masih penasaran...

kemarin.. setelah seharian duduk di depan notebook, akhirnya berhasil masukin daftar link teman2 yang saya suka bacanya.. sekarang, saya masih penasaran gimana caranya merubah latar belakang blog saya agar bisa macem2 selain daripada yang sudah disediakan oleh blogger ini... hmm.... begini ini kalau gaptek tapi banyak maunya... tapi asli bingung..setiap kali dah ketemu yang saya taksir, eh, begitu code2 yang njelimet itu dipindahin ke sini, pasti ditolak sama blog saya ini... hiks... padahal nyarinya seharian... gimana caranya sih? ... duh... pingin ngerubah latar belakang deh... hiks..

puisi cinta

Saya penggemar dongeng sejak masih kecil. Bukan karena selalu ada keajaiban di dalam dongeng, tapi karena dalam cerita dongeng selalu terjadi pertemuan dua orang kekasih yang saling mencintai satu sama lain dan akhirnya mereka awet dalam percintaan hingga maut memisahkan mereka.

and they Happy ever after.
Hingga mereka akhirnya Bahagia selamanya.

Tentu selalu ada rintangan dalam sebuah kisah cinta. Terkadang rintangan itu menguras air mata, kadang membangkitkan amarah. Tapi kekuatan cinta benar-benar ampuh dilukiskan pada setiap dongeng. Cinta yang mampu mengalahkan seorang raksasa yang amat menakutkan dan amat biadap sekalipun. Mampu mengalahkan api yang menjilat-jilat dan membakar seantero jagad raya. Bahkan cinta juga dilukiskan mampu menembus langit, menyeruak ke dalam dasar bumi dan tetap berdiri kokoh meski berada di puncak gunung yang amat tinggi dan runcing.

Pada akhirnya... saya menjadi seorang yang selalu percaya bahwa cinta bisa menyelesaikan banyak hal. Dan ciinta juga bisa menyembuhkan semua luka yang ada. Itu sebabnya saya selalu menyukai membaca semua puisi cinta. Juga semua cerita cinta. Meski terkadang muak jika membaca tulisan tentang cinta yang terlalu picisan dan murahan.

Pagi ini.... ketika saya baru pulang dari dokter karena putri bungsu saya terserang diare (nama tengah semua anak-anak saya memiliki arti 'cahaya cinta' loh, hehe maaf out of topic), saya diundang untuk membaca sebuah puisi cinta dari seseorang yang saya kagumi yang baru saja kehilangan orang yang dicintainya. BJ Habibie.... Jujur, sejak ibu Ainun Hasri Habibie meninggal, saya selalu mengucurkan air mata menyaksikan kedua sejoli (BJ Habibie dan almarhumah istrinya) merasakan kepedihan sebuah perpisahan. Sekaligus terharu karena kisah cinta mereka, ternyata lebih indah dari pusi-puisi cinta yang pernah disuguhkan di hadapan saya untuk saya nikmati. Jadi, hati saya langsung terenyuh membaca puisi cinta seorang Habibie untuk istri tercintanya yang telah tiada. Sambil berharap, semoga suami saya juga mencintai saya sedemikian dalam seperti itu.

Dan ini lah puisi cinta seorang Habibie untuk istrinya tersebut.

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,

pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

akhirnyaaaaaaa.

hehehehe.... aku emang gaptek total... kebangetan deh gapteknya... dah nggak usah diragukan lagi.. bolak balik gaptek semua... makanya aku hari ini senang banget, setelah berkutat malang melintang selama lebih dari empat (4) jam, akhirnya aku bisa juga bikin list link ke blog-blog yang aku suka bacanya....
parah banget ya... selama ini, aku selalu kehilangan jejak mereka... hanya karena aku nggak tahu gimana cara nyimpen blog yang udah pernah aku baca...

Bu ainun dan pak habibie... soulmate yang sedang terluka

ikut duka cita atas meninggalnya Ibu Ainun Habibie, istri presiden ketiga RI, BJ Habibie.... aku kagum dengan cinta mereka berdua.. tetap setia dan saling mencintai satu salam lain hingga maut memisahkan mereka berdua.... hiks...asli pasangan soulmate banget.
selamat jalan Bu Ainun Habibie...

Every Day I Love You

Hawna, usianya baru 4 tahun empat bulan... siang itu tampak asyik membaca buku. Hmm.. lebih tepatnya memperhatikan setiap gambar dan huruf di dalam buku tersebut. Dia memang belum bisa membaca tapi sudah menyukai buku sejak kecil. Mungkin karena kami sering membacakan dia dongeng dari sebuah buku dan mungkin juga karena dia sering melihat anggota keluarganya di rumah ini semua senang membuka buku, akhirnya dia pun menyukai buku.

Siang itu, Hawna tampak tengkurap menghadapi buku bergambarnya. Matanya asyik berpindah-pindah dari gambar yang satu ke gambar yang lain. Mungkin imajinasi di kepalanya sedang berpetualang menuturkan sebuah cerita tersendiri dari semua gambar yang dia perhatikan itu. Aku gemas melihat punggung mungilnya, juga rambut tipis dan lurusnya yang tampak berkilat tertimpa cahaya lampu. Tanpa terasa, tanganku terulur untuk mengelus kepalanya lalu sebuah ciuman terkirim ke belakang kepalanya.

"Sstt... hawna." Hawna menengok dengan pandangan jenakanya. Mata itu selalu ceria dan terlihat tanpa beban.
"Ada apa ibu?"

"I Love You." Lalu cup, aku mengiringi pernyataan cintaku ini dengan sebuah kecupan di keningnya. Hawna melongo melihatku.
"Kok I Love You sih bu?" Katanya polos. Membuat hatiku semakin merasa sayang padanya.
"Iya, karena ibu sayang banget sama kamu."

"Oh." Hanya itu jawabnya. Lalu kepalanya kembali menekuri bukunya. Tapi hanya sebentar, karena tidak lama kemudian dia kembali menatapku.

"Bu, I Love YOunya kenapa siang-siang?"
"Loh, memangnya kenapa?" Aku balik bertanya sambil menahan senyum. Wajah Hawna asli polosssss banget. Kening mungilnya dihiasi beberapa butir keringat. Dan matanya, mata itu tetap jernih... seandainya saja itu sebuah telaga, tentu kesegaran akan diperoleh dengan segera jika saja kita terjun dan berenang di dalamnya.

"I Love You seharusnya malam-malam saja ibu." Aku tertawa mendengarnya. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap malam sebelum tidur, aku mengajarkan Hawna untuk merapal surat Al Fathihah, dilanjutkan dengan doa mau tidur dalam bahasa Arab lalu artinya dalam bahasa Indonesia yang dimodifikasi. Allahumma, Hawna mau tidur, lindungi Hawna, ayah, ibu, mas ibam dan mbak arna.. aammiin."... lalu aku akan mengucapkan kalimat "I LOve You" kepadanya...lalu dia akan menjawab " I Love YOu too."... lalu dia mulai mengucapkan kata "selamat malam ibu." lalu kepada ayahnya juga... barulah kemudian dia tidur. Dengan begitu, ucapan I Love You memang identik dengan ucapan yang diucapkan di malam hari.

"I Love You itu artinya, aku cinta banget sama kamu. Aku sayang banget sama kamu. Jadi, ibu sayang banget sama Hawna. Sayangnya nggak cuma pas malam-malam saja. Tapi juga pagi, siang, sore, pokoknya lamaaa dan semuanya deh."
"Oh, berarti terus-terusan dong bu sayangnya?" Dia bertanya lagi dengan wajah yang super duper serius. Aku tidak tahan jadi segera mengangguk dan mendaratkan sebuah kecupan lagi di pipinya yang empuk.
"Iya... Ibu sayang sama kamu terus-terus." Hawna langsung senyum mendengar ucapanku. Hidungnya tampak kembang kempis. Aha! Dia rupanya mengerti apa yang baru saja aku katakan.

"Sama ayah juga?"
"Sama ayah juga." Aku mengangguk sambil menahan senyum.
"Sama mas ibam?"
"Sama mas ibam juga."
"Sama mbak arna?"
"Sama mbak arna juga."
"Bearti sama semuanya ibu sayang dong, sama kayak sayang ke aku." Senyumku semakin terkulum. La iya lah, sudah jelas sekali. Dasar anak kecil, pertanyaannya suka ajaib.
"Iya... sama semuanya juga sayang. Sayangnya terus-terusan juga." Hawna kembali tersenyum. Kali ini matanya terlihat berbinar-binar kesenangan. Lalu dia kembali melanjutkan memperhatikan buku yang semula dia tinggalkan karena terlibat obrolan denganku barusan. Aku terus memandang punggungnya dan mengelus-elus punggungnya dengan rasa sayang. Tiba-tiba, Hawna berdiri sambil senyum-senyum menatapku. Aku heran. Ada apa ini?

"Ibu, jangan takut. Aku juga sayangnya terus-terusan ke ibu. I Love You too-nya terus-terusan juga. Sama yang lain juga. Sama semuanya deh."
Wah... subhanallah.. ini pernyataan cinta yang paling indah. Segera saja aku raih tubuh mungil Hawna dan memeluknya erat-erat. Lalu kubisikkan di telinga, "Terima kasih ya nak. I Love You always."

Every Day I Love You

Hawna, usianya baru 4 tahun empat bulan... siang itu tampak asyik membaca buku. Hmm.. lebih tepatnya memperhatikan setiap gambar dan huruf di dalam buku tersebut. Dia memang belum bisa membaca tapi sudah menyukai buku sejak kecil. Mungkin karena kami sering membacakan dia dongeng dari sebuah buku dan mungkin juga karena dia sering melihat anggota keluarganya di rumah ini semua senang membuka buku, akhirnya dia pun menyukai buku.

Siang itu, Hawna tampak tengkurap menghadapi buku bergambarnya. Matanya asyik berpindah-pindah dari gambar yang satu ke gambar yang lain. Mungkin imajinasi di kepalanya sedang berpetualang menuturkan sebuah cerita tersendiri dari semua gambar yang dia perhatikan itu. Aku gemas melihat punggung mungilnya, juga rambut tipis dan lurusnya yang tampak berkilat tertimpa cahaya lampu. Tanpa terasa, tanganku terulur untuk mengelus kepalanya lalu sebuah ciuman terkirim ke belakang kepalanya.

"Sstt... hawna." Hawna menengok dengan pandangan jenakanya. Mata itu selalu ceria dan terlihat tanpa beban.
"Ada apa ibu?"

"I Love You." Lalu cup, aku mengiringi pernyataan cintaku ini dengan sebuah kecupan di keningnya. Hawna melongo melihatku.
"Kok I Love You sih bu?" Katanya polos. Membuat hatiku semakin merasa sayang padanya.
"Iya, karena ibu sayang banget sama kamu."

"Oh." Hanya itu jawabnya. Lalu kepalanya kembali menekuri bukunya. Tapi hanya sebentar, karena tidak lama kemudian dia kembali menatapku.

