Apa kabar hatiku?

Menjadi facebooker maniak? Itu tampaknya sudah bisa diduga. Saya memang seorang penikmat berbagai kegiatan berselancar di dunia maya. Tapi.... kehilangan ketajaman asa dan kelembutan jiwa?.... Ini benar-benar sebuah bencana yang tidak dapat diterima. 

Ya... gara-garanya saya memasang game online di profile FB saya. Semula, anak saya Arna yang main. Tapi, lirik satu dua, eh, saya jadi ikutan main. Lalu, ketika i

jadi penakut

Nggak tahu kenapa sekarang saya jadi penakut lagi... ya.. lagi.  Ini gara-garanya nonton infotaiment yang menayangkan penampakan gederuwo di konsernya D'masiv di Papua. ... hhiiiihh.. seram. 

Hmm, terus terang, dulu saya sering juga melihat penampakan. Awalnya waktu masih kecil. Saya pernah lihat kuntilanak (nggak tahu sih siapa, tapi dari ciri-cirinya sih sepertinya ya kuntilanak) berdiri di ujung sebuah pohon yang tinggi sekali. Begitu tinggi sehingga jika angin datang berhembus pucuk-pucuk daun di ujung pohon itu meliuk-liuk gemulai. Di tempat yang amat rapuh untuk dijadikan landasan untuk berpijak itulah saya melihat makhluk ini. Dengan rambut panjang, wajah pucat dan pakaian berwarna putih. Lalu berturut-turut kejadian melihat penampakan hadir begitu saja. Membuat berdiri bulu roma. Di rumah orang tua, di rumah teman, di pepohonan di pinggir jalan, bahkan di tengah keramaian. Seram sih. Tapi akhirnya saya sudah tidak peduli lagi.  Mereka alhamdulillah tidak ada yang mengganggu selama kita tetap ingat Allah. Saya jadi pemberani malah. Sejak SD, saya sudah terbiasa bangun malam. Hm.. .. ini juga luar biasa. Ada seorang kakek-kakek berpakaian serba putih dengan rambut putih dan janggut panjang berwarna putih yang setia selalu membangunkan saya di waktu dini hari. Dia meminta saya untuk shalat malam. Jika saya terlalu lelah dan tidak mengindahkan ajakannya, dia akan setia membangunkan saya untuk shalat shubuh. ... barulah setelah saya menikah posisi kakek ini tergantikan oleh suami dan alarm handphone. ... hehe.. lebih manis dan canggih. Serta up to date. Bersamaan dengan tidak pernah munculnya lagi si kakek ini, kemampuan saya melihat penampakan pun ikut lenyap. Hingga suatu hari.....

Ketika saya sedang makan sahur seorang diri di ruang tv, tiba-tiba sebuah bola basket melesat masuk ke dalam ring basket. 

Rumah saya memang unik penataannya. Anak saya senang main basket. Sebagai orang tua yang baik, saya juga senang menemani dia main basket. Tapi.. . saya malas jika harus bermain di teras rumah. Malas pakai jilbabnya, malas dengan pakaian lengkapnya. Jika di dalam rumah, saya tidak wajib berjilbab dan bisa pakai pakaiana apa saja. Jadilah ruang keluarga dirumah saya, saya biarkan plong lega dan menyulapnya menjadi lapangan basket mini. Amat mini sebenarnya. Letaknya tepat di muka kamar tidur. Ring basketnya oleh suami saya dipaku di atas ventilasi di atas kamar tidur. Di seberang ring basket ini, ada ruang keluarga. Tempat kami menonton televisi, membaca koran serta ngobrol ngalor ngidul. 

Mendengar bola basket itu melesat masuk ke dalam ring basket, tiba-tiba bulu roma saya berdiri. Notebook yang setia menemani saya makan sahur segera saya matikan dan... ssseeeetttt... saya berlari masuk ke dalam kamar dan menyembunyikan kepala didalam pelukan suami. Takut. 

