Ini apa sih?

Oleh Ade Anita

Ada yang mendesak…dan tiba-tiba menyeruak dengan cara memaksa menyelusup seperti penyusup di dalam dadaku. Sesak. Resah. Lalu tiba-tiba air mataku mengalir tanpa direncanakan…tanpa diundang tapi kian mendominasi hingga menimbulkan isak yang hebat. Sekelebat bayangmu hadir. Hanya sekejap tapi langsung menguasai seluruh raga. Ini apa? Aku tidak mengerti ini apa? Yang aku tahu diriku telah dikuasai olehnya.

Semua bermula karena semalam aku tidak bisa tidur. Ada sebuah awan hitam yang terus menggelayuti kepalaku. Lalu aku bertanya kepada langit malam yang hitam dan tiada berbintang.

“Ayah, jika ayah masih hidup, apa yang akan ayah lakukan?”

Ayahku meninggal tahun 2009 lalu. Tanah kuburan di makamnya tidak lagi berwarna merah, tapi tanah kuburan di hatiku masih terus terasa basah. Ayah pergi sambil membawa separuh jiwa. Dulu ayahlah yang selalu datang pertama kali menawarkan bantuan jika aku sedang dirundung masalah. Ayah juga yang selalu tidak dapat tidur nyenyak jika ada anak-anaknya yang bertemu dengan dinding tembok yang tiada berhenti di akhir sebuah perjalanan hidup. Dan ayah yang akan kehilangan senyum ketika mendapati anak-anaknya bertemu dengan sebuah jurang yang terbentang di tengah perjalanan yang sedang dititi anak-anaknya.

“Jangan pernah berhenti nak. Bahkan jika ada jurang di hadapanmu sekalipun, jangan berpikir untuk berhenti berusaha. Karena jurang yang terjal dan dalam bisa dilalui dengan cara terbang. Jadi, jangan ragu untuk mengembangkan sayapmu untuk melaluinya.”

Mungkin karena ayahku sudah tua kulit keriputnya terasa menggantung memenuhi seluruh tangannya. Aku bisa merasakan kulit itu mulai terpisah dari raganya ketika mengangkat kulit itu ke atas. Keriputnya juga mulai banyak hingga lipatan di kelopak matanya kian menutupi seluruh matanya jika dia sedang tertawa terkekeh. Tapi ayah selalu menawarkan jawaban sederhana untuk semua persoalan yang diajukan. Bahkan ketika tidak ada jawaban yang pasti, dia tetap akan datang dengan sekotak martabak manis. Bahkan ketika tidak ada uang untuk sekotak martabak manis pun, dia tetap akan datang menghibur dengan sepiring kue manis buatannya sendiri yang terbuat dari tepung, air, telur dan gula yang digoreng kering.

“Hidup cuma sekali, kenapa tidak mencari yang manisnya saja dari hidup ini? Ayo, kita makan yang manis agar pahitnya hidup bisa segera berakhir.”

Ayah…Ade kangen…banget!

I Miss You So Much…

Rindu ini benar-benar sudah tak terbendung. Ingin menyelusupkan kepala di dalam relung pelukan tangan tuanya. Ingin melihat senyum khasnya

Lalu sesuatu yang terasa mendesak di dalam dada kini mulai terasa lagi. Ditambah dengan sebuah genangan yang memenuhi pelupuk mata datang bak air bah.

“Allahumma…sayangilah kedua orang tuaku, jauh lebih melampaui seperti sayang mereka kepada diriku sejak aku masih kecil hingga aku dewasa.”

—————

(setelah terbangun karena bertemu dengan ayah tersayang di dalam mimpi.)

[]

Jakarta, 7 Juli 2010