"Bu, I Love YOunya kenapa siang-siang?"
"Loh, memangnya kenapa?" Aku balik bertanya sambil menahan senyum. Wajah Hawna asli polosssss banget. Kening mungilnya dihiasi beberapa butir keringat. Dan matanya, mata itu tetap jernih... seandainya saja itu sebuah telaga, tentu kesegaran akan diperoleh dengan segera jika saja kita terjun dan berenang di dalamnya.

"I Love You seharusnya malam-malam saja ibu." Aku tertawa mendengarnya. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap malam sebelum tidur, aku mengajarkan Hawna untuk merapal surat Al Fathihah, dilanjutkan dengan doa mau tidur dalam bahasa Arab lalu artinya dalam bahasa Indonesia yang dimodifikasi. Allahumma, Hawna mau tidur, lindungi Hawna, ayah, ibu, mas ibam dan mbak arna.. aammiin."... lalu aku akan mengucapkan kalimat "I LOve You" kepadanya...lalu dia akan menjawab " I Love YOu too."... lalu dia mulai mengucapkan kata "selamat malam ibu." lalu kepada ayahnya juga... barulah kemudian dia tidur. Dengan begitu, ucapan I Love You memang identik dengan ucapan yang diucapkan di malam hari.

"I Love You itu artinya, aku cinta banget sama kamu. Aku sayang banget sama kamu. Jadi, ibu sayang banget sama Hawna. Sayangnya nggak cuma pas malam-malam saja. Tapi juga pagi, siang, sore, pokoknya lamaaa dan semuanya deh."
"Oh, berarti terus-terusan dong bu sayangnya?" Dia bertanya lagi dengan wajah yang super duper serius. Aku tidak tahan jadi segera mengangguk dan mendaratkan sebuah kecupan lagi di pipinya yang empuk.
"Iya... Ibu sayang sama kamu terus-terus." Hawna langsung senyum mendengar ucapanku. Hidungnya tampak kembang kempis. Aha! Dia rupanya mengerti apa yang baru saja aku katakan.

"Sama ayah juga?"
"Sama ayah juga." Aku mengangguk sambil menahan senyum.
"Sama mas ibam?"
"Sama mas ibam juga."
"Sama mbak arna?"
"Sama mbak arna juga."
"Bearti sama semuanya ibu sayang dong, sama kayak sayang ke aku." Senyumku semakin terkulum. La iya lah, sudah jelas sekali. Dasar anak kecil, pertanyaannya suka ajaib.
"Iya... sama semuanya juga sayang. Sayangnya terus-terusan juga." Hawna kembali tersenyum. Kali ini matanya terlihat berbinar-binar kesenangan. Lalu dia kembali melanjutkan memperhatikan buku yang semula dia tinggalkan karena terlibat obrolan denganku barusan. Aku terus memandang punggungnya dan mengelus-elus punggungnya dengan rasa sayang. Tiba-tiba, Hawna berdiri sambil senyum-senyum menatapku. Aku heran. Ada apa ini?

"Ibu, jangan takut. Aku juga sayangnya terus-terusan ke ibu. I Love You too-nya terus-terusan juga. Sama yang lain juga. Sama semuanya deh."
Wah... subhanallah.. ini pernyataan cinta yang paling indah. Segera saja aku raih tubuh mungil Hawna dan memeluknya erat-erat. Lalu kubisikkan di telinga, "Terima kasih ya nak. I Love You always."

ungkapan cinta yang manis

Hari ini, ceritanya hari untuk memboycot facebook. Jadi, full hari ini jalan nyari bahan untuk nulis pesanan non fiksi yang menumpuk. Lagi nyari inspirasi buat mulai nulis, ketemu sebuah blog yang memuat ungkapan2 cinta yang manis banget. yaitu dari
http://rezaldo.wordpress.com/2009/06/06/ungkapan-cinta/ . Aku copy paste saja ya, manis banget buat dikutip siapa tahu perlu... Nanti tinggal nyari siapa sebenarnya pencetus pertama kalimat2 manis ini.

1.Seseorang yang mencintai kamu, tidak bisa memberikan alasan mengapa, ia mencintaimu. Dia hanya tahu, dimata dia, kamulah satu satunya…

2. Seseorang yang mencintai kamu, sebenarnya selalu membuatmu marah /gila /jengkel / stres. Tapi ia tidak pernah tahu hal bodoh apa yang sudah ia lakukan, karena semua yang ia lakukan adalah untuk kebaikanmu…

3. Seseorang yang mencintai kamu, jarang memujimu, tetapi di dalam hatinya kamu adalah yang terbaik, hanya ia yang tahu…

4. Seseorang yang mencintai kamu, akan marah-marah atau mengeluh jika kamu tidak membalas pesannya atau telp-nya, karena ia peduli dan ia tidak ingin sesuatu terjadi padamu…

5. Seseorang yang mencintai kamu, hanya menjatuhkan airmatanya dihadapanmu. Ketika kamu mencoba untuk menghapus air matanya, kamu telah menyentuh hatinya, dimana hatinya selalu berdegup / berdenyut /bergetar untuk kamu…

6. Seseorang yang mencintai kamu, akan mengingat setiap kata yg kamu ucapkan, bahkan yang tidak sengaja dan ia akan selalu menggunakan kata-kata itu tepat waktunya…

7. Seseorang yang mencintai kamu, tidak akan memberikan janji apapun dengan mudah, karena ia tidak mau mengingkari janjinya. Ia ingin kamu untuk mempercayainya dan ia ingin memberikan hidup yang paling bahagia dan aman selama-lamanya…

8. Seseorang yang mencintai kamu, mungkin tidak bisa mengingat kejadian/ kesempatan istimewa, seperti perayaan hari ulang tahunmu, tapi ia tahu bahwa setiap detik yang ia lalui, ia mencintai kamu, tidak peduli hari apakah hari ini…

9. Seseorang yang mencintai kamu, tidak mau berkata Aku mencintaimu dengan mudah, karena segalanya yang ia lakukan untuk kamu adalah untuk menunjukkan bahwa ia siap mencintaimu, tetapi hanya ia yang akan mengatakan kata “I LOVE U” pada situasi yang spesial, karena ia tidak mau kamu salah mengerti, dia mau kamu mengetahui bahwa ia mencintai dirimu…

10. Seseorang yang benar-benar mencintai kamu, akan merasa bahwa sesuatu harus dikatakan sekali saja, karena ia berpikir bahwa kamu telah mengerti dirinya. Jika berkata terlalu banyak, ia akan merasa bahwa tidak ada yang akan membuatnya bahagia / tersenyum…

11. Seseorang yang mencintai kamu, akan pergi ke airport untuk menjemput kamu, dia tidak akan membawa seikat mawar dan memanggilmu sayang seperti yang kamu harapkan. Tetapi, ia akan membawakan kopermu dan menanyakan : Mengapa kamu menjadi lebih kurus dalam waktu 2 hari ? Dengan hatinya yang tulus.

12. Seseorang yang mencintai kamu, tidak tahu apakah ia harus menelponmu ketika kamu marah, tetapi ia akan mengirimkan pesan setelah beberapa jam. Jika kamu menanyakan : mengapa ia telat menelepon, ia akan berkata : Ketika kamu marah, penjelasan dari dirinya semua hanyalah sampah. Tetapi, ketika kamu sudah tenang, penjelasannya baru akan benar2 bekerja / manjur / berguna…

13. Seseorang yang mencintaimu, akan selalu menyimpan semua benda-benda yang telah kamu berikan, bahkan kertas kecil bertuliskan ‘I LOVE U’ ada didalam dompetnya…

14.Seseorang yang mencintaimu, jarang mengatakan kata-kata manis. Tapi kamu tahu, ‘kecupannya’ sudah menyalurkan semua. Seseorang yang mencintai kamu, akan selalu berusaha membuat mu tersenyum dan tertawa walau terkadang caranya membingungkanmu …

15. Seseorang yang mencintaimu, akan membalut hatimu yang pernah terluka dan menjaganya dengan setulus hati agar tidak terluka lagi dan ia akan memberikanmu yang terbaik walau harus menyakiti hatinya sendiri…

16. Seseorang yang mencintaimu, akan rela melepaskanmu pergi bila bersamanya kamu tidak bahagia dan ia akan ikut bahagia walau kamu yang dicintainya bahagia bersama orang lain.

17. Seseorang yang mencintaimu akan berkata “Sayang, ayo kita menikah!”, setelah Make Out denganmu. Hal ini menandakan bahwa ia tahu untuk meneruskannya harus ada pernikahan.

Lelaki Hebatku

Saya suka nulis. Jadi kalau ada sesuatu yang bersemayam dalam kepala saya lebih dari satu kali dua puluh empat jam, sudah pasti sesuatu itu akan saya tuang dalam sebuah tulisan. Ah, jangankan sehari semalam seperti itu, kadang sesuatu yang berkelebat di benak sayapun sering saya tulis. Mungkin ini yang disebut inspirasi ya. Nah, karena seringnya ingin menuangkan sesuatu dalam bentuk tulisan, maka lembar untuk menulis dan alat tulis adalah sebuah keharusan yang harus tersedia di dekat-dekat saya. Saya pernah menulis di atas tissue dengan lipstik sebagai alat tulisnya saking kebelet pingin nulis banget karena melihat sesuatu.

Suatu hari, kejadiannya di rumah. Tiba-tiba pingin nulis banget dan komputer lagi dipakai oleh anak saya. Langsung saja saya ambil selembar kertas dan mulai menulis. Lalu atmosfir keasyikan mulai merasuki dan selembar kertas hvs itu ternyata tidak cukup menampung gagasan yang membeludak dari kepala saya. Jadi, saya ambil lagi lembar berikutnya hingga tidak terasa telah memakai tiga lembar. Setelah terpuaskan, lalu saya pamerkan pada seseorang tulisan tersebut. Belum jadi sih tulisannya, tapi setidaknya draft jalan cerita ide tulisan sudah terlihat rapi.
"Bagus nggak?"
"Hmm, sebentar. Ini pake kertas yang mana?" Kening saya langsung berkerut. Kok, nanya kertasnya sih?
"Yang itu." Ragu saya menunjuk tumpukan kertas di atas meja tulis.

"Bagus nggak tulisanku?" kembali saya bertanya sambil senyum malu-malu mengharapkan pujian, muncul di wajah saya.
"Kenapa pake kertas itu de?" Loh? Hallooo....lagi ada yang minta dikomentari nih. Sumpah.
"Emang kenapa?" Meski sudah mulai kesal, tetap saja saya bertanya, nggak mungkin jujur bilang minta dipuji kan?
"Jangan pake kertas itu. Itu bukan milik kita." hah!!! Kesal. Apa pentingnya sih kertas, kenapa sih nggak lihat isi tulisannya ketimbang kertasnya?

