menjadi mudah.” (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Sunni).

Pendeknya, mari kita semua berusaha selalu mengingat Allah dimanapun dan kapanku kita berada.

Ini ada doa untuk selamat dari penyakit hati, yang diriwayatkan oleh Hakim:
“Allahumma inni a’uudzubikaminalkufri walfusuuqi wannafaaqi warriyaa”
(ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefasikan dan riya.) (HR Hakim)

Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

Bahan Bacaan:
- KH. Abdullah Gymnastiar, “Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu.” (Gema Insani Press).
- Abu Naufal al-Mahalli, “Doa yang didengar Allah” (Firdausi Mitra Pustaka).
- Abdul Qadir Ahmad Atha, “Adabun Nabi: Meneladani Akhlak Rasulullah.” (Pustaka Azzam)



Tidak ada komentar