Lalu suara-suara aneh sesekali mulai terdengar jika mata ini tidak dapat tertidur malam-malam. Dan akhirnya.... anak saya yang paling kecil, rasanya juga dikaruniai kemampuan untuk melihat makhluk-makhluk ghaib. Dia beberapa kali menangis ketakutan secara tiba-tiba justru ketika saya dan dia hanya berdua saja di dalam rumah. Aih...  menegangkan sekali. Dan.... sifat yang dulu saya benci hinggap di dalam diri saya kinii muncul lagi... jadi penakut. ya... saya sekarang jadi penakut lagi. Aih.. bagaimana ini? 

Diskusi di Pesan Message FB: STOP MUBAZIR

Ada diskusi yang panjang di Facebook (dimana lagi, lah wong FB ini lagi naik daun banget di kepalaku saat ini). Awalnya, Resmi Ayu mempostkan sebuah video ke beberapa orang sekaligus terus nggak tau kenapa aku kok langsung otomatis reply. Jadi panjang deh diskusinya.
http://www.facebook.com/video/video.php?v=1047149183574&ref=share
dan ini isi diskusinya:
Ramon Faisal
Add as Friend

11 February at 01:25
Reply

Miris yaaa.....malah kita membuang-buang makanan.....STOP tindakan MUBAZIR.....

Teman Yang Pemaaf

Blognya Kurnia memuat tulisanku yang dulu ada di kafemuslimah.com ini http://koernia05.wordpress.com/2008/06/19/teman-yang-pemaaf/

Seorang darwis tertangkap karena ingin mencuri selimut dari rumah temannya. Hakim menjatuhkan hukuman potong tangan, tetapi pemilik selimut keberatan dan mengatakan ia telah memaafkan perbuatan tersebut. Hakim membentak,
â€Å“Pembelaanmu tidak akan mempengaruhi diriku dalam menegakkan hukum.”

lagi FB maniak nih

Awalnya, bulan november silam (2008) smandel ngadain reuni emas (50 tahun). Dari sebuah acara yang digelar sehari ini, rentetannya ternyata panjang. Aku jadi masuk milis sma 8 angkatan 89, terus ke ketemu teman2 lama, terus diajakin masuk ke facebook. Awalnya rada2 gaptek alhamdulillah anakku yang sulung dengan sabar mengajarkan gimana caranya dan apa yang harus dilakukan. Lalu... blep.. blep... blep.. tiba-tiba saja jadi suka facebook (FB). Alasannya satu, bisa ketemu teman2 lama. 

hehehe.. ternyata, karena sering pindah2 rumah, koleksi temanku yang awet itu berhenti ketika aku menikah. Setelah menikah, rasanya temanku yang bisa disebut teman (bisa ngobrol tanpa harus jaim, bisa curhat dan bercanda tanpa berpikir tentang etika komunikasi yang baik, dll) itu ya ya... tidak bertambah. Paling ada dua tiga. Tidak banyak. Jadi, seneng aja ketemu sama mereka (teman-teman lama). 

pelajaran paling sulit bagi semua orang tua: Ikhlas Melepas Anaknya Pergi

Pagi ini, pulang nganter Arna sekolah, sambil ngeringin keringat aku nonton tv one seperti biasa. Tapi, pagi ini sedikit luar biasa karena tv one menayangkan ayah dan ibu Dwi hartanto, mahasiswa ITB yang meninggal karena mengalami kekerasan selama mengikuti kegiatan OSPEK jurusan di kampusnya. Kasian sekali. Air mataku sampai menetes karena terharu. Terutama ketika ayahnya Dwi mengatakan hal seperti ini "Ya, masuk ITB itu sebuah kebanggaan bagi saya sebagai orang tua.  Dari SD, lalu SMP, SMA, saya terus memantau dan membimbing anak saya itu.  Mulai dari memilihkan pergaulannya, kegiatannya sampai bimbelnya. Jadi, saya merasa amat kehilangan anak saya itu tapi saya harus ikhlas dengan kematiannya."