"Cuma tiga lembar kok."
"TETEP. Jangan meremehkan hal sepele yang bikin kamu menyesal nanti. Biar cuma secuil, jika bukan milik kita kalau bisa jangan diambil De. Korupsi itu terjadi karena merasa nyaman ngambil yang kecil lalu mulai memperbesar porsi yang diambil sedikit demi sedikit. Kita harus mengembalikan kertas itu segera." Kali ini saya benar-benar sudah kesal. Huh. Ini kan masalah sepele. Beli saja di warung, habis perkara. Kalau perlu beli satu rim sekalian. Itu draft tulisan saya gimana nasibnya? Baguskah? Jelekkah? Akhirnya alih-alih minta tanggapan saya memilih untuk ngambek. Sebel banget. Kesal. Lalu kemana-mana sepanjang sore itu saya menggotong bibir manyun di atas pangkuan.

Malamnya, dengan penuh kelembutan barulah saya dijelaskan pelan-pelan tentang inti teguran sore tadi. Dalam suasana tenang, kemarahan yang sudah reda, saya bisa mencerna nasehat dengan penuh kesadaran. Ya. Sering kita meremehkan hal-hal kecil dalam kehidupan kita. Padahal, dari hal-hal kecil inilah sebuah masalah besar akhirnya membelit erat dan kadang meremukkan seluruh tulang dan memecahkan urat nadi. Bertoleransi pada sebuah kekhilafan kecil akan memupuk rasa tidak melakukan kesalahan lalu tanpa terasa membangun menara kesombongan bahwa diri telah menjadi super. Lupa bahwa kaki sedang menginjak orang susah. Tak merasa bahwa ada pihak yang terpaksa harus berkorban demi kejayaan yang kita raih. Apa pentingnya sebuah kemenangan jika diraih dengan cara yang tidak jujur dan tidak adil? Apakah masih terasa nikmat kejayaan yang disertai sumpah serapah pihak yang teraniaya?

"By the way, tulisan kamu bagus." Akhirnya komentar yang ditunggu keluar juga. Tapi hati ini sudah terlanjur malu. Malu pada kelakuan saya yang terlalu manja dan hampir menjerumuskan orang lain, keluarga saya, ke dalam arus perilaku koruptor. Malu pada dua malaikat pencatat kelakuan baik dan buruk yang mengintip dari belakang pundak.

"Maafin ade ya." Ternyata, tidak selalu sebuah pujian membuat hati merekah dengan bunga-bunga.
"Udah." Sudah? oh, seharusnya saya sudah menduganya.

mmmmm.....ngg.... Saya jadi bingung mau ngapain lagi. Salah tingkah mulai merasuk.

"Kenapa lagi?" Akhirnya saya ditanya. Laki-laki ini memang selalu tahu jika ada sesuatu yang menggayut dalam kepala saya.
"Boleh minta sesu atu?" Akhirnya malu-malu saya bertanya padanya.
"Apa?"
"Besok-besok, biarpun aku merengek minta sesuatu yang bikin kamu harus usaha keras memenuhinya, jangan sampai hal itu bikin kamu bertoleransi untuk terjerumus jadi koruptor ya. Persis seperti kamu ngingetin aku dengan tiga lembar kertas tadi sore. Aku perempuan manja yang banyak maunya. Jadi, tetaplah jadi lelaki berpendirian." Lalu lelaki di depan saya mengangguk setelah mengucapkan kata insya Allah. Dialah lelaki hebatku. Dialah, suamiku.

penulis: ade anita


Maaf, gambar ayam yang sering saya jadikan ilustrasi tulisan notes saya, bukan karena saya suka ayam.. hanya saja, pelajaran menggambar saya baru sampai binatang ayam. Masih belum sempurna, tapi setidaknya karya sendiri.

gara-gara copas

gara-gara nulis tulisan di "begini cara saya menikmati tulisan" yang sebenarnya merupakan judul lain dari review bahan bacaan... mbak faradhina pagi2 sudah gedor2 facebook saya "mbaaaaaaaaaaaaaakkkk ... mbak ade dimana? sudah baca notesnya mas tetet belum? diklarifikasi mbak.".. lalu pas aku buka fb, langsung muncul beliau dengan nada tulsian yang amat cemas... waaah.. langsung saja aku buat klarifikasi dan menghasilkan tulisan sebuah klarifikasi...

hehehe..
besok2nya, beberapa orang teman masih suka ngajak chat dan menyampaikan rasa prihatin mereka ke aku... padahal suer deh, akunya sendiri tenang2 saja... aku nggak ngerasa bersalah kok... asyik2 saja.. dasar saja itu pak tetet lelaki tua yang terlalu suka mengajak berdebat...malas deh meladeninya.. wasting time...

wong aku copas dengan cara baik2 kok dianggap salah, lah.. itu yang terang2an jiplak tulisanku, atau yang nyomot tulisanku untuk kepentingan pribadi dibiarkan begitu saja.. fuihh.. cape deh..

Begini cara saya menikmati tulisan (1) : Sarapan dua Cerpen dari dua penulis kreatifShare

Pagi ini, Senin 3 May 2010 saya disuguhi dua sarapan notes yang berisi cerpen. Subhanallah.. indahnya.
Dua cerpen ini ditulis oleh Cepi Sabre dan Melvi Yendra. Yang satu berjudul "Tokoh-Tokoh Cerita Dari Sebuah Kotak Kayu" (Cepi Sabre) dan yang satunya lagi berjudul "Tobat" (Melvi Yendra).

Keduanya saya persandingkan bukan karena keduanya memiliki kerenyahan dalam penuturan kalimat-kalimat yang terjalin di dalamnya. Juga bukan karena gaya menulis cerdas yang mereka suguhkan. Keduanya saya persandingkan karena keduanya menulis cerpen dari sesuatu yang sudah amat akrab di dunia imajinasi pembaca.

Dalam tulisan "Tobat" (pernah dimuat di republika 25 april 2010); Melvi menceritakan ulang kisah tentang seorang pendosa yang telah membunuh 23 orang lalu ingin bertobat. Di versi asli kisah ini, pembaca tentu sudah pernah membaca atau mendengar tentang seorang yang telah membunuh 99 orang lalu ingin bertobat tapi ternyata mati di tengah jalan. Malaikat lalu menghitung lebih dekat mana jarak dia ke arah tobat dan ke arah perbuatan dosanya. Tentu saja lebih dekat ke arah tobatnya dan si pendosa pun diangkat ke surga.

Melvi mengangkat kembali kisah ini. Tapi tentu saja dengan modifikasi kekinian. Tidak sebrutal 99 orang, karena secara logika, orang yang telah membunuh 99 orang secara langsung pasti akan terlacak kejahatannya oleh kepolisian. Jadi, cukup 23 orang saja (sedikit lebih banyak dari korban babe yang membunuh anak-anak jalanan setelah mereka disodomi terlebih dahulu). Tapi tetap merupakan kejahatan brutal. Kisah pembunuh 99 orang ini disampirkan Melvi di tengah ceritanya untuk mencerahkan hati tokoh central di cerpen Tobatnya ini.

Sama seperti kisah pembunuh 99 orang, si pembunuh 23 orang inipun akhirnya juga ingin bertobat. Dia ingin bertobat setelah membaca pesan dari putrinya yang rindu ingin bertemu. Kian tergerak hatinya setelah mendengar alunan suara orang yang mengaji di masjid (dan ternyata suara seorang ustad) hingga dia memutuskan untuk mendatangi ustadz tersebut di Masjid dalam usahanya melarikan diri dari kejaran kepolisian.

Sedangkan dalam kisah "Tokoh-Tokoh Cerita Dari Sebuah Kotak Kayu" (Cepi Sabre), Cepi menceritakan tentang seorang lelaki yang bernama Frick Fritzgerald yang berprofesi sebagai seorang penulis cerita. Dia selalu meletakkan tokoh-tokoh cerita khayalannya di dalam sebuah kotak kayu. Sayangnya, karena diletakkan dalam sebuah kotak kayu yang kecil, si tokoh-tokoh cerita yang mini-mini tubuhnya tapi memiliki kecerdasan tersendiri ini, cepat belajar untuk menghadapi situasi yang tidak enak. Diletakkan dalam sebuah kotak kayu yang tertutup dan sempit, tentu saja merupakan sebuah situasi yang tidak enak. Karena letaknya yang tertutup menjadikan cakrawala berpikir mereka menjadi kerdil dengan sendirinya karena tidak banyak mengalami perkembangan akibat tidak pernah melihat dunia luar secara bebas lagi. Kerdilnya cara berpikir lamban laun akan mematikan kreatifitas. Cupek; sumpek; pengap dan akhirnya kerdil untuk kemudian lenyap tanpa bekas. Tokoh-tokoh cerita yang mini yang cerdas dan bisa diajak bertukar pikiran untuk membentuk sebuah cerita oleh Frick Fritzgerarld ini akhirnya berontak. Mereka mencoba untuk melarikan diri. Walhasil, Frick Fritzgeraldpun menjadi sibuk mengejar semua tokoh ceritanya yang melarikan diri dan memasukkannya lagi satu persatu ke dalam kotak.

Cerdas sekali idenya Cepi Sabre menulis cerpennya ini kan?
Saya amat menikmati gaya Cepi Sabre yang selalu ringan dan renyah dalam bertutur. Sekilas saya merasa bahwa dia sedang membicarakan tentang kondisi terkini para penulis dengan gaya sarkasmenya yang halus dan sopan. Betapa banyak penulis yang selalu merasa bahwa mereka punya keunikan tersendiri dalam menulis dan mengklaim kekhasannya tersebut sebagai miliknya pribadi. Lalu.. bagaimana jika tokoh-tokohnya tersebut ternyata merasa bosan diceritakan dengan gaya yang itu-itu saja? Apa jadinya jika para tokoh khayalan itu ingin merasakan proses kreatifitasnya sendiri-sendiri? Bisa jadi mereka bisa lebih kreatif... bisa jadi juga mereka bisa malah mati dan terlupakan. Tapi, sebagai pemilik ide, setiap penulis akan berusaha keras untuk menyimpan karakter-karakter ciptaannya itu dalam sebuah kotak ide rapat-rapat.

Lalu... apa hubungannya cerpen Cepi Sabre dan Melvi Yendra?
JIka Cepi Sabre masih melukiskan kondisi terkini para penulis maka Melvi Yendra memberikan contoh nyata yang dilakukan oleh penulis. Ketimbang harus terpaku dengan cerita baku yang sudah turun-temurun diceritakan dengan gaya yang sama (kisah tentang pembunuh 99 orang yang bertobat) maka Melvi mencoba untuk "mengadopsi" tokoh cerita yang berhasil kabur dari kotak ide ini menjadi tokoh cerita yang baru.. pembunuh 23 orang. Artinya.. jika kita semua menulis lalu tiba-tiba kehabisan ide mau nulis apa... jangan pernah ragu untuk membuka kotak ide dan ambil satu tokoh. Bisa jadi tokoh itu sudah banyak diceritakan banyak orang; bisa jadi itu adalah tokoh yang amat sangat umum dan tidak punya keistimewaan; tapi kita bisa memodifikasinya agar kembali menjadi tokoh yang fresh lagi.

Subhanallah... keduanya memang cerdas dan benar-benar sudah memberikan sarapan bergizi untuk saya belajar menulis.





--------------------------

Tokoh-Tokoh Cerita Dari Sebuah Kotak Kayu cerpennya Cepi Sabre

“Di sana! Di sebelah sana, Gabriel!”

“Kakimu, Tuan Frick! Di bawah kakimu!”

Frick Fritzgerald adalah seorang penulis cerita. Frick Fritzgerald suka menyimpan tokoh-tokoh ceritanya ke dalam sebuah kotak kayu. Setiap kali ingin mengarang cerita, Frick Fritzgerald akan membuka kotak kayu tersebut, mengambil beberapa tokoh, lalu mulai menulis cerita. Ceritanya menjadi begitu hidup karena tokoh-tokoh yang ada di dalamnya memang hidup. Di dalam sebuah kotak kayu.

Beberapa minggu belakangan ini, Frick Fritzgerald tidak menulis cerita apa pun. Bukan berarti Frick Fritzgerald kehabisan ide atau tokoh untuk dijadikan cerita. Beberapa minggu belakangan ini, tokoh-tokoh cerita Frick Fritzgerald suka melarikan diri dari kotak kayu itu. Begitulah, Frick Fritzgerald sibuk mengejar-ngejar tokoh-tokoh ceritanya sendiri. Tanpa tokoh-tokoh cerita itu, Frick Fritzgerald akan kesulitan menulis cerita.

Bisa saja Frick Fritzgerald membuat tokoh-tokoh lain, tapi tokoh-tokoh cerita yang sudah dibuatnya dan melarikan diri itu bisa menulis cerita sendiri. Akan sangat lucu sebuah cerita yang ditulis sendiri oleh tokoh ceritanya. Belum pernah ada. Belum pernah ada, tapi lucu. Dan kali ini Frick Fritzgerald dibantu oleh seorang makhluk dengan sepasang sayap kecil di punggungnya, Gabriel.

Gabriel. Tidak salah lagi, Gabriel adalah salah satu malaikat Tuhan. Gabriel sedang menjalankan tugasnya berkeliling dunia ketika di sebuah kota Gabriel melihat satu rumah dengan lampu yang masih menyala. Gabriel melihat Frick Fritzgerald berbicara dengan beberapa makhluk aneh. Makhluk-makhluk aneh itulah tokoh-tokoh cerita buatan Frick Fritzgerald yang selama ini disimpannya di dalam kotak kayu.

Gabriel begitu terpesona dengan pemandangan yang dilihatnya. Gabriel berpikir bahwa Frick Fritzgerald adalah Tuhan yang lain. Tidak bisa tidak, hanya Tuhan yang bisa menciptakan tokoh-tokoh cerita. Gabriel tidak berpikir lama untuk mengetuk di pintu rumah Frick Fritzgerald lalu minta dimasukkan juga ke dalam kotak kayu.

Satu-satunya alasan saya tidak memasukkan Gabriel ke dalam kotak kayu itu adalah ukuran tubuhnya yang besar. Gabriel hampir setinggi Frick Fritzgerald. Sepasang sayap kecil di punggungnya menambah besar ukuran badan Gabriel. Sementara tokoh-tokoh cerita buatan Frick Fritzgerald tidak pernah lebih tinggi daripada sebuah gelas. Itulah sebabnya sangat sulit menangkap tokoh-tokoh cerita itu setiap kali mereka melarikan diri dari kotak kayu Frick Fritzgerald.

Seekor anjing dengan topi pet setinggi gelas berlari dengan kencang. Anjing itu masih sempat menoleh ke belakang satu kali sebelum sebuah tangan yang sangat besar menggenggamnya. Anjing itu ikut berguling bersama si pemilik tangan yang ternyata adalah Frick Fritzgerald.

“Bwahahaha ... Akhirnya tertangkap, Gabriel! Anjing nakal ini sudah kutangkap!”

Frick Fritzgerald memasukkan kembali anjing dengan topi pet itu ke dalam kotak kayu. Anjing itu masih hendak melompat keluar lagi, tapi Frick Fritzgerald cepat menutup kotak kayunya. Topi petnya terjatuh. Frick Fritzgerald memungutnya lalu memasukkannya juga ke dalam kotak kayu.

“Bagus, Tuan Frick. Saya sudah sangat lelah. Anjing itu benar-benar lincah.”

Gabriel segera menjatuhkan tubuhnya di sofa. Tidak lama kemudian, Frick Fritzgerald pun melakukan hal yang sama.

“Aku juga, Gabriel. Mereka semakin lama semakin cepat. Mungkin karena mereka juga sudah hafal letak perabotan-perabotanku. Kupikir, sebaiknya kita kosongkan saja rumahku ini, Gabriel.”

Tapi mereka berdua, Frick Fritzgerald dan Gabriel, berhenti hanya sampai di sana. Keduanya terlalu lelah untuk mengosongkan rumah Frick Fritzgerald hari itu juga. Terlebih mereka sekarang merasa begitu nyaman di dalam pelukan sebuah sofa. Nafas Frick Fritzgerald dan Gabriel mulai lebih teratur.

“Bagaimana bisa, tokoh-tokohmu melarikan diri dari kotak kayu itu, Tuan Frick?”

“Entahlah, Gabriel. Kupikir, mereka sudah merencanakannya sejak lama lalu bersama-sama mengangkat tutup kotak kayu itu.”

“Maksudku, bagaimana bisa, kau tidak punya kendali atas mereka, Tuan Frick? Bukankah mereka semua itu kau yang ciptakan?”

“Aku bukan Tuhan, Gabriel.”

Gabriel tersentak. Selama ini Gabriel merasa yakin bahwa Frick Fritzgerald adalah Tuhan yang lain. Itulah sebabnya Gabriel memilih mengikuti Frick Fritzgerald daripada meneruskan tugasnya yang menjemukan, berkeliling dunia. Di rumah ini Gabriel bisa melihat Frick Fritzgerald menciptakan tokoh-tokohnya, menulis cerita tentang tokoh-tokoh itu, lalu menyimpan mereka ke dalam sebuah kotak kayu.

Kadang-kadang Frick Fritzgerald menulis cerita baru dengan tokoh-tokoh yang sudah lama disimpannya di dalam kotak kayu itu. Beberapa tokoh baru akan ditambahkan Frick Fritzgerald untuk melengkapi tulisannya. Gabriel sangat menikmati ketika Frick Fritzgerald mengeluarkan tokoh-tokoh ceritanya dari kotak kayu itu dan mulai bercerita dengan mereka. Ketika semua selesai, Frick Fritzgerald akan menuliskan semua itu menjadi sebuah cerita baru. Jadi pengakuan Frick Fritzgerald bahwa dirinya bukan Tuhan, sangat mengejutkan Gabriel.

“Kalau kau bukan Tuhan, Tuan Frick, lalu bagaimana caramu menciptakan tokoh-tokoh ceritamu?”

“Entahlah, mereka hanya keluar begitu saja dari dalam kepalaku, Gabriel. Awalnya hanya satu, lalu dua, lalu semakin banyak sehingga aku butuh sebuah kotak kayu untuk menyimpan mereka semua.”

“Lalu ceritamu, mereka atau dirimu yang menulisnya, Tuan Frick?”

“Tentu saja aku yang menulisnya, Gabriel. Tokoh-tokoh ceritaku tidak kubiarkan menuliskan ceritanya sendiri. Kami memang suka berbicara untuk membuat sebuah cerita. Mereka menceritakan keinginannya dan aku menceritakan keinginanku. Lalu aku akan menulis keinginan kami itu sebagai sebuah cerita. Mereka sangat menentukan cerita yang kutulis, Gabriel. Tapi tetap tidak kubiarkan mereka menulis ceritanya sendiri.”

“Lalu kau, Tuan Frick, apakah kau percaya pada Tuhan?”

“Tentu saja, Gabriel! Tuhan adalah seseorang yang menuliskan cerita tentang aku. Juga tentang dirimu, Gabriel.”

“Tapi Tuhan tidak pernah mengajakmu bercerita. Kau tidak bisa menceritakan keinginanmu, dan dia tidak pernah menceritakan keinginannya. Padaku tentu lain, Tuan Frick. Tuhan memberi tugas langsung padaku. Begitupun, kami tidak pernah saling menceritakan keinginan kami masing-masing.”

“Aku tahu, Gabriel. Tapi aku tetap yakin bahwa Tuhan ada dan sedang bekerja semalam-malaman untuk menuliskan cerita tentang aku dan kau, ‘Frick Fritzgerald Si Penulis Cerita Dan Gabriel Si Malaikat Tuhan.’”

“Aku tidak pernah melihat Tuhan menulis, Tuan Frick. Percayalah.”

“Yah, Tuhan tentu punya cara lain untuk itu kan, Gabriel.”

“Tidakkah kau berpikir bahwa Tuhan adalah sebuah ‘saya’, Tuan Frick?”

“Saya?”

“Ya. ‘Saya’ yang memutuskan untuk tidak memasukkanku, Gabriel ini, ke dalam kotak kayu hanya karena ukuran tubuhku yang besar. Aku hampir setinggi dirimu, Tuan Frick, dan sepasang sayap kecil di punggungku ini menambah besar ukuran badanku.”

“Ah, kau hanya berhalusinasi, Gabriel. Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa kau belum pernah melihat Tuhan menulis?”

Gabriel diam. Pikirannya mulai menyusun kepingan-kepingan pengetahuan yang baru didapatnya. Frick Fritzgerald yang bukan Tuhan, Tuhan yang menulis tentang Frick Fritzgerald dan dirinya sendiri, juga ‘saya’ yang memutuskan untuk tidak memasukkan dirinya ke dalam kotak kayu bersama tokoh-tokoh cerita Frick Fritzgerald yang lain.

Frick Fritzgerald juga sedang termenung. Kemungkinan-kemungkinan yang dikatakan Gabriel ada benarnya. Tuhan bisa saja tidak pernah menulis tentang dirinya atau tentang apapun. Dan yang membuatnya semakin tertarik adalah kemungkinan bahwa dirinya, Frick Fritzgerald, adalah Tuhan. Tapi Frick Fritzgerald cepat menolak pikirannya ini, meski dia sudah menciptakan banyak tokoh cerita, Gabriel tidak pernah diciptakannya. Gabriel tidak pernah keluar begitu saja dari dalam kepalanya.

“Tuan Frick, Sang Kapten! Sang Kapten!”

Seseorang yang tingginya tidak lebih dari sebuah gelas dengan seragam merah dan celana biru terlihat berlari di atas meja tulis Frick Fritzgerald. Dengan ketangkasan seperti seorang tentara, orang itu turun dari meja dengan melompat dari satu laci ke laci yang lain, lalu lari dengan kencang.

Frick Fritzgerald segera bangun dari sofa. Dengan cekatan Frick Fritzgerald mencegat orang yang disebut Gabriel sebagai Sang Kapten itu. Gabriel meloncat ke sisi yang lain, tapi Sang Kapten bergerak sangat cepat. Sang kapten segera berbelok ke arah lemari dan mengubah arah larinya.

“Di sana! Di sebelah sana, Gabriel!”

“Kakimu, Tuan Frick! Di bawah kakimu!”

Saya harus menghentikan cerita ini di sini. Kalau saya teruskan, maka kita bisa berminggu-minggu terjebak bersama Frick Fritzgerald dan Gabriel mengejar-ngejar tokoh-tokoh cerita yang melarikan diri dari sebuah kotak kayu. Kita tentu punya pekerjaan lain yang lebih penting daripada sekedar mengejar-ngejar mereka. Begitu juga saya. Saya masih harus menyelesaikan cerita yang lain.

Frick Fritzgerald dan Gabriel terdiam. Mereka berdua tidak bergerak sama sekali. Mereka berdua tidak bersuara. Bahkan mereka berdua bernafas dengan sangat hati-hati.

“Tuan Frick, ‘saya’,” kata Gabriel setengah berbisik.

“Aku tahu, Gabriel,” Frick Fritzgerald juga setengah berbisik sekarang.

“Ini menakutkan, Tuan Frick.”

“Ya, ini benar-benar menakutkan, Gabriel.”
--------------------
- end of note - penulis Cepi Sabre
---------------------


Tobat
Cerpen Melvi Yendra

[Republika, 25 April 2010]

TEMBAKAN itu datang dari berbagai arah. Dada dan kepalanya pecah. Rusuk dan kedua kakinya rengkah. Ketika malaikat maut menghampirinya, ia melihat lambaian tangan putrinya dan terukir senyum di bibirnya.

Lelaki itu roboh dengan puluhan peluru bersarang di tubuhnya.

***

Beberapa saat sebelum penembakan

Lelaki itu keluar dari masjid, berdiri sejenak memandang ke arah kegelapan. Angin pagi menerpa wajah kerasnya. Dicobanya memejamkan mata. Sedikit saja, sebentar saja, ia merasa sangat bahagia. Entahlah, ia kini merasa benar-benar terbebas. Ia ingin pulang. Sudah lama ia ingin pulang. Ia lelah menghabiskan umurnya di jalanan. Ia bosan dengan kegelapan. Wajah anak perempuannya kini memenuhi ruang pandangnya. Ia rasanya ingin terbang saja agar cepat sampai di rumah. Ia memakai jaket kulit hitamnya dan mengenakan sepatunya. Ditariknya napas panjang sekali lagi sebelum melangkah menuruni tangga masjid.

***

Setengah jam sebelum penembakan

Sosok-sosok bersenjata itu tiarap di semak-semak, di dalam kegelapan. Sudah lebih dari satu jam. Masjid itu telah dikepung. Lelaki yang mereka tunggu ada di dalam, di saf terdepan, sedang shalat Subuh bersama empat orang jamaah lainnya. Dalam perhitungan, mustahil ia bisa lolos sekarang. Meskipun, sesungguhnya, legenda yang tersiar tentang lelaki itu masih membuat mereka gemetaran. Sejak sepuluh tahun terakhir, ia selalu lolos dari kepungan. Kabarnya, ia menyimpan ilmu kanuragan. Dan, kabarnya punya indra keenam.

“Kenapa tidak kita serbu sekarang saja, ndan?” bisik seorang anggota pasukan kepada komandannya.

“Kau ingin menyerbu orang yang sedang sembahyang? Markas tidak akan suka. Wartawan akan senang menulis berita kita telah menodai rumah Tuhan,” sahut sang komandan.

“Ia bisa saja lolos lagi,” kata anggota pasukan pesimis.

“Tidak lagi. Masjid ini telah dikepung. Ia tidak akan bisa mengelabui kita kali ini,” sahut sang komandan, yakin.

“Bagaimana kalau lelaki itu keluar duluan? Pasti terjadi kericuhan,” tanya anggota pasukan sekali lagi.

“Tidak akan ada bedanya buat kita. Itu sudah risiko tugas. Biarkan markas yang akan menjawab semua caci maki masyarakat,” sahut sang komandan dan menyuruh anak buahnya diam.

Mereka menunggu. Menit demi menit berlalu. Shalat Subuh pun usai. Setelah zikir dan doa yang singkat, satu per satu jamaah keluar dari masjid dan pulang. Tak satu pun di antara mereka yang sadar, ada pasukan polisi sedang ber sembunyi di kegelapan. Masjid itu berada jauh dari rumah-rumah penduduk, di pinggir jalan yang sepi, di tengah persawahan.

Lelaki yang mereka incar belum juga keluar. Ia masih duduk di saf terdepan. Menundukkan kepala, sedang berdoa.

***

Satu jam sebelum penembakan

Ustaz Ramli menghela napas untuk kesekian kalinya. Ia gemetaran begitu lelaki asing itu selesai berkisah. Tak mudah baginya menerima kenyataan bahwa ia kini sedang berhadapan dengan seseorang yang mengaku telah membunuh 23 orang manusia. Degup jantungnya berkejaran dengan putaran biji tasbihnya. Saat ini, Ustaz Ramli benar-benar ingin Tuhan memberinya petunjuk jawaban apa yang harus diberikannya kepada lelaki itu. “Jadi, Ustaz, apakah Tuhan akan menerima tobat saya?”

Ustaz Ramli sudah sering mendapat pertanyaan seperti itu, tetapi belum pernah yang seperti ini. Untuk menjawab pertanyaan itu, ia menceritakan kisah yang diambil dari salah satu hadis Nabi Muhammad SAW. Dahulu kala, pada zaman umat-umat terdahulu, ada seorang pembunuh kejam yang telah membunuh 99 orang. Namun, setelah beberapa waktu, pembunuh itu sadar dan ingin bertobat. Maka, mulailah ia mencari seorang alim untuk menyatakan tobatnya. Namun, ketika berhasil menjumpainya, sang alim malah membentak pembunuh yang ingin bertobat tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada ampunan bagi seorang pembunuh. Karena marah, si pembunuh pun membunuh sang alim. Sehingga, genap 100 orang yang telah ia bunuh.

Setelah itu, sang pembunuh merasa menyesal dan kembali meneruskan perjalanannya untuk mencari orang alim lain untuk menyatakan tobatnya. Maka, saat menemui orang alim kedua, ia berkata, “Apakah ada jalan untuk bertobat setelah saya membunuh 100 orang?” Si orang alim menjawab, “Ada. Pergilah ke dusun di sana karena banyak orang yang taat kepada Allah. Berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka. Dan, janganlah engkau kembali ke negerimu karena negerimu adalah tempat para penjahat.” Dan, pergilah pembunuh itu. Di perjalanan, mendadak maut menjemputnya.

Maka, bertengkarlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Siksa, memperebutkan roh si pembunuh. Berkata Malaikat Rahmat, “Orang ini telah berjalan untuk bertobat kepada Allah dengan sepenuh hatinya.” Lalu, berkatalah Malaikat Siksa, “Orang ini belum pernah berbuat baik sama sekali.”

Maka, diutuslah seorang malaikat lain untuk menjadi hakim di antara dua malaikat itu. Malaikat yang ketiga berkata, “Ukur saja jarak antara dua dusun yang ditinggalkan dan yang dituju. Maka, ke mana orang ini lebih dekat, masukkanlah ia kepada golongan orang sana.” Setelah diukur, didapatkan lebih dekat jaraknya ke dusun baik yang ditujunya kira-kira sejengkal. Maka, dipeganglah roh orang ini oleh Malaikat Rahmat.

“Jadi, aku masih bisa bertobat?” tanya lelaki itu setelah mendengar cerita Ustaz Ramli.

“Tentu saja, pintu rahmat Allah selalu terbuka luas untuk orang-orang yang ingin bertobat,” jawab Ustaz Ramli.

“Tapi, saya tidak tahu caranya, Ustaz. Jadi, mohon ajari saya,” kata si lelaki.

Belum sempat menjawab, beberapa jamaah datang. Waktu Subuh telah masuk dan azan segera dikumandangkan.

“Setelah Subuh, mampirlah ke rumah. Rumah saya di ujung jalan sana, rumah ketiga dari sebelah kanan. Saya akan tuntun Saudara untuk bertobat,” sahut Ustaz Ramli. Si lelaki mengangguk, kemudian pergi mengambil wudhu.

Sehabis shalat dan berzikir, Ustaz Ramli menghampiri si lelaki.

“Saya pulang duluan. Saya tunggu di rumah,” kata sang Ustaz. Si lelaki yang ingin bertobat mengangguk dan melanjutkan doanya sendirian.

***

Dua jam sebelum penembakan

Ustaz Ramli terpaksa berhenti mengaji. Lelaki berjaket kulit hitam berbadan kekar itu masuk ke dalam masjid terhuyung-huyung. Mulanya, ia berpikir lelaki itu salah satu preman kampung yang mabuk dan terdampar di tempat itu. Namun, melihat lelaki itu sadar dan segar bugar, Ustaz Ramli mengoreksi dugaannya.

“Assalamu ‘alaikum,” sapa Ustaz Ramli.

Lelaki itu tak menjawab. Ia mendekat dan menyalami sang Ustaz.

“Tolong saya, Pak Ustaz,” katanya lirih.

Ustaz Ramli kini benar-benar kaget. Lelaki di depannya bersimbah air mata. Ia menangis sesenggukan.

“Apa yang bisa saya lakukan untuk Saudara?” tanya Ustaz Ramli waswas campur bingung.

“Saya ingin bertobat.”

Ustaz Ramli terdiam.

***

Dua setengah jam sebelum penembakan

Tiba-tiba saja, lelaki itu merasa letih. Kakinya perih. Di sebuah persimpangan, ia berhenti berlari. Ia pikir, para pengejarnya sekarang sudah kehilangan dirinya.

Matanya melihat puncak sebuah masjid, kecil di kejauhan. Sayup-sayup terdengar suara bacaan Alquran dari pengeras suara.

Tiba-tiba, ia merasa sangat rapuh.

***

Tiga setengah jam sebelum penembakan

Ia keluar dari rumah besar itu tanpa kesulitan. Suara anjing menggonggong, tapi di sana, di kejauhan. Di salah satu belokan, ia berhenti karena telepon genggamnya bergetar. Sebuah pesan singkat datang dari nomor yang sangat ia kenal:

Selamat ulang tahun, Ayah. Semoga panjang umur dan selalu bahagia. Ayah lagi di mana? Ayah sudah janji, di hari ulang tahun Ayah yang ke-45 ini, Ayah akan pulang dan tak akan pergi lagi. Fitri ada kado untuk Ayah. Ayah pasti suka. Salam sayang selalu, Fitri dan Ibu.

Ia memejamkan mata. Membayangkan wajah Fitri, anaknya yang masih kecil dan istrinya di rumah. Sudah berapa lama ia tidak pulang? Ia sudah tidak ingat. Entah mengapa, ia teringat akan putrinya. Ia pernah berjanji untuk menemani putrinya itu.

Ia ingin menangis, tapi terlambat. Air matanya sudah menetes membasahi pipinya. Tiba-tiba ia tersenyum. “Preman ternyata masih punya nurani,” batinnya.

Lelaki itu membuka mata ketika mendengar suara mencurigakan di suatu tempat tak jauh dari tempatnya berdiri. Naluri memerintahnya untuk segera berlari.

Ia pun berlari, tak berhenti.

***

Empat jam sebelum penembakan

Ia berdiri di pinggir tempat tidur besar itu. Lelaki yang harus ia bunuh sedang mendengkur sendirian di atas ranjang. Tampak tenang. Terlihat tanpa dosa.

Ia sebenarnya tidak terlalu menyukai pekerjaannya. Pembunuh bayaran bukanlah pekerjaan yang baik, ia tahu. Namun, pekerjaan ini kadang-kadang memberi lebih dari sekadar uang. Ia sering merasa puas setelah mengeksekusi para maling ini. Kadang-kadang ia merasa sedang menunaikan tugas suci. Ia seakan-akan adalah algojo yang ditunjuk untuk menghukum mati para pelaku korupsi.

Tiap kali sebelum membunuh, ia tak lupa berdoa agar dosa-dosanya diampuni.

***

Dua jam setelah penembakan

Ustaz Ramli kembali ke masjid karena lelaki yang ingin bertobat itu tak kunjung mengetuk pintu rumahnya. Di halaman masjid, ia menemukan banyak bercak darah yang telah coba ditutupi dengan tanah.

Ustaz Ramli merinding.

Lebih-lebih ketika ia mencium aroma wangi. Aroma wangi yang asing, yang belum pernah ia cium sebelumnya. (*)

Jakarta, 4 April 2010

Melvi Yendra, pegiat sastra, tinggal di Depok.


------------------
penulis notes ini: ade anita... terima kasih untuk Cepi Sabre dan Melvi Yendra untuk notesnya yang cantik

Sebuah Klarifikasi

Apa yang salah dari sebuah proses berpikir yang dilakukan oleh manusia? Jujur, semula saya merasa bahwa tidak ada yang salah dari sebuah proses berpikir yang dilakukan oleh seorang manusia. Berpikir adalah sebuah keharusan; karena dari sebuah proses berpikir yang dilakukan oleh seorang manusia itulah maka seseorang bisa mengembangkan sebuah pemahaman baru akan sebuah sesuatu. Dari proses berpikir yang dilakukannya, maka seseorang bisa memperoleh peningkatan kemampuan menguasai sesuatu; dia juga bisa menjauhkan sebuah kesalah pahaman; bisa mengenyahkan sebuah prasangka dan yang lebih penting lagi adalah, bisa memjauhkan dirinya dari sebuah perbuatan yang merugikan diri sendiri dan diri orang lain yang ada di sekitarnya.

Jadi, apakah seluruh proses berpikir yang dilakukan oleh seorang manusia itu pasti membawanya kepada sebuah kebenaran? Jawabnya, belum tentu. Jika seseorang mengembangkan sebuah cara berpikir melalui sebuah sudut pandang yang salah, maka bisa jadi dia justru akan terseret ke arah kesalahan yang lebih besar lagi.

Darimana sebuah kesalahan bisa terjadi dan menimpa seseorang yang sedang melakukan proses berpikir? Jawabnya ada di buku-buku yang bisa dibeli dan dibaca oleh banyak orang. Tulisan ini bukan tulisan ilmiah. Tapi sebuah tulisan yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga biasa. Benar-benar seorang ibu rumah tangga yang bahkan sudah terlalu lama sekali tidak pernah lagi membuka buku-buku pelajaran sekolah kecuali ketika dia membantu anak-anaknya belajar di rumah.

Beberapa waktu yang lalu, salah satu anak perempuan ibu rumah tangga tersebut (baca: ade anita, yaitu saya sendiri) yang baru berusia empat (4) tahun, sedang bersenandung dengan lucunya. Dia menyanyikan lagu Naik Delman.

Pada hari minggu kuturut ayah ke kota. Naik delman istimewa kududuk di muka. Kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja.

Lagu berhenti sampai di situ. Lalu, putri bungsu saya itu datang ke pangkuan saya dengan wajah serius dan kening berkerut. Dia bertanya dengan polosnya:

“Ibu, kenapa aku harus duduk di muka? Duduk di muka itu kan nggak sopan ya bu?”

Mendengar pertanyaan polosnya ini, saya hampir saja tertawa terbahak-bahak tapi wajah polos dan super duper serius yang diperlihatkan oleh putri bungsu saya itu mengurungkan niat saya. Saya tahu, dia melontarkan pertanyaan tersebut karena dalam kepalanya, dia melakukan sebuah proses berpikir seiring dengan lantunan syair lagu yang dia nyanyikan. Akhirnya, saya pun menghabiskan sore dengan melakukan perbincangan ringan dengan putri bungsu saya tersebut. Bahwa dalam bahasa Indonesia, ada bentuk sinonim yang memililki arti beberapa kata yang berbeda memiliki arti yang sama. Sebuah proses belajar pasti akan menemukan kesalahan di awal-awal pemahamannya. Karena itu saya bisa memahami ketidak mengertian putri bungsu saya itu.

Tapi dalam kehidupan sehari-hari; sebuah kesalahan serupa sering kali terjadi pada diri kita. Kurangnya pemahaman akan sesuatu, hanya mengetahui sebagian saja dari sebuah informasi yang skalanya luas, keengganan untuk bertanya mencari kebenaran, rasa malas untuk bertanya pada narasumber yang asli, keinginan untuk mencari popularitas dengan mengangkat sisi yang kontroversial dari sesuatu adalah sebagian alasan dari terjadinya sebuah kesalahan dalam proses berpikir seseorang. Termasuk sebuah peristiwa yang menimpa saya baru-baru ini. Sehari setelah saya menuliskan sebuah status di facebook yang terkait dengan niat saya untuk mengucapkan terima kasih pada teman-teman.

Peristiwanya bermula beberapa waktu yang lalu. Beberapa teman yang sama-sama memiliki hobi menulis, bertanya pada saya apa yang saya lakukan untuk mencari ide ketika tiba-tiba merasa kehilangan kemampuan untuk menulis. Satu persatu pada mereka saya berikan jawaban disertai contoh. Tapi, karena beberapa orang kemudian menanyakan hal yang sama berulang kali; maka saya pun ingin menuliskannya dalam sebuah tulisan saja. Niatnya untuk berbagi cara menikmati tulisan sambil terus mengasah kemampuan untuk memahami sesuatu. Karena saya amat percaya, sebuah ide muncul karena saratnya pemahaman yang kita peroleh dari proses berpikir yang kita lakukan. Itulah sebabnya saya pun mulai menuliskan sebuah rangkaian tulisan berseri. Seri pertama sudah keluar di notes Begini cara saya menikmati sebuah tulisan (1)

Ada beberapa serial lanjutan yang ingin saya share (bagi) dengan teman-teman. Beberapa masih belum bisa dishare dan dipublish karena masih menunggu ijin dari notes yang ingin saya copy paste untuk dijadikan contoh tulisan yang bisa dijadikan contoh belajar menggali ide dan belajar menulis yang baik (saya bahkan meminta izin pada seorang teman saya, karena akan meng-copas puisinya dan akan meletakkannya sebagai sebuah contoh puisi yang tidak terlalu bagus dan meminta maaf karena pasti saya akan melontarkan sebuah kritik pedas pada puisinya. Alhamdulillah teman saya itu bersedia dikritik dan tidak keberatan puisinya dijadikan contoh). Saya senang dengan sikap besar yang ditunjukkan oleh teman-teman saya itu. Saya juga senang karena banyak teman-teman yang bersedia membagi tulisannya untuk niat copas belajar nulis saya tersebut. Sayapun bersemangat. Begitu bersemangatnya saya untuk berbagi, maka sayapun mengucapkan rasa terima kasih pada teman-teman melalui status facebook yang berbunyi

"ternyata.. notes itu bisa menjadi sebuah buku besar yang menyenangkan. Terima kasih ya teman2 yang sudah bersedia membagi isi notesnya padaku. Beberapa aku copas untuk aku buatkan klipping di notesku.. gpp ya... biar aku bisa menikmatinya dengan caraku sendiri."

Sayangnya, hal ini ternyata dipahami salah oleh seorang teman saya. Sedih memang. Terlebih karena teman saya tersebut tidak menanyakan terlebih dahulu pada saya, apa maksud status facebook saya tersebut. Tapi sudahlah. Dengan ini saya melakukan klarifikasi dan semoga kesalah pahaman tersebut bisa segera selesai. Saya minta maaf. Tulus hati saya mengajukan permintaan maaf pada siapa saja yang salah sangka dengan apa yang saya lakukan.

Saya tidak peduli apakah kalian akan memaafkan saya atau tidak tapi saya sudah memaafkan kalian semua.

Tuduhan kalian amat kejam sebenarnya. Saya tidak pernah mengaku-aku karya orang lain sebagai karya saya. Bahkan; untuk ilustrasi dari sebuah tulisan saya sendiripun, saya tidak pernah mengambil hasil gambar atau hasil foto milik orang lain tanpa izin mereka. Itu sebabnya saya selalu berusaha untuk menggambar sendiri semua ilustrasi yang saya butuhkan untuk mendukung notes saya (meski itu artinya notes saya tampil begitu sederhana; tapi itu semua hasil karya saya sendiri). Saya tidak pernah menjadi seorang plagiat, pencuri ide, korupsi karya, penjahat sastra, konglomerat hitam di dunia penulisan atau apapun bukan karena suami saya seorang terdidik, pendidik yang harus memberi contoh pada didikannya; tapi karena saya seorang muslimah yang saat ini menjadi seorang ibu rumah tangga dari tiga orang anak. Ibu dari anak-anak yang kelak akan menjadi generasi yang menegakkan negara ini dari berbagai hantaman dan benturan negara lain yang saling berebut tempat untuk menjadi terhormat di atas dunia. Ibu dari anak-anak yang insya Allah akan menjadi salah satu pemegang panji kebesaran agama Islam (agama saya). Ibu dari anak-anak yang amat sangat saya harapkan bisa menjadi pemimpin masa depan yang adil, jujur dan mengayomi orang lain.

Jakarta, 5 Mei 2010
Penulis: Ade Anita (penulis dengan profesi utama sebagai ibu rumah tangga dari tiga orang anak).
---------------------
berikut notes dari mas tetet yang menurut saya muncul karena salah pengertian.


TAK HABIS PIKIRShare
Today at 06:00

Ade Anita menulis begini:

"Ternyata . . . notes itu bisa menjadi sebuah buku besar yang menyenangkan. Terima kasih ya teman2 yang sudah bersedia membagi isi notesnya padaku. Beberapa aku copas untuk aku buatkan klipping di notesku . . gpp ya . . . biar aku bisa menikmatinya dengan caraku sendiri".

Saya geleng kepala, mengelus dada, memijit kening; tak habis pikir, ini etika apa?

Di Tepi Tali Kutang
Salam Hormat


TETET SRIE WD

JANTUK; Bagian akhir dari Topeng Betawi disebut Jantuk. Adegan ini merupakan intisari ceritera berupa renungan, nasehat, instrospeksi, agar manusia menyadari batas2 kemampuannya. Dari kesenian rakyat kita bisa belajar banyak etika.
Foto; Tetet Srie WD.
Written 14 hours ago · Comment · Like · Report Note
10 people like this.

Rian Garyati Etika.. Entah......... Hemmmm........
13 hours ago via Facebook Mobile

Budhi Setyawan mas tetet, perlu ditanyakan ke ade anita itu, dalam meng-copas tulisan2 itu, dengan mencantumkan nama penulis/pengarangnya nggak? koq jadi inget ttg geguritan saya yang telah menyebar ke banyak web & blog itu. banyak yang tanpa nama saya, & dan ada yg dengan nama orang lain. .... tumut prihatin mas....
12 hours ago

Asrul Irfanto senada dengan pak Budhi, seharusnya mencantumkan nama penulis/pengarang sebuah karya yang dicopas, entah itu untuk konsumsi pribadi ataupun publik.
salam hormat
11 hours ago

M Djoko Yuwono guritan dan puisi2 saya juga dicopas di blog2 entah milik siapa gak disebutin penciptanya... bikin males ngeposting karya2 kreatif di dunia maya..
10 hours ago via Facebook Mobile

Qur'anul Hidayat Ah, jadi ngeri dengernya mas Teted. .
Smga bisa lbh hati-hati
9 hours ago via Facebook Mobile

Elis Kurniasih Boten ngertos ah, teu langkung wae
8 hours ago via Facebook Mobile

Tetet Srie Wd @Rian Garyati; Yes, hmmmm . . serem kan? Thanks. @Budhi Setyawan; Yes, di salah satu blog saya baca karya anda, RON GARING, nama penulisnya adalah Narto. Mungkinkah itu nama samaran mas? @Asrul Irfanto; Yes, saya juga setuju Pak Asrul, salam hormat. @M. Djoko Yuwono; Yes, waahh . . rupanya sampeyan mengalami juga mas? Duh duh duh . . salam. @Qur'anul Hidayat; Yes, memang ngeri, apalagi jika itu dilakukan orang berpendidikan mas. Ngeri dan serem!
8 hours ago

Dinda Natasya DrCinta Pertama .
Ikut Sharing Mas, hehe kok ada ya orang yang malah bangga s... See more
8 hours ago via Facebook Mobile

Dinda Natasya DrCinta Pertama Lanjutan :
Seolah itu karyanya padahal penulis aslinya berdiri tepat didepannya.
Hehehe, ironis.
Status saya sering muncul ditempat lain beberapa saat setelah diposting.
Kadang2 kata2 yang saya sampaikan diudara, bsk sudah muncul distatus orang. ... See more
8 hours ago via Facebook Mobile

Susi Maelasari koq bs sampe gt yah,semuakan ada kode etiknya,mbok ya di jelasin aja secara gamblang,jd gak ngambang...sukses terus mas Tetet :)
7 hours ago via Facebook Mobile

Putri Suryandari Itulah dunia cyber, dunia tanpa batas ruang dan waktu, sehingga etikapun dianggap tak ada. Memang perlu di buat peraturan penulisan dan pengcopyan dari internet, biar gak mudah melakukan pembajakan tanpa merasa bersalah.
7 hours ago

Sandra Palupi Tulisan diatas itu kelihatan bahwa Ade Anita mengerti bahwa apa yang dilakukannya ngawur, tapi diteruskan saja dengan enteng dan egois, seolah itu bukan masalah besar bagi pembuat karya.
6 hours ago

Kang Arief tak mengurangi kehormatan andaikata mau menulis:
terinspirasi dari, dikutip dari, diambil dari, kolaborasi dengan dsb,mungkin benar mbak sandra tak merasa itu "bukan masalah besar bagi pembuat karya"
5 hours ago

Uhuy Bogel Euy ... nyata depan mata terbaca, inilah dunia semoga diri menyadari, ... sukses selalu Mas Tetet...

... salam hormat ...
3 hours ago

Tetet Srie Wd @Dinda Natasya DrCinta Pertama; Yes, kebanggaan, termasuk bagaimana proses dan caranya, memang milik dan menjadi hak setiap orang. Saya sagat suka jiwa besarmu; anggap saja menyemai benih, walau bukan kita yang panen jeng.@Susi Maelasari; Yes, kode etiknya ada tapi etikanya yang bisa jadi gak ada mBak. @Putri Suryandari; Yes, etika memang sering dianggap tidak ada mBak. Hikss.
3 hours ago

Tetet Srie Wd @Sandra Palupi; Yes, di situlah bedanya antara pencipta dengan tukang copas. Yang satu punya tanggung jawab, yang lain bermain di antara tanggung jawab. Salam hormat. @Kang Arief; Yes, terima kasih berkenan memberikan pencerahan. Salam hormat. @Uhuy Bogel Euy; Yes, dunia bulat dan berputar . . . he he he. Terima kasih atensi dan komennya, salam hormat.
3 hours ago

Djuwarsih Mukhlisin Saya juga tak habis pikir pak Tetet, dapatkah bila "hanya" dinikmati sendiri dipertanggungjawabkan siapa yg punya karya ? Sedangkan dalam membuat karya, kita selalu tak bertemu dengan yg namanya ilham, dan ilham itulah hak istimewa pada isi otak dan hati manusia yg mahal harganya...makanya bila kita menemukan plagiat..yg terasa adalah hati kita tersakiti...
2 hours ago

Awan Hitam ya mas tetet....semoga yang bersangkutan di beri pencerahan untuknya...semoga dirimu selalu berkarya dan kreatif selalu...
Salam hangat untukmu ..
Hormatku
2 hours ago

Mas Bowiebraggi 把然给 klau jaman sekrng, itu namanya 'etika bajul'... dan bnyak bajul di mana mana'... waspadai'...
43 minutes ago via Facebook Mobile

Ade Anita saya ade anita. Saya sudah menulis sejak lama sekali. Bisa mas tetet sebutkan, sebuah saja karya tulisan saya yang merupakan hasil membajak karya orang lain? Bisa mas tetet sebutkan satus aja karya tulisan saya yang merupakan hasil meng-aku-aku tulisan orang lain?
Demi Allah, DEMI ALLAH, saya tidak seperti saya semua orang di komentar ini tuduhkan. Saya tidak pernah menjadikan menulis sebagai ladang untuk mencari rizki. Saya menulis karena saya senang menulis dan ingin menjadikan hobi saya ini sebagai lahan untuk berdakwah (itu sebabnya saya sering protes pada mas tetet yang sering menggunakan kata seperti kelamin, kutang, dll karena menurut saya itu tidak sopan). Apakah mungkin saya yang bercita-cita untuk menjadikan kegiatan menulis ini sebagai bagian dari ibadah menghiasinya dengan sesuatu yang kotor dan tidak senonoh dan bahkan bertentangan dengan agama Islam yang saya yakin kebenaranya?

kenapa sih mas tetet tidak bertanya pada saya terlebih dahulu?
Semua orang di komentar ini sudah saya maafkan.
13 minutes ago ·

Alhamdulillah, notes saya ini ditanggapi positif oleh Pak Tetet... dan ini jawaban beliau:
Tetet Srie Wd Pengantar:
Stand Point nya adalah Ade Anita menulis begini:

"Ternyata . . . notes itu bisa menjadi sebuah buku besar yang menyenangkan. Terima kasih ya teman2 yang sudah bersedia membagi isi notesnya padaku. Beberapa aku copas untuk aku buatkan klipping di notesku . . gpp ya . . . biar aku bisa menikmatinya dengan caraku sendiri".

Saya geleng kepala, mengelus dada, memijit kening; tak habis pikir, ini etika apa?

Pertama;
Saya tidak menuduh ibu Ade Anita telah membajak, juga tidak bisa menunjukkan tulisan ibu yang mengaku aku tulisan orang lain; karena dalam tulisan ibu juga tidak menyebutkan mana2 saja yang dimaksud.

Kedua;
Tanggapan teman2 adalah wajar2 dan bahkan baik2 saja; cenderung heran, bertanya dengan nuansa kajian. Sebagai sebuah reaksi, saya kira tidak ada satu pun yang salah, dan karenanya tidak ada yang perlu dimaafkan.

Ketiga;
Jika kemudian ibu Ade Anita memberikan klarifikasi, hal itu tentu menjadi persoalan lain. Peta reaksi, tanggapan, dan pemikiran tentu akan berubah.

Keempat;
Dalam catatan itu, saya bermaksud menghormati ibu Ade Anita yang secara terbuka, berjiwa besar, dan berterus terang telah melakukan copas; dengan harapan agar bisa menjadi suri tauladan bagi teman lain, yang bisa jadi, berminat juga melakukan copas.

Kelima;
Kepada teman2 silahkan membaca klarifikasi dari Ibu Ade Anita.

Ibu Ade Anita yang baik, meskipun tak habis pikir, saya tidak punya niat buruk sedikitpun.

Terima kasih, sukses dan salam hormat.

@ Komen ini saya terbitkan di kolom ini pada 5 jam lalu yang kemudian saya pindahkan letaknya.
Ade Anita oke... silahkan yang lain membaca notes saya yang berjudul klarifikasi...(disinilah pentingnya etika ijin untuk mengcopas status orang lain yang ingin dijadikan notes pribadi).
Masalah saya anggap selesai ya Pak.
Sekian.
06 May at 15:30 ·

Mas Bowiebraggi 把然给 yaa... inilah 'jiwa besar' ... andaikata seluruh bangsa ini memiliki jiwa besar, damainya bumi nusantara''...
06 May at 19:34 via Facebook Mobile · Flag

Sunker Aja beberapa notes/ blog ada yg sangat inspiratif maka tak salah jika ada blogger lain yg ingin "mengklipingnya" menjadi bacaan serta berbagi ke yg lain selama kode etik mencantumkan nama sipemilik notes / blog saya rasa sah sah saja.
09 May at 15:59 · Flag

-Ani Rahmini- kalau istilah kliping sejauh pemahaman saya, seperti menggunting sebuah cerpen di koran (tentu saja termasuk nama pengarang) dan mengumpulkannya hanya untuk memudahkan untuk dibaca kembali karena menyukai bacaan itu. (Atau jangan jangan hal ini pun dianggap menyalahi etika ya?)
copas (copy paste) sejauh pemahaman saya, bentuk hasil teknologi yang ... See more
09 May at 19:28 · Flag

Tetet Srie Wd @Mas Bowiebraggi; Yes, jiwa besar sangat penting apalagi untuk sesuatu yang mulia. @Sunker Aja; Yes, saya setuju mas. Selamat, n salam hormat. @Ani Rahmini; Yes, anda gak salah mBak. Persoalannya adalah; ini etika apa? Bisa jadi atau sudah saatnya perlu ada kajian ulang, pemikiran baru, analisis baru, tentang etika. Thanks, n salam hormat. @Jempolers; Yes, atas atensi jempolers yang bersemangat. Semoga Tuhan memberkati, n salam hormat.
09 May at 19:41 · Flag

-Ani Rahmini- Wah saya perlu belajar nih.... Etika yang Pak Tetet maksud seharusnya seperti apa? apakah kliping itu salah? apakah copas itu salah? mohon pencerahannya :) terimakasih
09 May at 19:46 · Flag

Tetet Srie Wd Komen ibu Ani Rahmini ini diteruskan dialog melalui chatting beberapa waktu lalu hingga beberapa kali. Melalui berbagai dialog dan bahasan tentang kliping, etika, plagiat dan lain2nya itu saya telah memberikan pencerahan kepada ibu Ani Rahmini, yang pada akhirnya saya dan ibu Ani Rahmini sama2 menyayangkan langkah Ibu Ade Anita yang menganggap masalah ini selesai. Yes, sekian.
12 May at 12:03 · Flag

Ade Anita ibu ani rahmini sendiri sudah pernah membaca notes saya belum?
A few seconds ago ·

waah... malas deh ngurus yang kayak ginian.. sukanya debat kusir...jadi kalo mau jelasnya liat saja deh komen teman2 di fbku.. di http://www.facebook.com/profile.php?id=1663186796&v=app_2347471856#!/notes/ade-anita/sebuah-klarifikasi/408639795928

egoisme seorang perokok

Data mereka yang digolongkan sebagai perokok aktif di seluruh dunia, bisa jadi amat sangat banyak. Di layar televisi, di lembar-lembar media massa, sering kita lihat gambar orang-orang yang sedang menghisap batangan berbalut kertas dan mengeluarkan asap racun nikotin ini terpampang baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Bahkan, pemandangan orang yang sedang merokok ini sering tampak di acara-acara siaran langsung dari ruang sidang di gedung dewan perwakilan rakyat (baca+ sebuah ruang tertutup yang ber-ac dan nyata disadari ada kamera televisi yang sedang merekam gambar jalannya sidang).

Tentang bahaya rokok, sudah diketahui secara umum apa saja bahayanya. Hal ini tertera di bungkus rokok (meski kurang mencolok tulisannya) yang memberikan peringatan akan bahaya rokok seperti kanker, kelainan pada janin, impotensi dan gangguan kehamilan. Semua penyakit ini disebabkan karena memang asap dari rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh.

Jika data mereka yang tergolong sebagai perokok aktif di seluruh dunia amat sangat banyak, lalu berapa kira-kira data mereka yang menjadi perokok pasif? Ini yang luar biasa. Karena, jumlah perokok pasif jauh lebih banyak dari jumlah perokok aktif. Seorang perokok aktif yang mengebulkan asap rokoknya ke udara, telah dengan sengaja mengirim asap racunnya untuk harus dihisap oleh orang-orang yang berada di sekelilingnya. Mungkin anaknya yang masih balita, mungkin istrinya, mungkin kekasihnya, mungkin orang tuanya, mungkin siapa saja selama mereka berdiri atau sedang berada di dekatnya ketika mereka sedang merokok. Kasihan sekali para perokok pasif ini karena mereka terpaksa didorong untuk menerima asap racun rokok tanpa bisa melakukan perlawanan apa-apa.

PERDA MATI SURI

Di DKI Jakarta, pada tahun 2005 sebenarnya sudah dikeluarkan sebuah Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang parangan merolong di beberapa kawasan. Yaitu melalui Perda DKI Jakarta No. 75 Thn 2005 ttg Kawasan Dilarang Merokok. Ada beberapa tempat yang diatur sebagai kawasan dilarang merokok dalam perda tersebut. Wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kawasan dilarang merokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok (pasal 1 ayat 23).

2. Dilarang merokok di ruangan tertutup tempat atau ruangan yang menjadi bagian dari suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan dan/atau usaha (pasal 1 ayat 24).

3. Dilarang merokok di tempat umum yang menjadi sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat termasuk tempat umum miliki Pemeriontah Daerah, Pemerintah Pusat, gedung perkantoran umum, tempat pelayanan umum, antara lain terminal termasuk busway, bandara, stasiun, mall, pusat perbenalnjaan, pasar serba ada, hotel, restoran dan sejenisnya (pasal 1 ayat 25).

4. Termasuk kawasan dilarang merokok juga adalah ruang tertutup yang bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau tempat yang sering dimasuki tenaga kerja dan tempat sumber-sumber bahaya termasuk kawasan pabrik, perkantoran, ruang rpat, ruang sidang/seminar, dan sejenisnya (pasal 1 ayat 26).

5. Termasuk wilayah dimana dilarang merokok disana juga adalah angkutan umum, yaitu alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, udara termasuk di dalamnya taksi, bus umum, busway, mikrolet, angkutan kota, kopaja, kancol, dan sejenisnya (pasal 1 ayat 27)

6. Tempat Ibadah keagamaan seperti mesjid (termasuk mushalla), gereja (termasuk kapel), pura, wihara dan kelenteng adalah tempata-tempat ibadah yang dimasukkan ke dalam wilayah dilarang merokok (pasal 1 ayat 28).

7. Selanjutnya, yang dimasukkan sebagai kawasan dilarang merokok adalah arena yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-anak, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), tempat pengasuhan anak, arena bermain anak-anak atau sejenisnya (pasal 1 ayat 29).

8. Juga dilarang merokok di tempat terjadinya proses belajar mengajar atau pendidikan atau pelatihan termasuk perpustakaan, ruang praktik, atau laboratorium, museum dan sejenisnya (pasal 1 ayat 30).

9. Terakhir, yang termasuk kawasan dilarang merokok adalah tempat pelayanan kesehatan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas, praktik bidan, toko obat atau apotek, pedagang farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium dan tempat kesehatan lainnya, antara lain pusat dan/atau balai pengobatan, rumah bersalin, serta Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKAI) (pasal 1 ayat 30).


Inilah tempat-tempat yang dijadikan kawasan dilarang merokok.

Pada awal pemberlakuan perda tersebut di DKI Jakarta, gairah untuk menegakkan peraturan cukup menggembirakan karena banyak anggota masyarakat yang secara aktif ikut menegakkan peraturan tersebut. Penertiban oleh satuan petugas keamanan gedung atau satuan petugas keamanan dan ketertiban DKI Jakarta sering melakukan razia untuk menjaring mereka yang melanggar peraturan tersebut.

Sayangnya, sanksi yang diberikan untuk mereka yang melanggar peraturan tersebut ternyata tidaklah tegas dan memberi efek jera sama sekali. Ditambah dengan para tokoh yang seharusnya menjadi figure panutan masyarakat tidak memberi contoh yang baik (lihat saja di layar televisi bagaimana para anggota dewan perwakilan rakyat, pejabat bahkan beberapa ulama dan tokoh masyarkat yang terhormat, sering kedapatan diwawancarai sambil memegang sebatang rokok di tangannya dan terkadang kedapatan sedang melakukan aktifitas merokok meski diam-diam). Akhirnya, Perda Larangan Merokok ini pelan-pelan mengikuti jejak teman-teman perda lainnya, mati suri atau terlupakan sedikit demi sedikit untuk akhirnya tinggal kenangan saja.


lebih miris lagi adalah, beberapa saat yang lalu ketika Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok, banyak pihak yang ramai-ramai meragukan fatwa haram tersebut. Para petani tembakau dan para pedagang rokok ramai-ramai turun ke jalan untuk melakukan demo menentang perberlakuan fatwa haram rokok tersebut. Hmm… jika para petani tembakau dan para pedagang rokok turun ke jalan untuk melakukan demo menentang perberlakuan fatwa haram rokok, mungkin bisa masuk di akal karena mereka adalah pihak-pihak yang kehidupannya memang terlibat langsung sebagai produsen rokok alias menggantung kehidupannya dari rokok; tapi menjadi mencengangkan dan miris ketika banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ikut-ikutan menolak pemberlakukan fatwa haram rokok. Ada banyak alasan, mulai dari memberikan keterangan bahwa fatwa ini dikeluarkan oleh sebuah struktur organisasi yang masih di level menengah seperti majelis tarjih, bukan oleh level tinggi seperti organisasi; memberikan keterangan bahwa yang dimaksud haram disini masih berstatus makruh (dilakukan tidak baik tapi ditinggalkan lebih baik); sampai sebuah debat di sebuah televise swasta yang mengatakan bahwa ada organisasi keagamaan non muhammadiyah yang tidak mengharamkan rokok sama sekali karena banyak ulamanya yang memang menjadi perokok tapi tetap aktif sebagai ulama.

Lalu Harus Bagaimana?

Pada akhirnya, semua larangan merokok menjadi mentah lagi karena ternyata kekuatan untuk mempertahankan rokok menjadi sama kuatnya dengan kekuatan untuk menentang rokok.

Produsen rokokpun semakin merasa di atas angin. Mereka menjadi egois dan jumawa. Iklan-iklan rokok dibuat semakin heboh dan menggiurkan. Bahkan, acara-acara yang memacu andrenalin, acara-acara yang ditujukan untuk generasi muda semakin dibidik sebagai ajang untuk mempromosikan kegiatan merokok. Tak heran jika saat ini, usia mereka yang merokok aktif dimulai dari usia 5 tahun (bukan lagi usia 12 tahun seperti kondisi 10 tahun yang lalu).

Tak ada lagi rasa bersalah untuk menghembuskan asap rokok dan menyeret paksa lingkungan untuk ikut merasakan racun dan mengidap penyakit-penyakit berbahaya yang disebabkan oleh rokok. Perokok memang egois. Bagaimana lagi yang harus dilakukan untuk menghadapi egoism mereka? Itu sebabnya perlu kiranya mulai dipikirkan sebuah rancangan peraturan yang bukan hanya melarang merokok di kawasan larangan merokok, tapi juga mengatur sanksi bagi para pelanggarnya dengan sebuah sanksi yang benar-benar memberikan efek jera sekaligus memberikan dampak agar semua orang sadar akan bahaya merokok baik bagi si perokok itu sendiri maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.

penulis: ade-anita, dimuat di situs kafemuslimah.com tanggal 14 mei 2010.

ternyata...sudah lama

sudah lama banget ya aku nggak pernah meng-update blog yang satu ini... maaf.. maaf...

ternyata...sudah lama

sudah lama banget ya aku nggak pernah meng-update blog yang satu ini... maaf.. maaf...